Basuki Berpesan Air Jakarta Dikelola dengan Maksimal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Air yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan paling mendasar bagi warga Jakarta harus dikelola maksimal. Pemerintah daerah pihaknya merasa perlu memberikan yang terbaik terutama dalam pemenuhan kebutuhan air.
Hal ini dikemukakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat memberi arahan di hadapan para hadirin dalam acara Sosialisasi Ketahanan Air di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan di Balai Agung, Kantor Gubernur DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (8/10).
“Seharusnya masalah ini (pengelolaan air) adalah hal yang krusial, saya tidak mau sembarangan. Perusahaan harus prioritaskan ke rakyat atau bahkan yang kurang mampu, jangan ke industri duluan yang dikasih,” kata Basuki.
Basuki beralasan demikian karena saat dia muda dahulu dia melihat ada ketidak adilan dari sebuah BUMD (Badan usaha milik daerah) yang membidangi tata kelola air yakni PD PAM (Perusahaan Daerah Perusahaan Air Minum) Jaya.
“Saya dendam luar biasa pada PAM, ada tangki air gratis, malah mereka jual ke industri, bukannya mengutamakan warga tapi malah monopoli industri, ini kan nggak bener," Basuki menjelaskan kegeramannya dan disambut tawa para hadirin.
Basuki menjelaskan walau kala itu dia hidup berkecukupan tetapi dia prihatin karena seharusnya mobil tangki digunakan untuk warga Jakarta yang hidup di daerah perkampungan kumuh dan miskin yang memiliki kualitas air tanah tidak baik.
Kegeraman lainnya, Basuki mengemukakan saat dia belum menjadi anggota parlemen (DPR-RI) dia pernah ditagih pembayaran air secara tiba-tiba. Pria yang akrab disapa Ahok itu mengaku rajin dan tidak pernah telat membayar air. Tiba-tiba saja ia ditagih untuk membayar dua bulan kekurangannya.
“Kenapa tagihan ini tidak datang dari dulu? Mereka (PD PAM Jaya) mengancam, bayar (tagihan air) atau diputus. Ini cara arogansi dari penguasa air yang saya enggak suka, karena air begitu penting," Basuki menambahkan.
Basuki berharap pengelolaan air juga mendapat penguatan dari payung hukum seperti dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 37 Tahun 2011 yang berbunyi
“Pengambilan air tanah secara berlebihan di wilayah DKI Jakarta akan mengakibatkan dampak antara lain penurunan muka tanah dan penurunan kualitas air. Pelanggaran terhadap pemanfaataan Air Bawah Tanah yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi administrasi, perdata dan pidana,” petikan undang-undang tersebut.
Editor : Bayu Probo
Pancasila Jadi Penengah Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Leonard Chrysostomos Epafras ...