Cenderawasih, Maskot Papua yang Rawan Diselundupkan
SATUHARAPAN.COM – Delapan dari 33 ekor burung yang diselundupkan dalam botol dan kardus, termasuk tiga cenderawasih, dari Papua ke Surabaya, mati dalam penyelundupan yang dikecam banyak pihak. Peristiwa itu terjadi pada Rabu (20/4), dan dua orang telah ditangkap polisi.
"Tersangka dua orang diamankan dan polisi tengah memburu jaringannya," kata Kepala Seksi Konservasi Surabaya, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, Eko Setiobudi, kepada BBC Indonesia.
Ia mengatakan, penyelundup menghadapi ancaman hukuman penjara lima tahun berdasarkan Pasal 21 UU No 5/1990 tentang KSDA hayati dan ekosistem.
Dari 33 ekor yang diselundupkan yang masih hidup adalah empat cenderawasih, empat bayan hijau (jantan), enam kakatua jambul kuning, 11 bayan merah (betina), dan sisanya mati termasuk tiga cenderawasih dan lima bayan hijau. Burung-burung itu diselundupkan dalam kardus dan juga botol.
Sejumlah komentar melalui Facebook BBC Indonesia, mengecam tindakan penyelundupan itu. Dipo Paul, misalnya, menulis, "Yang nyelundup ini orang harus dipenjara dalam botol plastik juga biar tahu rasanya."
Pendiri Profauna, organisasi perlindungan hutan dan satwa liar, Rosek Nursahid, mengecam keras penyelundupan itu dan juga menyebut pengawasan yang masih lemah. "Itu menunjukkan masih lemahnya pengawasan di daerah asal burung itu, yaitu di Maluku Utara dan Papua. Penangkapan di alam di daerah tersebut memang masih terjadi," kata Rosek.
Penyelundupan itu sekaligus menunjukkan permintaan di Jawa masih tinggi karena semakin marak komunitas yang mengatasnamakan pencinta satwa.
Rosek juga mengatakan Profauna mendorong pemerintah mengembangkan wisata alam bird watching di daerah penangkapan di Maluku Utara dengan merekrut penangkap burung sebagai pemandu wisatam, sehingga mereka ada alternatif penghasilan.
Burung Cenderawasih Maskot Papua
Burung cenderawasih, yang menjadi maskot Papua ini memiliki warna bulu indah. Warna bulu yang mencolok itu merupakan kombinasi beberapa warna, seperti hitam, cokelat, oranye, kuning, putih, biru, merah, hijau, dan ungu.
Burung ini semakin molek dengan keberadaan bulu memanjang dan unik yang tumbuh dari paruh, sayap, atau kepalanya, pada burung jantan. Bulu indah tersebut menjadi modal cenderawasih jantan untuk menarik perhatian betina pada musim kawin. Selain memamerkan keindahan bulu, cenderawasih jantan bahkan melakukan gerakan-gerakan atraktif serupa tarian yang dinamis dan indah untuk merebut perhatian betina. Tiap jenis cenderawasih memiliki jenis tarian dan atraksi yang berbeda satu dengan yang lain. Cenderawasih betina cenderung berukuran lebih kecil dengan warna bulu yang tidak seindah dan sesemarak warna cenderawasih jantan.
Karena kemolekan warnanya, burung cenderawasih disebut sebagai burung dari surga, bird of paradise. Bahkan, kabarnya, seperti dikutip dari wikipedia.org, karena keindahannya itu juga burung ini jarang turun ke tanah, lebih sering terbang di udara dan hinggap di dahan pohon.
Cenderawasih, seperti dikutip dari wikipedia.org, terdapat di kawasan Australasia timur Indonesia, Papua Nugini, dan tenggara Australia. Burung yang masuk dalam keluarga Paradisaeidae, suku Passeriformes ini, terdiri atas 13 genera.
Genus Paradisaea sendiri terdiri atas cenderawasih kuning-kecil (Paradisaea minor), cenderawasih kuning-besar (Paradisaea apoda), cenderawasih raggiana (Paradisaea raggiana), cenderawasih goldi (Paradisaea decora), cenderawasih merah (Paradisaea rubra), cenderawasih kaisar (Paradisaea guilielmi), cenderawasih biru (Paradisaea rudolphi).
Paradisaea apoda dideskripsikan sebagai spesimen yang dibawa ke Eropa dari ekpedisi dagang. Spesimen ini disiapkan oleh pedagang pribumi dengan membuang sayap dan kakinya agar dapat dijadikan hiasan. Hal ini tidak diketahui oleh penjelajah dan menimbulkan kepercayaan bahwa burung ini tidak pernah mendarat, namun tetap berada di udara karena bulu-bulunya. Inilah asal mula nama bird of paradise. Nama jenis apoda, berarti 'tak berkaki'.
Secara tradisional, sebagian masyarakat Nusantara mempercayai burung cenderawasih berasal dari kayangan. Secara turun-temurun ada kepercayaan burung ini hanya minum air embun, makan awan.
Sebagian orang juga meyakini burung ini membawa tuah, membuat dagangan laris bagi siapa pun yang memilikinya, serta memiliki khasiat tinggi untuk pengobatan. Burung cenderawasih juga dipercayai sebagai penjaga sejenis batu permata (zamrud hijau) yang tinggi nilainya pada masyarakat Nusantara.
Beberapa jenis cenderawasih, di antaranya cenderawasih kuning kecil, cenderawasih merah, telah masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 Tahun 1999. Pemanfaatan bulu cenderawasih diperbolehkan hanya untuk kepentingan masyarakat lokal dalam menghiasi pakaian adat. Itu pun tentu tidak secara berlebihan dan untungnya masyarakat Papua memiliki kearifan lokal dan adat untuk turut menjaga kelestarian burung ini.
Upah Minimum Jakarta Rp5.396.761
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengumumkan Upah Minim...