Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 15:31 WIB | Kamis, 20 November 2014

Artha Meris Divonis Tiga Tahun Penjara

Tersangka Artha Meris usai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan suap kepada mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini sebesar USD 522.500 atau sekitar Rp 6 miliar. Artha tiba sekitar pukul 09.50 WIB didampingi oleh kuasa hukumnya untuk menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (22/8) (Foto: Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai memberikan suap sebesar USD 522.500 (Rp 6 miliar) kepada mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini untuk mendapatkan rekomendasi penurunan harga gas.

"Menyatakan terdakwa Artha Meris Simbolon terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan pertama dan kedua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 3 tahun dan pidana denda Rp100 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti kurungan 3 bulan," kata ketua majelis hakim Saiful Arif dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (20/11).

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Artha Meris dihukum 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 5 bulan kurungan.

Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hakim yang terdiri atas Saiful Arif, Casmaya, Supriyono, Anwar dan Ugo juga menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam putusan tersebut.

"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Hal yang meringankan terdakwa, adalah  berlaku sopan, terdakwa belum pernah dihukum," kata hakim anggota Ugo.

Hakim menilai bahwa Artha Meris terbukti memberikan hadiah kepada Rudi selaku penyelenggara negara sehingga melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

Menurut Hakim, Artha Meris terbukti mengajukan permohonan pemberian rekomendasi penyesuaian harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri dan menaikkan harga gas PT Kaltim Pasifik Amoniak yang disampaikan kepada Rudi Rubiandini, ketika itu sebagai Kepala SKK Migas. Pada saat itu Rudi Rubiandini menjawab, "Itu urusan saya lah,"  dan menerima uang USD 522.500 (sekitar Rp 6 miliar) melalui Deviardi, pelatih golfnya. 

"Maka penyerahan uang sebesar USD 522.500 (sekitar Rp 6 miliar) terbukti, dan unsur memberi atau menjanjikan sesuatu sudah terpenuhi dan ada dalam diri terdakwa," kata hakim anggota Anwar.

Pemberian uang tersebut dilakukan dalam 4 kali. Pertama,  pada April 2013 Artha Meris menyerahkan USD 275.500 (sekitar Rp 3 miliar) di Plaza Senayan. Kedua, pada 11 Juli 2013 diserahkan uang USD 50.000 (sekitar Rp 609 juta).  Selanjutnya 1 Agustus 2013 diberikan USD 50.000 (sekitar Rp 609 juta) di McDonald Kemang, dan keempat, sebesar USD 200.000 (sekitar Rp 2 miliar) diberikan pada 3 Agustus 2013 di rumah makan Sate Senayan Menteng. Seluruhnya diterima oleh Deviardi.

Semua uang tersebut disimpan di safe deposit box Bank CIMB Niaga cabang Pondok Indah milik Deviardi, dan setiap penerimaan uang Rudi menjawab "Pegang sajalah".

"Hakim tidak sepakat dengan pembelaan terdakwa yang mengatakan tidak ada saksi satu pun yang melihat pemberian uang tersebut, terdakwa tidak kenal Deviardi dan tidak ada hubungan personil dengan saksi Rudi Rubiandini dan saksi Rudi juga mengatakan tidak pernah menerima uang dari terdakwa. Menimbang percakapan yang diperdengarkan, walau oleh terdakwa dibantah, hal tersebut cukup meyakinkan majelis hakim bahwa pemberian uang USD 522.500 (sekitar Rp 6 miliar) kepada Rudi Rubiandini melalui Deviardi sudah sah menurut hukum, sehingga pembelaan terdakwa yang menyatakan tidak pernah memberikan uang harus ditolak," kata hakim Anwar.

Hakim juga menegaskan bahwa Artha Meris terbukti melakukan perbuatan yang menjadikan pegawai negeri berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

"Dari uraian fakta hukum, tampak bahwa dengan ada pemberian uang yang dilakukan terdakwa Artha Meris kepada saksi Rudi Rubiandini melalui Deviardi dengan maksud agar saksi Rudi selaku Kepala SKK Migas memberikan rekomendasi harga gas PT Kaltim Parna Industri. Menimbang dengan permohonan harga gas, saksi Rudi pernah memerintahkan Widyawan Prawira, Poppy Ahmad Nafis dan Rakhmat Asyhari untuk menaikkan harga PT KPA dan menurunkan harga PT KPI, tentu ini bertentangan dengan kewajiban Kepala SKK Migas tentang penyelenggaraan negara yang bebas korupsi," ungkap hakim Supriyono.

Atas putusan itu, Artha Meris menyatakan pikir-pikir.

"Kami sudah berkonsultasi dengan klien kami Artha Meris dan setelah mempertimbangankan putusan yang mulia, kami mengambil posisi untuk pikir-pikir atas putusan tersebut," kata pengacara Artha Meris, Otto Hasibuan.

Sedangkan JPU KPK juga menyatakan pikir-pikir.

Terkait kasus ini, Rudi Rubiandini sudah divonis bersalah dan harus menjalani hukuman 7 tahun penjara sedangkan pelatih golfnya Deviardi divonis 4,5 tahun penjara. Sedangkan penyuap Rudi yaitu Operational Manager PT Kernel Oil Pte Limited (KOPL) Simon Gunawan Tandjaya divonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan. (Ant)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home