Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta 12:46 WIB | Sabtu, 20 April 2013

Azzam Alwash Penyelamat Sungai Eufrat dan Tigris dari Kerusakan Lingkungan

Azzam Alwash Penyelamat Sungai Eufrat dan Tigris dari Kerusakan Lingkungan
Azzam Alwash (www.pbs.org)
Azzam Alwash Penyelamat Sungai Eufrat dan Tigris dari Kerusakan Lingkungan
Sungai Eufrat dan Tigris (www.dspace.librari.uvic.ca)

MESOPOTAMIA, SATUHARAPAN.COM - Semak-semak di Irak Selatan dikenal banyak orang sebagai tempat lahirnya peradaban. Wilayah yang terletak antara Sungai Eufrat dan Sungai Tigris dahulu adalah sumber mata air hidup, dimana banyak hewan-hewan seperti kuda nil, singa, serigala dan rusa mandi disitu. Tempat ini termasuk salah satu wilayah sebaran burung.

Pada pertengahan tahun 1990-an, saat rezim Saddam Husein melakukan kekacauan menyebabkan daerah yang dihuni Arab Syiah ini sempat menjadi tempat pengungsian akibat serangan tentara Kuwait. Dahulu daerah Mesopotamia ini ditumbuhi semak-semak yang subur dikenal juga sebagai Taman Eden berubah menjadi wilayah kering muladi dari masa hidup bangsa Sumeria yang pernah hidup di daerah Mesopotamia selama lebih dari ribuan tahun.

Azzam Alwash muda yang menghabiskan waktu berhari-hari di semak-semak dengan ayahnya yang kepala irigasi pada sekitar tahun 1960-an. Azzam ingat betul saat memandang kedalaman sungai yang jernih sehingga terlihat ikan-ikan hilir mudik kesana kemari.

Saat rezim Saddam Hussein berkuasa, Alwash pindah ke Amerika Serikat untuk menghindari pembantaian. Ia pindah karena ingin memperoleh pendidikan yang baik, nantinya bekerja sebagai insinyur mesin dan berkeluarga di Los Angeles. Saat di Los Angeles ia sempat tak percaya dengan kabar bahwa kawasan rawa-rawa Mesopotamia hancur.

Rezim Saddam Hussein jatuh adalah saat yang tepat bagi Azzam untuk kembali ke tempat yang menjadi kenangan masa kecilnya. Pada tahun 2003, ia membuat keputusan sulit karena harus kembali ke Irak sembari berharap putri-putrinya melihat tempat kesukaan Azzam saat anak-anak.

Saat kembali melihat wilayah rawa-rawa yang telah kering, Alwash terkejut dan pesimis bisa mengembalikan lingkungan dari kerusakan dan membangun kembali infrastruktur yang hancur. Tahun 2004, Alwash bertekad mengaplikasikan ilmunya sebagai insinyur hidrologi, ia lalu mendirikan yayasan nir laba Nature Iraq, melakukan survei wilayah untuk membuat master plan wilayah itu. Alwash punya akses kepada menteri lingkungan hidup dan air untuk memberi pemahaman kepada pemerintah Irak tentang lingkungan, sosial dan keuntungan finansial dari mengolah rawa-rawa tersebut.

Aktivitas Azzam tak hanya berisiko politis, namun juga berbahaya. Petugas keamanan sangat penting dan harus ada bersama Azzam dan rekan sekerjanya, karena mungkin ada ancaman penculikan, pembunuhan dan pembantaian karena saat itu Irak sedang diguncang skandal isu terorisme.

Walau kompleks masalahnya, wilayah rawa-rawa Mesopotamia mulai menghijau lagi berkat Alwash. Hampir sebagian besar Rawa Mesopotamia teraliri air lagi dan bangsa Sumeria mulai menempati wilayah itu lagi. Rawa-rawa yang telah dipugar akan segera diresmikan sebagai taman nasional pertama di negara itu pada musim semi 2013, setelah melalui proses yang cukup melelahkan dari seorang Alwash.

Alwash masih meneruskan pekerjaannya yakni membangun rangkaian 23 bendungan di sepanjang perbatasan Turki dan Syria. Kalau bendungan-bendungan sudah berfungsi, nantinya akan mengurangi debit air ke Mesopotamia.

Sebuah lembaga yang menyoroti masalah lingkungan hidup, Goldman Enviromental Prize melihat perjuangan Azzam Alwash dalam mengembalikan keberadaan sungai dan bendungan itu. Bersama lima pejuang lingkungan hidup dari seluruh dunia, dia menerima Goldman Enviromental Prize 2013.

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home