Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 17:22 WIB | Rabu, 25 Februari 2015

AS Kirim Surat Protes ke Menkominfo Tentang Aturan Smartphone

Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara (Foto: dok. satuharapan.com)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Amerika Serikat berusaha menekan Indonesia untuk memperlonggar kewajiban menggunakan komponen lokal pada produk telepon selular yang dijual di Indonesia, dalam peraturan yang kini tengah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk diberlakukan mulai Januari 2017.

Amerika Serikat menganggap aturan tersebut akan menghambat upaya perusahaan AS, seperti Apple, untuk berekspansi di Indonesia, salah satu pasar telepon pintar terbesar di dunia.

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) di bawah Menteri Rudiantara, diketahui kini berusaha merampungkan peraturan tersebut akhir bulan depan. Peraturan itu nantinya mengharuskan setiap perusahaan yang menjual smartphone dan tablet di Indonesia, menggunakan komponen lokal, yaitu komponen yang diproduksi di dalam negeri Indonesia, setidaknya 40 persen.

Menurut Reuters, yang melansir berita ini hari ini (25/1), kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR), yang menjadi pemimpin negosiator perdagangan luar negeri AS, telah mengangkat isu ini kepada pihak yang berwenang di Indonesia di berbagai forum multinasional.

Kritik terhadap peraturan 'made in Indonesia' itu terutama mempersoalkan peningkatan biaya produksi yang ditimbulkannya serta kemungkinan membatasi akses Indonesia kepada teknologi komunikasi dan informasi. Kritik ini telah disuarakan oleh sejumlah kelompok bisnis berpengaruh di AS.

"Amerika Serikat berbagi keprihatinan ini, dan sangat ingin memastikan bahwa teknologi informasi dan komunikasi yang amat penting bagi perkembangan ekonomi, tersedia secara terbuka di Indonesia," kata juru bicara USTR di Washington.

Menurut data yang dilansir perusahaan riset Canalys, kurang dari sepertiga penduduk Indonesia memiliki ponsel pintar. Angka ini memang jauh lebih rendah dari Tiongkok yang mencapai hampir 80 persen. Namun, justru karena itu, Indoensia dianggap pasar yang memiliki prospek cerah ke depan dan sangat menarik bagi perusahaan seperti Apple Inc. dan pesaingnya dari Korea Selatan, Samsung Electronics Co Ltd.

Apple sejauh ini belum memproduksi ponsel di Indonesia. Perusahaan yang menjadi pemasok komponen Apple, Foxconn, dalam beberapa tahun terakhir banyak mengemukakan rencana untuk membuka pabrik di Indonesia. Namun sejauh ini, belum ada tanda-tanda perusahaan yang berbasis di Taiwan itu merealisasikan niatnya. Sementara Samsung sudah mulai memproduksi ponsel di Indonesia setelah membuka pabriknya tahun lalu.

Januari lalu, Rudiantara mengatakan bahwa UU baru itu akan membuat Indonesia mendapatkan paling tidak US$ 4 miliar dari bisnis telepon selular. Upaya ini juga dilakukan untuk mendukung imbauan Presiden Joko Widodo menggeser posisi Indonesia dari negara konsumen menjadi negara produsen.

Namun, kebijakan ini tampaknya justru dipandang sangat mengganggu oleh AS. Demikian gentingnya masalah ini, sehingga kantor dagang dan industri AS, yaitu The American Chamber of Commerce (AmCham), menyuarakan keprihatinan ini dengan mengirimkan surat langsung kepada Rudiantara pada 12 Februari lalu.

"Kami khawatir bahwa pendekatan yang diambil dalam rancangan peraturan ini dapat secara tidak sengaja membatasi akses Indonesia ke teknologi baru, meningkatkan biaya Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT) bagi perusahaan Indonesia, merangsang berkembangnya pasar gelap, dan membawa konsekuensi yang tidak diinginkan lainnya," demikian sebagian isi surat AmCham kepada Rudiantara.

Sampai tahun lalu, industri elektronik di Indonesia tidak memiliki pabrik ponsel.

"Salah satu keprihatinan banyak perusahaan, dan bukan hanya perusahaan-perusahaan Amerika, adalah Indonesia tidak memiliki rantai pasok untuk menghasilkan ponsel berkualitas tinggi," demikian Lin Neumann, ketua AmCham untuk Indonesia, berkata kepada Reuters.

Surat kepada Rudiantara juga memperingatkan bahwa aturan yang sedang disusun itu bisa melanggar hukum perdagangan internasional yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Kebijakan mengharuskan kandungan lokal secara paksa atas kegiatan manufaktur dapat memiliki implikasi dalam hal kewajiban Indonesia terhadap WTO," kata surat itu.

Amerika Serikat yang saat ini sedang memiliki empat perkara perdagangan melawan Indonesia, telah berulang kali menyuarakan keprihatinan mengenai peraturan di Indonesia tentang keharusan konten lokal dalam investasi di sektor telekomunikasi di WTO.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home