Loading...
SAINS
Penulis: Sotyati 12:11 WIB | Kamis, 15 Oktober 2015

BMKG Riset Dampak Pemanasan Global di Puncak Jaya dan Antartika

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengirim penelitinya ke Antartika dan Puncak Jaya Papua, dalam kegiatan ekspedisi yang akan memberikan masukan berharga bagi rangkaian penelitian Tahun 2017-2019, Tahun Benua Maritim (Year of Maritime Continent - YMC) dan Year of Polar Initiative (YPI) di Antartika. (Foto: bmkg.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dua peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Wido Hanggoro dan Kadarsah, dilepas secara resmi oleh Kepala BMKG Dr Andi Eka Sakya MEng pada 14 Oktober 2015 untuk melakukan penelitian di Kutub Selatan.

Kedua peneliti itu bergabung dengan Tim Ekspedisi Bureau of Meteorology (BoM) - Australian Antarctic Division (AAD), yang melakukan pelayaran menggunakan kapal riset ke Stasiun Meteorologi Davis (68-35` LS 77-58` BT) di Kutub Selatan. Penelitian itu dilakukan untuk lebih memahami pengaruh laut terhadap kondisi iklim dan cuaca Indonesia.

BMKG, seperti diumumkan dalam situs resminya, pada kesempatan itu juga memberangkatkan empat peneliti, Dyah Lukita Sari, Ferdika A Harapak, Najib Habibie, dan Donny Kristianto, ke Puncak Jaya Papua.

Ekspedisi penelitian itu merupakan program bersama antara BMKG, Ohio University, Colombia University, dan Freeport, yang dilakukan untuk ketiga kalinya sejak tahun 2010. Penelitian itu ditujukan untuk memahami dampak pemanasan global, terutama di wilayah tropis (khatulistiwa).

Kedua ekspedisi tersebut merupakan masukan berharga bagi rangkaian penelitian tahun 2017-2019. Tahun 2017-2019 merupakan Tahun Benua Maritim (Year of Maritime Continent - YMC) dan Year of Polar Initiative (YPI) di Antartika.

Hasil penelitian dari kedua ekpedisi tersebut akan menjadi sumbangan yang sangat berharga secara global dan merupakan batu-tapak pemahaman hubungan telekoneksi iklim antara wilayah tropis dan antartika.

Pemahaman kondisi laut sangat penting mengingat Indonesia dipengaruhi oleh Samudera Pasifik dan Hindia. Akibatnya, Indonesia didominasi oleh sirkulasi monsoon dingin Asia (Oktober-Maret) dan sirkulasi monsoon panas Australia (April-September). Kedua sirkulasi tersebut sangat berpengaruh pada faktor iklim di Indonesia.

Pemahaman kondisi laut yang diperoleh akan dianalisis menggunakan berbagai alat dan data observasi selama perjalanan menggunakan kapal riset dari Hobart menuju Stasiun Meteorologi Davis di Kutub Selatan. Simulasi model meteorologi resolusi tinggi dan pengamatan udara atas menggunakan Light Detection and Ranging (LIDAR) akan difokuskan di Stasiun Meteorologi Davies.

Negara Maritim Terbesar di Dunia

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, dengan lebih dari 70 persen wilayahnya merupakan wilayah lautan. Kebijakan pemerintah yang menitikberatkan pada program kemaritiman merupakan langkah yang sangat tepat.

Berkaitan dengan hal itu, sebelum pelaksanaan kedua ekspedisi tersebut, BMKG juga telah melakukan program terkait kemaritiman. Di antaranya, melalui kerja sama BMKG, BPPT, dan NOAA-USA, dalam Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis (Indonesia Prima) melaksanakan ekspedisi pelayaran ke Samudera Hindia dengan memanfaatkan Kapal Baruna  Jaya I (16 April - 15 Mei 2015).

Rangkaian ekspedisi penelitian tersebut merupakan program penelitian dan sekaligus menjadi “batu-tapak” kontribusi Indonesia terhadap pemahaman dinamika iklim secara global. Posisi strategis geografi Indonesia menjadi kunci pemahaman dinamika iklim dan perubahannya.

Langkah kebijakan itu menjadi bagian dari keberpihakan BMKG dalam bidang penelitian dalam mendukung upaya peningkatan pelayanan meteorologi, klimatologi dan geofisika, serta peningkatan sumber daya manusia Indonesia.(bmkg.go.id

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home