Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 11:09 WIB | Sabtu, 28 Januari 2017

Belajar Bahagia

Kerajaan Allah tentu hanya disediakan bagi mereka yang total menggantungkan dirinya kepada Allah saja.
Sabda di Bukit (foto istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Berbahagialah. Itulah kata yang berulang kali diucapkan Yesus kepada orang banyak di atas bukit (Mat. 5:3-12) Namun, yang menarik untuk disimak, ternyata alasan untuk berbahagia itu bukanlah karena hilangnya semua penderitaan. Tidak sama sekali.

Mari kita perhatikan beberapa alasan kebahagiaan itu. Alasan kebahagiaan orang yang miskin di hadapan Allah bukanlah karena nanti dia menjadi kaya, tetapi karena merekalah pemilik Kerajaan Surga. Sejatinya orang yang miskin di hadapan Allah adalah orang yang menggantungkan harapnya hanya kepada Tuhan.

Situasinya sama dengan pemazmur yang meratap, ”Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku” [Mzm. 6:7). Dalam BIMK tertera: ”Aku letih lesu karena mengaduh; setiap malam air mataku mengalir membasahi tempat tidurku.” Dan karena pemazmur menggantungkan dirinya hanya kepada Allah saja, sungguh merupakan hal yang logis bahwa merekalah yang akan memiliki Kerajaan Surga. Kerajaan Allah tentu hanya disediakan bagi mereka yang total menggantungkan dirinya kepada Allah saja.  

Alasan kebahagiaan orang yang berdukacita bukanlah karena hilangnya dukacita diganti sukacita, tetapi karena dia akan dihibur. Suasana duka itu tidak hilang sama sekali, namun penghiburanlah yang terpenting. Mana yang akan kita pilih: bersukacita tanpa teman atau dalam keadaan duka tetapi merasakan penghiburan dari seorang teman?

Alasan kebahagiaan orang yang membawa damai bukanlah ketiadaan tantangan dari dunia yang keras, tetapi karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Aniaya dan celaan tetap ada, tidak hilang sama sekali, tetapi mereka bisa berbahagia sebab para nabi juga demikian nasibnya.

Di mata Yesus, orang dapat berbahagia sekalipun berkubang masalah. Kebahagian tidaklah terletak pada apa yang dimiliki, atau apa yang dirasakan, tetapi pada sesuatu yang lebih dalam: yakni bagaimana seharusnya manusia hidup.

Rentetan kata sifat (miskin, lemah lembut, suci, dukacita, belas kasihan, damai, lapar dan haus) merupakan jalan hidup yang harus dijalani para pengikut Kristus. Dan jalan hidup ini merupakan bukti nyata seorang Kristen. Dengan itulah mereka dapat disebut berbahagia.

Janganlah pula kita lupa, yang menyebut berbahagia bukanlah sembarang orang, tetapi Yesus sendiri: Allah yang menjadi manusia! Sejatinya, Dia sendiri pernah merasakan semua hal itu! Dan dalam semuanya itu Dia tetap setia menjalankan misi-Nya. Jadi, mari kita belajar bahagia!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home