Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 13:58 WIB | Selasa, 10 November 2015

Ahli Waris Para Pahlawan

Tugu Pahlawan Surabaya. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM – Kehidupan berbangsa dan bernegara kita telah diwarnai oleh berbagai peringatan. Kita memperingati hari kemerdekaan, hari kesaktian Pancasila, hari guru, hari ibu, hari bayangkara, hari koperasi, hari HIV/AIDS, dan puluhan hari penting lain yang diperingati setiap tahun. Dan hari ini, 10 November, kita memperingati hari pahlawan.

Peringatan seperti itu tampaknya telah menjadi sebuah rutinitas yang sering menjebak kita pada hal-hal yang seremonial. Hingar-bingar terjadi pada hari itu dan beberapa hari persiapan, dengan membutuhkan banyak anggaran. Setelah, itu kembali ‘’senyap.’’

Padahal peringatan itu semestinya menjadikan kita fokus pada hal-hal mendasar terkait dengan peringatan itu untuk mengubah hidup bangsa yang lebih baik. Peringatan Hari Pahlawan semestinya menjadi fokus untuk meneruskan warisan perilaku dan semangat yang ditinggalkan para pahlawan.

Tahun 2015 ini semestinya kita sadar untuk meneruskan warisan lima tokoh yang ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Mereka adalah Bernard Wilhem Lapian (tokoh Provinsi Sulawesi Utara), Mas Isman (tokoh Provinsi Jawa Timur), Komjen (Pol) Dr H Moehammad Jasin (tokoh Jawa Timur), I Gusti Ngurah Made Agung (tokoh Provinsi Bali), dan Ki Bagus Hadikusumo (tokoh Muhammadiyah dari Provinsi Yogyakarta).

Melampaui Kepentingan Kelompok

Para pahlawan itu selalu dicirikan oleh perjuangannya yang gigih, bahkan berani mengambil risiko, untuk kepentingan yang melampaui kepentingan diri sendiri, bahkan kelompok. Mereka berjuang untuk kepentingan bangsa, bahkan kemanusiaan secara universal.

BW Lapian berjuang melampaui kepentingan dirinya, yaitu untuk gereja dan kehidupan orang Kristen Minahasa, dan juga kepentingan nasional untuk pengakuan bagi kemerdekaan Indonesia oleh dunia.

Ki Bagus Hadikusumo merupakan tokoh yang lahir dari Muhammadiyah. Ia menentang perintah penjajah Jepang agar berdoa kepada Dewa Matahari, dan merumuskan pokok pemikiran Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Dia pada masa persiapan kemerdekaan juga terlibat dalam merumuskan konstitusi, sehingga Indonesia menjadi negara yang mengakui keberagaman dalam agama dan keyakinan, meskipun mayoritas warga Indonesia memeluk Islam.

Moehammad Jasin memperjuangkan lembaga kepolisian di awal kemerdekaan Indonesia yang membutuhkan lembaga penegak hukum dan ketertiban. Dia juga ikut dalam pertempuran di Surabaya pada 10 November.

Mas Isman, pendiri Kosgoro, salah satu organisasi pendiri partai Golkar, dalam organisasi pelajar berjuang melawan penajah Belanda. Sedangkan I Gusti Ngurah Made Agung merupakan pencetus dari peristiwa perang puputan Badung dalam melawan penjajah Belanda pada 1902 – 1906.

Menjadi Ahli Waris

Memperingati hari Pahlawan semestinya menjadi pernyataan dan komitmen untuk menjadi ahli waris dari semangat dan perjuangan para pahlawan bagi kepentingan bangsa dan negara. Dan tahun ini semestinya kita meneladani BW Lapian dan Ki Bagus Hadikusumo yang tidak berfikir sektarian. Keberagamaannya yang kuat juga didedikasikan bagi kesatuan Indonesia.

Kita, terutama dari kalangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, semestinya meneladai Mohammad Jasin, seorang tokoh polisi yang berjuang untuk Indonesia, menegakkan hukum dan ketertiban. Menjadi aparatur negara yang setia pada kepentingan negara.

Kita semestinya meneladani Mas Isman dan I Gusti Ngurah Made Agung yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Mereka menghadapi penjajah, musuh bangsa ketika itu. Kita bisa mewujudkannya dengan berani menghadapi musuh bangsa sekarang, yaitu ketidak-adilan, kemiskinan dan keterbelakangan dengan perjuangan melalui pembangunan yang berkeadilan.

Tanpa menjadi ahli waris bagi semangat para pahlawan, peringatan setiap 10 November akan menjadi seremoni kosong, bahkan kesia-siaan dan pemborosan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home