Loading...
DUNIA
Penulis: Eben Ezer Siadari 15:23 WIB | Rabu, 06 Mei 2015

Australia Kurangi Bantuan ke RI Bukan Membalas Eksekusi Mati

Petugas Australian Aid bersama dengan anak-anak Indonesia. (Foto:Josh Estey for AusAid)

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Australia akan mengurangi bantuan luar negeri untuk Indonesia namun mereka membantah pemotongan itu berkaitan dengan eksekusi mati dua warga negara mereka, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Pemotongan bantuan luar negeri terbesar sepanjang sejarah kini sedang menjadi pembahasan antara Pemerintah Australia dan parlemen. Pemotongan itu diperkirakan mencapai AUS$ 1 miliar. Langkah tersebut pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan bantuan kepada Indonesia, yang selama ini menjadi penerima bantuan Australia terbesar. Tahun lalu, Indonesia mendapat bantuan luar negeri dari Negara Kangguru itu sebesar AUS$ 605,3 juta.

Fairfax Media melaporkan rencana Australia untuk memotong bantuan luar negerinya telah mendatangkan keprihatinan dari sejumlah duta besar negara-negara Afrika, termasuk Botswana, Angola, dan Etiopia. Maret lalu mereka secara bersama-sama telah meminta Kemenlu Australia untuk tidak memotong bantuannya ke negara mereka.

Seorang anggota parlemen dari Partai Liberal yang hadir pada pertemuan itu menegaskan para duta besar menyampaikan kepada anggota komite, bahwa mereka memohon dengan sangat agar bantuan tidak dihentikan karena sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem.

Direktur Australian Council for International Development, Marc Purcell, mengatakan pemerintah harus secara hati-hati dalam menyajikan rencana pemotongan bantuan, terutama untuk Indonesia.

Pada satu sisi, sebagian besar masyarakat Australia ingin agar bantuan terhadap Indonesia dikurangi, tetapi di sisi lain Australia memiliki kepentingan untuk menjaga hubungan diplomatik dengan Indonesia.

"Faktanya adalah bantuan luar negeri ke Indonesia akan dipotong pada anggaran yang akan datang ini sebagai bagian dari pemotongan sebesar AU$ 1 miliar yang diumumkan oleh Joe Hockey," kata Purcell.

Dia mengatakan Menteri Luar Negeri Julie Bishop telah ditempatkan pada posisi yang sulit dalam hal ini.

"Ada segmen masyarakat menginginkan pemotongan bantuan," katanya. "Tapi itu juga bisa berisiko terhadap hubungan diplomatik dengan Indonesia jika disalahmengertikan."

Dia meramalkan bahwa bantuan ke Afrika akan dihapuskan dalam anggaran.

Di sisi lain, para akademisi memperkirakan pengurangan besar bantuan luar negeri  tidak akan menyentuh negara-neagra yang menawarkan pemrosesan atau pemukiman kembali para pencari suaka dan pengungsi. Termasuk di dalamnya adalah Papua Nugini, yang merupakan penerima terbesar kedua bantuan Australia, sebesar AUS$ 577,1 juta tahun lalu. Hal yang sama juga termasuk bagi Nauru dan Kamboja.

Robin Davies, peneliti pada Graduate Institute of International Studies di Jenewa, mengatakan tidak peduli seberapa besar pemotongan bantuan kepada Indonesia, pemerintah akan tetap dalam posisi sulit dalam memutuskannya.

"Hal itu dalam beberapa hal pasti akan dipandang sebagai hukuman," kata dia.

"Saya tidak yakin apakah pemerintah akan terlalu khawatir jika hal itu dilihat sebagai pembalasan."

Profesor Stephen Howes, direktur Pusat Kebijakan Pembangunan di Australian Antional University, mengatakan kurangnya kesadaran masyarakat akan pemotongan bantuan membantu dapat menyebabkan orang percaya bahwa Australia memotong bantuan kepada Indonesia sebagai pembalasan.

"Ini adalah pengurangan bantuan terbesar yang pernah terjadi... tentu dapat dipastikan bantuan kepada Indonesia juga ikut dikurangi."

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home