Antisipasi Peningkatan Kasus COVID-19, Tenaga Kesehatan Serukan Karantina Wilayah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah pakar kesehatan menyarankan Pemerintah Indonesia mempertimbangkan kemungkinan pembatasan wilayah yang lebih ketat alias lockdown, demi mengantisipasi pertambahan jumlah kasus.
Sejak akhir pekan lalu, pemerintah tengah menjalankan rapid testing, atau tes cepat, pada kelompok orang yang dinilai paling berisiko terpapar sesuai hasil penelusuran kontak. Menurut data pemerintah, orang yang berisiko terpapar virus corona antara 600.000 sampai 700.000 orang.
Langkah pelaksanaan tes massal ini, dinilai tenaga kesehatan sebagai cara efektif memetakan pusat-pusat penyebaran. Namun demikian, mereka juga mengimbau jika tren penyebaran itu cukup pesat pada suatu wilayah, sehingga tidak lagi memungkinkan untuk menelusuri kasus, maka lockdown, atau penutupan wilayah memang patut menjadi pilihan.
Muhammad Adib Khumaidi, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan, dalam hal ini, pemerintah harus menyiapkan skenario penutupan, karena kondisi itu akan menimbulkan berbagai konsekuensi.
"Solusi atau persiapan lockdown tetap harus disiapkan. Pada suatu kondisi, kita nggak tahu nih penyebarannya sampai seberapa, sehingga itu, kalau umpamanya nanti itu benar-benar kondisinya sudah semakin parah dan kita tidak bisa (menelusuri kasus), kita sudah siap dengan lockdown," kata Adib kepada BBC News Indonesia pada hari Minggu (22/3).
Sejauh ini, pemerintah menekankan masyarakat untuk mematuhi imbauan, untuk menjaga jarak demi menekan penyebaran virus.
Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat.
Sejak pertama kali terdeteksi pada awal Maret, data pada Minggu (22/3), 514 orang dinyatakan terjangkit virus corona, 48 di antara mereka meninggal dunia. Jumlah pasien yang sembuh tercatat 29 orang.
Jumlah kasus terbanyak terpusat di Jakarta, dengan 307 kasus, 29 orang di antara mereka meninggal dunia, dan yang sembuh sebanyak 22 orang.
Jakarta Status Darurat
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menetapkan status tanggap darurat untuk 14 hari ke depan. Di dalam surat edaran, gubernur mengimbau kepada seluruh perusahaan di DKI Jakarta, untuk menghentikan seluruh kegiatan perkantoran untuk sementara waktu dan bekerja dari rumah.
Bagi perusahaan yang tidak dapat menghentikan total kegiatan perkantoran, diimbau untuk mengurangi kegiatan perkantoran hingga batas minimal.
Dalam kasus Jakarta, IDI mengusulkan harus ada evaluasi dalam jangka waktu yang dekat, untuk menilai tren pelonjakan kasus dan tingkat kepatuhan penerapan perenggangan sosial pada warga ibu kota.
"Bila melihat tren penemuan kasus (meningkat) dan kepatuhan (social distancing dan stay at home) rendah, ya itu (lockdown) harus menjadi pilihan yang dipersiapkan oleh Jakarta," kata Adib, Wakil Ketua Umum PB IDI.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Jakarta, Erlina Burhan, mengatakan pertimbangan lockdown harus menjadi prioritas, beserta memperhatikan konsekuensinya.
"Mungkin itu harus dilakukan, jangan sampai terlambat. Tapi tentu saja dipikirkan juga bagaimana distribusi makanan, obat-obat, bagaimana rakyat kecil yang dapat uangnya secara harian.
"Itu kalau ada kompensasinya, mungkin orang akan patuh untuk tinggal di rumahnya," kata Erlina.
Sementara, Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, mengatakan semestinya yang dilakukan saat ini adalah penapisan atau screening massal, yang tidak hanya terbatas pada orang-orang yang memiliki gejala.
"Kita harus benar-benar melakukan masif screening. Jadi betul-betul semua harus diperiksa sepenuhnya," kata Herawati.
Lebih lagi, ia mengatakan wilayah dengan jumlah kasus yang tinggi, seperti Jakarta, memang layak menerapkan pembatasan gerakan masyarakat yang lebih ketat, yaitu hanya untuk kegiatan sangat penting.
"Yang mungkin yang bisa sementara ini cocok buat kita itu adalah restricted movement (pergerakan terbatas), pokoknya tidak ada kerumunan, tapi di mana orang-orang masih bisa membeli bahan-bahan pokok, masih bisa pergi ke fasilitas kesehatan," kata Herawati.
Masyarakat Diminta Disiplin Menjaga Jarak
Kasus virus secara global tercatat setidaknya 300.000, dengan angka kematian melewati 13.000 orang. Sementara itu, sekitar 90.000 orang yang terkena virus telah dinyatakan pulih.
Beberapa negara telah menerapkan langkah pembatasan yang ketat demi menekan penyebaran virus.
Wilayah Lombardia di Italia pada akhir pekan, menerapkan aturan pembatasan yang lebih ketat, termasuk melarang olahraga dan aktivitas fisik di luar rumah, bahkan secara individu.
Wilayah yang paling terdampak di negara itu bahkan melarang penggunaan mesin penjual otomatis, alias vending machine.
Sementara di Spanyol, pemerintah setempat menerapkan karantina bagi seluruh 46 juta penduduk yang hanya diizinkan meninggalkan rumah mereka untuk pekerjaan penting, belanja makanan, alasan medis, atau untuk mengajak anjing jalan-jalan.
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan pemerintah belum mempertimbangkan opsi karantina wilayah, atau lockdown.
Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, menekankan masyarakat saat ini harus mematuhi imbauan untuk menjaga jarak sosial demi mencegah penyebaran virus.
"Hentikan segala polemik yang berhubungan dengan status, seperti istilah lockdown. Yang kita butuhkan sekarang adalah kedisiplinan, tentang bagaimana kita bisa menjabarkan social distancing - jaga jarak, jangan berdekatan, dilarang berkumpul."
"Ini tolong dipatuhi. Tanpa kita mematuhi ini, semakin banyak masyarakat terpapar," kata Doni pada Minggu (22/03). (bbc.com)
Pidato Penerima Nobel Perdamaian: Korban Mengenang Kengerian...
OSLO, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria Jepang berusia 92 tahun yang selamat dari pengeboman atom Amerika...