Loading...
BUDAYA
Penulis: Ignatius Dwiana 07:37 WIB | Rabu, 21 Agustus 2013

AMAN: Di Banyak Tempat Masyarakat Adat Belum Merdeka

AMAN: Di Banyak Tempat Masyarakat Adat Belum Merdeka
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan (Foto Ignatius Dwiana)
AMAN: Di Banyak Tempat Masyarakat Adat Belum Merdeka
Tari Mandau dari Dayak.
AMAN: Di Banyak Tempat Masyarakat Adat Belum Merdeka
Tarian dari Sanggar Anak Akar.
AMAN: Di Banyak Tempat Masyarakat Adat Belum Merdeka
Pertunjukan Musik Gondang dari Tapanuli.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan proklamasi 17 Agustus diharapkan dapat menyemangati masyarakat adat untuk tetap berjuang meraih kemerdekaannya. Karena di banyak tempat, masyarakat adat belum merdeka.

Keterangan ini disampaikan  Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, dalam sambutan resepsi perayaan dan malam budaya memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional pada hari Senin malam (19/8) di Jakarta.

Hari Masyarakat Adat Internasional dirayakan setiap tanggal 9 Agustus. Tetapi karena bertepatan dengan hari Lebaran, maka AMAN mengundurkan perayaannya pada 19 Agustus.

Dalam pidato memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional, Abdon Nababan, mengatakan, “Sembilan Agustus adalah hari terbentuknya kelompok kerja untuk membahas deklarasi PBB tentang masyarakat adat. Kemudian hari inilah yang diadopsi Sidang Umum PBB pada tahun 1994 sebagai hari internasional Masyarakat Adat Sedunia. Sebelum tahun-tahun itu sebenarnya politik pengingkaran, politik penyangkalan terhadap keberadaan masyarakat adat itu terjadi. Mereka dianggap ada hanya ketika konflik.”

Setelah dinyatakan Hari Masyarakat Adat Sedunia pada tahun 1994, setahun setelahnya dinyatakan Dekade Masyarakat Adat. Banyak perubahan di tingkat internasional. Banyak instrumen HAM berkaitan masyarakat adat berkembang di PBB.

“Para pendiri bangsa ini sadar bahwa pondasi bangsa ini dibangun dari masyarakat adat sehingga tersebut dalam konstitusi kita. Jadi politik pengingkaran, politik penyangkalan, sebenarnya terjadi setelah konstitusi ada. Konstitusi kita demikian progresif pada tahun 1945, tetapi 68 tahun kemudian tidak ada undang-undang yang melaksanakan hak konstitusional masyarakat adat. Sampai hari ini pun belum.”

Malam itu juga turut diumumkan para pemenang AMAN Awards untuk tiga kategori yaitu film dokumenter, radio komunitas, dan artikel yang dibuat para jurnalis. Masing-masing kategori hanya dipilih satu pemenang.

Pemenang kategori film dokumenter berjudul “Kurang Sisik Rumput Tumbuh, Kurang Siang Tunoy Menjedi” dari Komunitas Adat KMB (Kelompok Makekal Bersatu) Orang Rimba Bukit 12. Pemenang kategori radio komunitas “Hutan Adat Bukan Lagi Hutan Negara” dari Komunitas Kampung Secanggang Sumatera Utara Radio Komunitas Gelora FM 107,7. Kategori pemenang jurnalistik adalah Prodita Sabarini berjudul, ““Recognition of Indigenous Peoples Stuck in Red Tape” dari The Jakarta Post.

Resepsi perayaan dan malam budaya ini dimeriahkan pula dengan Tari Mandau, Tarian dari Sanggar Anak Akar, dan pertunjukan musik Gondang. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home