37.000 Tahun Lalu Orang Papua-Aborigin Berpisah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Profesor bidang biologi evolusi Griffith University dari Australia David Lambert menyebut orang Papua dan Aborigin berpisah secara genom sejak 37.000 tahun lalu.
"Sebelum 37.000 tahun lalu jadi masa yang penting bagi orang-orang Aborigin di mana diketahui itu masa hidup bersama dengan orang-orang Papua," kata Lambert usai menyampaikan kuliah umum "Ancient and Contemporary Indigenous Genomics of Australia" di Auditorium Sitoplasma Lembaga Eijkman, Jakarta, Rabu (8/3).
Berdasarkan hasil penelitian lengkap genom dari 83 orang Aborigin yang tersebar luas di Australia dan 25 orang Papua yang telah dilakukan Profesor Lambert bersama Willandra Lakes Elders menunjukkan bahwa orang Aborigin di Australia secara genetik sangat dekat dengan orang Papua.
Lambert mengatakan dengan menggunakan metode kemungkinan komposit untuk mengetahui gelombang migrasi ke Australia diketahui bahwa orang Aborigin dan Papua berasal dari satu gelombang migrasi yang sama yang keluar dari Afrika sekitar 72.000 tahun lalu.
Lambert juga mengatakan bahwa mereka berpisah dengan nenek moyang orang-orang Eropa dan Asia sekitar 58.000 tahun lalu. Dan akhirnya berpisah satu sama lain secara genom sekitar 37.000 tahun lalu, jauh sebelum terbentuknya Selat Torres sekitar 10.000 tahun lalu.
Dan sekitar 31.000 tahun lalu, menurut Lambert, populasi leluhur di Australia mengalami pembedaan yang berawal di Cape York yang disebabkan oleh kondisi alam, yakni gurun pasir di bagian tengah benua kanguru yang menjadi penghalang. Kondisi itu telah membuat Aborigin yang berada di bagian barat daya Australia secara genetik cukup berbeda dengan mereka yang ada di timur laut.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bahasa Pama-Nyungan dan genom orang Aborigin yang menggunakannya berubah secara bersamaan. Namun masih bisa diketahui bahwa 90 persen orang asli Australia tersebut masih menggunakan akar bahasa Pama-Nyungan.
Selanjutnya, bersama peneliti Sankar Subramanian, dirinya akan melakukan studi lebih lanjut tentang hubungan antara orang Aborigin yang berbicara bahasa Pama-Nyungan dengan mereka yang tidak menggunakan bahasa tersebut, yang hidup di bagian paling utara Australia.
Kombinasi data genom dari studi tersebut akan memfasilitasi uji hipotesis evolusi tentang asal-usul mayoritas grup masyarakat asli di Australia.
Deputi Direktur Bidang Penelitian Fundemental Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo mengatakan orang Papua dan Aborigin ada dalam klaster yang sama namun berbeda.
Meski telah diketahui asal-usul orang Papua dan Aborigin dari penelitian Profesor Lambert, ia mengatakan masih diperlukan data dan informasi lebih lanjut terkait genom orang-orang Papua untuk menjawab lebih lanjut misteri asal-usul manusia.
Deputi Lembaga Eijkman yang kerap disapa Profesor Hera ini mengatakan masih banyak kemungkinan yang dapat diungkap tentang manusia melalui penelitian terkait genom di Indonesia mengingat lokasi ini menjadi pintu masuk lain, contohnya seperti ke Polinesia.
Dukungan dana dibutuhkan untuk melakukan "whole genom sequencing" untuk bisa memperoleh hasil yang memang dibutuhkan untuk mengetahui populasi migrasi dan sebagainya. "Kalau kita andalkan pendanaan sendiri paling cukup untuk lima suku saja. Padahal di Indonesia sukunya banyak banget".
Menurut Hera, hasil penelitian Profesor Lambert memang penting. Dirinya pun baru mengetahui jika ternyata secara genom orang Papua sudah berpisah dengan Aborogin sejak 37.000 tahun lalu.
"Awalnya tahunya perpisahan itu terjadi saat zaman es berakhir sekitar 10.000 tahun lalu," katanya. (Ant)
Pancasila Jadi Penengah Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Leonard Chrysostomos Epafras ...