Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:15 WIB | Senin, 25 April 2016

Dugong dan Habitat Lamun Hadapi Ancaman Kepunahan

Dugong di padang lamun. (Foto: lipi.go.id)

BOGOR, SATUHARAPAN.COM – Dugong, yang juga kerap disebut sebagai duyung, dan habitat padang lamun, sebagai tempat hidup serta sumber makanannya, menghadapi ancaman kepunahan cukup serius. Ini ditandai dengan mulai berkurangnya habitat padang lamun akibat kerusakan lingkungan.

“Kerusakan padang lamun di Indonesia sangat berkontribusi pada ancaman kepunahan dugong, mengingat pakan utama mamalia laut ini adalah lamun,” kata Wawan Kiswara, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dalam Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun, di Bogor, Rabu (20/4), seperti dilansir dari situs lipi.go.id.

Data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menyebutkan, hanya sekitar 25.752 hektare padang lamun yang telah tervalidasi dari 29 lokasi di Indonesia. Kondisi padang lamun tersebut menurun dari tahun ke tahun.

Wawan mengatakan, sebenarnya dugong telah terdaftar dalam Global Red List of International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam kategori rentan terhadap kepunahan. “Dugong telah pula dilindungi pemerintah dan dilarang diperdagangkan dalam bentuk apa pun sesuai peraturan No 7 Tahun 1999,” katanya.

Namun, katanya, kenyataan di lapangan memperlihatkan mamalia ini sering mengalami ancaman, bahkan kematian karena terjaring nelayan, diikat sebagai peliharaan, dan perburuan masif untuk mengambil daging, minyak, dan air matanya yang konon mengandung nilai ekonomi tinggi.

Ancaman kepunahan dugong, diperburuk juga oleh reproduksi alami yang sangat lambat. Dibutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi dewasa dan 14 bulan untuk melahirkan satu anak, dengan jarak kelahiran 2,5-5 tahun. “Dengan lambatnya reproduksi alami dugong dan rentannya kondisi habitatnya, pelan tapi pasti populasi hewan ini menurun dan kalau tidak diselamatkan tentu akan punah,” katanya.

Karena itu, Wawan berharap kerja sama pihak terkait terutama antara LIPI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan World Wildlife Fund for Nature (WWF) bisa terjalin dengan baik untuk penyelamatannya. “Para pihak terkait secara bersama bisa mengumpulkan data dan informasi terbaru tentang aspek biologi, kondisi ekologi, dan ancaman yang mengintai dugong,” katanya.

Hal senada disampaikan juga Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Agus Dermawan. Ia menyebutkan model konservasi dugong dan padang lamun sangat mendesak untuk segera dibentuk. “Pembentukan ini tentu saja memerlukan sinergi berbagai pihak,” kataya.

Agus mengatakan, saat ini KKP berencana untuk membangun pola konservasi dugong, berbasis manajemen masyarakat lokal. Untuk membangunnya, diperlukan komunikasi dan sosialisasi pada masyarakat lokal di habitat dugong, agar membantu menjaga keberadaan mamalia laut ini di habitatnya.

Konsep ini tentunya tidak mengganggu kehidupan alam dugong. Hewan-hewan tersebut hanya perlu dibuat nyaman di habitatnya, agar wisatawan bisa menyelam dan berinteraksi langsung dengan dugong. “Harapannya agar dugong dan habitat lamun dapat diselamatkan dari kepunahan dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dugong dan keindahan biota laut Indonesia,” katanya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home