Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 13:19 WIB | Minggu, 31 Juli 2016

“Ahok Berhasil Patahkan Budaya Mahar Politik”

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, hari Jumat (29/7) pagi, di Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Juru Bicara Komunitas Pendukung Ahok (Kompak), Tsamara Amany, menyatakan dengan didukungnya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), oleh partai politik (Parpol) dan juga tim relawan Teman Ahok untuk pencalonannya di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017, Ahok dianggap telah berhasil mematahkan budaya ‘mahar politik’ .

“Satu hal yang pasti yaitu Ahok berhasil mematahkan budaya mahar politik,” kata Tsamara dalam Talkshow Akhir Pekan dengan topik “KTP untuk Teman Parpol”, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, hari Sabtu (30/7) siang.

Ahok, dikatakan oleh Tsamara, juga mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja parpol. Pasalnya, Ahok mampu didukung oleh sekaligus tiga parpol dan tim relawan secara sukarela atau tanpa membayar mahal suara dukungan.

“Pemimpin yang baik hanya perlu bermodalkan prestasi untuk bisa mendapatkan dukungan tanpa dipusingkan dengan mahar politik,” katanya.

Tsamara merupakan salah seorang yang mengajukan yudisial review bagi jalur perseorangan di Indonesia. Hal itu dilakukannya karena ia melihat secara general, yakni bahwa tidak semua calon pemimpin yang berkualitas memiliki magnet politik seperti Ahok.

“Kami mengajukan yudisial review untuk calon perseorangan, karena tidak semua punya magnet politik seperti Pak Ahok. Harus selalu ada kesempatan bagi calon perseorangan yang berkompeten,” ujar Tsamara.

Menurutnya, calon pemimpin tak bisa dikatakan baik dan buruk melalui jalur politik yang dipilihnya. “Maju lewat jalur parpol atau independen sama-sama hebat,” katanya.

Sebelumnya, Ahok telah mengumumkan di depan Teman Ahok dan para perwakilan dari tiga partai pendukungnya bahwa ia akan melaju dalam Pilkada DKI Jakarta melalui jalur partai politik, hari Rabu (27/7), dalam acara halal bihalal yang bertempat di Sekretariat Teman Ahok, Pejaten, Jakarta Selatan.

Mahar Politik dan Korelasinya dengan Praktik Korupsi di Indonesia

Dikutip dari laman Indonesia Corupption Watch (ICW), pada tingkat yang wajar, uang diperlukan untuk menggerakkan demokrasi. Namun, uang akan menyebabkan kerusakan dan kebusukan pada sistem jika ia menjadi satu-satunya cara untuk memenangkan kompetisi politik. Sistem politik yang berbiaya mahal juga memicu maraknya praktek korupsi.

Demokrasi Indonesia tampaknya tengah terancam hancur, karena dominasi uang dalam politik. Pilkada yang seharusnya dapat berjalan baik terganjal syarat mahar politik bagi calon yang hendak maju sebagai kepala daerah. Syarat mahar melahirkan kondisi abnormal dalam Pilkada, karena memungkinkan hanya ada satu pasangan calon, akan tetapi juga menjegal langkah orang-orang yang berkualitas untuk turut serta dalam kompetisi.

Mahar politik, sebagai syarat utama mendapatkan dukungan parpol sesungguhnya merupakan praktek ilegal yang dilarang, dan karenanya bisa diproses secara hukum.

UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota mengatur secara jelas sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada setiap orang dan partai yang memperdagangkan dukungan.

Dalam pasal 47 UU Nomor 8 Tahun 2015 disebutkan bahwa parpol atau gabungan parpol dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota; dan setiap parpol atau gabungan parpol yang terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.

Secara normatif, terdapat pelarangan atas praktek mahar politik, maka kunci untuk membersihkan parpol dan sistem politik dari korupsi adalah kemampuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menindaklanjuti dan mengawasi setiap indikasi suap-menyuap antara kandidat dengan ‘elit partai’.

Kerja sama yang baik antara Bawaslu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kepolisian, kejaksaan, dirjen pajak, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memerangi praktik mahar politik akan mengerem maraknya politik transaksional dalam pilkada.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home