Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 17:04 WIB | Selasa, 03 Februari 2015

Buku Pdt. Basoeki Probowinoto: Pergumulan Abdi Gereja dan Abdi Negara

SATUHARAPAN.COM – Apa yang diungkapkan orang tentang Anda itulah diri Anda. Ungkapan ini barangkali bisa menjadi pemandu untuk melihat sosok tokoh gereja dan nasional, Pendeta Basoeki Probowinoto (19 Januari 1917 – 6 Januari 1989). Meskipun mengingat medan kerja dan pelayanannya yang luas, tidaklah mudah membuat kesimpulan tentang sosok tokoh ini.

Hal itu terlihat dalam buku tentang dia yang berjudul: ‘’Ikrar dan Ikhtiar dalam Hidup Pdt. Basoeki Probowinoto’’ yang disusun oleh Nico L Kana dan N Daldjuni. Buku setebal 446 halaman ini diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Buku ini terbit pertama pada tahun 1987 dalam peringatan ulang tahun ke-70. Namun pada Sabtu (24/1) lalu buku ini diterbitkan kembali dengan berbagai tambahan isi, setelah mengalami beberapa kali cetak ulang. Peluncuran dan diskusi dilakukan di DPRD Kota Salatiga, tempat di mana Probowinoto pernah menjadi ketua DPRD Sementara Kota Salatiga pada periode (1951-1954).

Luasnya Medan Pelayanan

Pak Probo, demikian dia biasa dipanggil, adalah seorang pendeta dari Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ), dan pada masa awal tugas di Jakarta dia bekerja sebagai vikaris yang berperan dalam meletakkan jemaat awal GKJ di Jakarta.

Dia adalah sosok dalam gerakan ekumene di Indonesia, yang menggagas terbentuknya Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja, dan kemudian berperan dalam terbentuknya Dewan Gereja Indonesia (DGI). Dewan ini sekarang dikenal sebagai Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Probowinoto juga seorang politisi. Dia pendiri Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan memimpin partai ini pada tahun-tahun awal. Dia anggota parlemen sementara (KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat) di awal kemerdekaan Indonesia, Anggota DPR Daerah (Sementara) pada dekade berikutnya di Jawa Tengah dan Salatiga. Dia juga tercatat sebagai anggota MPRS.

Dalam pelayanannya di Sinode GKJ, dia pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum, dan terlibat mendirikan dan mengembangkan sekolah dan perguruan tinggi, mengembangkan lembaga pelayanan kesehatan dan rumah sakit, bahkan juga mendirikan yayasan (Trukajaya) yang fokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat.

Dia juga berkontribusi dalam penerbitan Alkitab, khususnya yang berbahasa Jawa, melalui pekerjaannya di Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Namun itu semua hanyalah sebagian, dan yang disebut secara singkat, tentang medan kerja dan pelayanan Probowinoto.

Dalam buku tersebut, tokoh ini ditampilkan secara lebih luas yang mengangkat berbagai gagasan dan impian yang muncul dari dia dan kiprahnya dalam pelayanan dan kerjanya. Bahkan juga ditampilkan tentang bagimana dia kemudian mengembangkan kelompok persekutuan karismatik yang disebutnya sebagai ‘’Pesekutuan Bait Allah’’.

Pandangan Orang

Yang menarik dari buku ini adalah ditampilkannya secara cukup banyak tulisan dari orang-orang yang mengenal atau ‘’bersama’’ dia dalam kiprah di berbagai bidang. Mereka menuliskan pandangan mereka terhadap pemikiran dan tindakan Probowinoto.

Mereka yang menulis pandangannya tentang Probowinoto dalam buku ini, antara lain Drs. R Soetjipto Wirowidjojo, serta sejumlah rekan pelayanan di gereja seperti Prof. Dr. R Soedarmo, dan Dr. Judowibowo Poerwowidagdo.

Dari kalangan Kristen di luar GKJ, ada Dr. TB Simatupang yang membahas tentang umat Kristen dan tanggung jawan dalam sosial politik, juga Dr, Fridolin Ukur, mantan Sekum PGI, yang membahas tentang Pancasila. Di antara kolega dari luar, ada Prof. Dr. J Verkuyl yang cukup lama mengajar teologi di Indonesia dan bergumul dalam gereja-gereja di Indonesia, juga Dr. D Bakker, dan beberapa tokoh lain.

Ikhtiar Probowinoto memang diakui telah memberikan dasar yang penting dalam politik umat Kristen di Indonesia melalui gagasannya dan tindakannya di Parkindo. Demikian juga dalam membangun keesaan gereja melalui DGI (PGI), dan gereja-gereja Jawa, serta pengembangan pelayanan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Namun sebagaimana seorang tokoh yang memimpin organisasi, pikiran dan tidakannya menjadi soorotan yang luas. Dia bisa saja ditentang dan dikritik, selain ada pihak yang mendukung. Keterlibatannya sebagai pendeta dalam politik praktis merupakan salah satu yang menjadi bahan perdebatan.

Dan justru dalam konteks tersebut, buku yang menampilkan ikrar dan ikhtiar dalam kehidupan Probowinoto ini sebagai sebuah pertanggung jawaban tentang pergumulan yang dialaminya sebagai abdi gereja dan abdi negara dengan memberikan argumentasi sesuai konteks ketika itu.

Pandangan sejawatnya tentang dia memberikan pemahaman yang makin dalam telang latar belakang pemikiran dan tindakannya. Dan sekaligus juga menempatkan peran yang diambilnya dalam perkembangan yang terjadi sekarang ini. Catatan dalam buku ini justru kemudian menantan untuk menjadi pergumulan bagi pembaca dalam menyikapi realitas sekarang dan setempat.

Musafir

Dalam buku ini selain mencacat perjalanan hidup Probowinoto, tetapi yang lebih penting adalah argumentasi-argumentasi yang ditampikan oleh tokoh ini tentang pikiran dan tindakannya, serta pandangan-pandangan orang tentang hal itu.

Dengan kata lain buku ini secara terbuka untuk disambut sebagai apresiasi dan ucapan syukur atas peran yang dimainkan Probowinoto dalam kehidupan gereja dan negara. Namun sebagai tokoh senior juga meninggalkan catatan sejarah yang berharga untuk memahami situasi dan pergumulan masa lalu untuk memberi penajaman dalam menyikapi situasi sekarang.

Buku ini yang diterbitkan pertama pada masa-masa akhir hidup Probowinoto mempunyai posisi penting dalam memberikan informasi tentang pergumulan dalam kehidupan umat Kristen di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Dan ini adalah peran penting yang sudah selayaknya diambil oleh seorang ‘’senior citizen’’ pada satu komunitas dan bangsa untuk membuat catatan dan menjadikannya sarana menata kehidupan komunitas bagi para pemimpin sekarang.

Probowinoto, dalam salah satu catatannya menggabarkan dirinya sebagai musafir dalam perjalanan ketika menghadapi berbagai kritik tentang gagasan keesaan gereja. Namun musafir ini telah mengakhiri perjalanan. Catatan pengalaman ini menjadi warisan bagi pemimpin sekarang yang bisa jadi adalah pemimpin bagi kelompok musafir yang masih dalam perjalanan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home