Loading...
MEDIA
Penulis: Eben E. Siadari 14:42 WIB | Senin, 14 November 2016

Breitbart, Media Ecek-ecek Penentu Kemenangan Donald Trump

Stephen K. Bannon, (kiri) dan Larry Solov mengapit foto Andrew Breitbart. Mr. Bannon akan menjadi kepala strategi Gedung Putih dan penasihat senior (Foto: LA Times)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Banyak media arus utama terkejut oleh terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, 8 November lalu. Namun, bagi breitbart.com, kemenangan Trump disambut dengan kegembiraan luar biasa. Kemenangan Trump bahkan dipandang sebagai validasi dari kehadiran media online itu, yang semula diremehkan dan dianggap ecek-ecek.

Breitbart.com adalah satu dari sedikit media yang mendukung Donald Trump. Mereka sendiri menyebut diri sebagai media alternatif terhadap media arus utama yang sebagian besar mendukung Hillary Clinton.

Selama masa kampanye, Breitbart all out mendukung Trump, mengikuti jejak chairmannya, Stephen K. Bannon, yang diangkat menjadi salah satu petinggi tim kampanye Donald Trump. Dan upaya itu ternyata tak sia-sia. Kemarin, Donald Trump telah mengumumkan memilih Bannon sebagai kepala strateginya di Gedung Putih, mulai Januari 2017.

Breitbart pada awalnya dipandang sebelah mata. Para kritikus menganggapnya sebagai situs penebar kebencian. Namun kolumnis John Herrman, menggambarkannya lebih netral. Menurut Herrman, yang menulis di New York TimesBreitbart sebagai media yang berfungsi sebagai penyemangat pembacanya dengan menyediakan berbagai informasi tentang dunia.

Lebih jauh, menurut Herrman, media ini dengan kreatif menyampaikan pesan-pesannya lewat sosial media seperti Facebook, Reddit dan Twitter. Pada gilirannya, upaya kreatif itu memberi kesempatan pembaca mempostingnya kembali lewat akun sosial media mereka.

Media arus utama memang juga menggunakan media sosial untuk menjangkau pembacanya. Tetapi, kata Herrman,umumnya masih menempatkan sosial media itu sebagai 'orang luar', tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sebaliknya dengan Breitbart, yang menempatkan sosial media sebagai motor penebar berita mereka.

Ecek-ecek dan Dicela

"Begitu banyak media mengejek kami, menertawakan kami, menyebut kami dengan segala macam nama," kata Alexander Marlow, pemimpin redaksi Breitbart,  dalam sebuah wawancara pada hari Minggu (13/12) dengan New York Times.

"Tetapi bagi kami ketika itu dilihat sebagai bagian integral dari seorang kandidat presiden, terlepas dari semua kebencian itu, adalah sesuatu yang kami harus nikmati dan kami menikmatinya," kata dia.

Banyak orang memastikan Breitbart akan berubah dan berkembang pasca kemenangan Trump. Sudah ada pembicaraan tentang ekspansi operasi mereka. Apalagi Bannon kini sudah pasti akan menghuni Gedung Putih, mendukung Donald Trump.

Mereka yang menganggap Trump sebagai ancaman bagi kebebasan pers, pengangkatan Bannon bisa jadi dipandang negatif dan harus memicu kewaspadaan. Setelah Trump di Gedung Putih,  Breitbart, menurut kritikus, memiliki potensi untuk memainkan peran yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam kepresidenan modern, yaitu menjadi media Gedung Putih.

Salah seorang yang menganggap hal demikian terjadi adalah Kurt Bardella, mantan juru bicara Breitbart yang mengundurkan diri tahun ini. Menurut dia, media online ini akan seperti media yang dikelola pemerintah.

Di masa kampanye lalu, Breitbart telah dikecam sebagai media misoginis, rasis dan xenofobia. Ia berperan sebagai media pembersih atas serangan-serangan yang ditujukan kepada Trump. Pada saat yang sama, media ini juga dituduh sering menyebarkan rumor tidak berdasar tentang kesehatan Hillary Clinton. Bahkan media ini juga meremehkan reporternya sendiri, Michelle Fields, setelah dia menuduh Corey Lewandowski,  manajer kampanye Trump,  menyerang dirinya.

Tetapi Breitbart tak mau dipandang seperti itu. Sebaliknya, mereka membanggakan diri sebagai media yang mengetahui denyut nadi pembacanya. Artikel-artikelnya ditampilkan dengan judul-judul menggugah, terkadang bombastis, diikuti oleh ragam komentar pembacanya yang juga banyak bernada kontroversial.

Memang tak sepenuhnya salah bila mereka mengklaim mengerti denyut nadi pembacanya. Walaupun diremehkan, pengaruh mereka di media sosial sangat luas, seiring dengan semakin banyaknya warga AS yang mengkonsumsi informasi.Pada malam pemilihan presiden di AS, halaman Facebook Breitbart menerima jumlah tertinggi keempat dalam interaksi dengan pengguna, mengalahkan Fox News, CNN dan New York Times.

Situs media arus utama seperti Fox News, yang pembacanya sebagian besar pendukung Partai Republik, menegaskan bahwa Breitbart bukan pesaing. Mereka mengatakan, media online seperti Breitbart yang hanya memiliki satu outlet, sulit menyaingi Fox News yang juga memiliki jaringan televisinya yang menjangkau puluhan juta rumah.

Memang bila dihitung berdasarkan pengunjung unik ke situs mereka, Breitbart kalah dibanding Fox News, menurut perhitungan statistik comScore. Namun, audiens  Facebook Breitbart telah meningkat dua kali lipat hanya pada tahun lalu saja. Lebih dari itu, Breitbart sering menjadi penentu agenda pembicaraan di sosial media.

Marlow dalam wawancara dengan New York Times memuji Bannon atas kiprahnya memimpin Breitbart. "Steve memahami pemilih, rakyat Amerika, lebih baik daripada siapa pun," kata dia.

Tapi dia menolak premis bahwa Breitbart bisa menjadi versi Amerika dari Pravda (koran pemerintah Rusia).

"Loyalitas kami tidak akan ke Donald Trump; loyalitas kami adalah untuk pembaca kami dan nilai-nilai kami, "kata Marlow.

"Itu terlepas dari peran apa pun posisi yang dimiliki Steve."

"Jika Donald Trump mengelola pemerintahannya dan menghormati pemilih yang memilih dia, kami akan senang," kata dia.

“Tetapi jika dia memunggungi nilai-nilai yang membawa pemilih memberi suara, kami akan kritis. Kami tidak perlu berpikir dua kali tentang itu," kata dia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home