Loading...
EKONOMI
Penulis: Wim Goissler 17:10 WIB | Kamis, 06 April 2017

CEO Freeport: Arbitrase Batal bila Negosiasi Berjalan Baik

Ilustrasi. CEO Freeport McMoran, Richard C. Adkerson saat, konferensi pers di Ruang Jade lantai 2 Fairmont Hotel, Senayan, Jakarta, hari Senin (20/2). (Foto: Melki Pangaribuan)

SANTIAGO, SATUHARAPAN.COM - CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson menyambut baik keputusan pemerintah untuk memberikan izin ekspor kepada PT Freeport Indonesia.

Ia meyakini izin ekspor itu akan ditandatangani dalam waktu dekat.

Dengan demikian, kata dia, pihaknya dapat berfokus pada perundingan yang membahas isu-isu jangka panjang dengan pemerintah RI.

Dalam wawancara dengan Bloomberg di Santiago, Adkerson mengatakan pihaknya masih melakukan perundingan dengan pemerintah RI, memisahkan perundingan yang membahas isu-isu jangka pendek dan isu-isu jangka panjang.

“Kami telah bekerja dengan pemerintah dengan pendekatan ini, tetapi belum didokumentasikan secara resmi,” Adkerson, Rabu (5/04).

“Kami memahami (izin) itu terjadi segera dan bahwa tidak akan ada kontroversi dalam dokumentasi itu.”

Pemerintah mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka telah mengeluarkan izin pertambangan, yang akan memungkinkan Freeport untuk melanjutkan ekspor konsentrat tembaga mereka.

Dimulainya kembali pengiriman dari tambang terbesar kedua di dunia akan lebih melonggarkan kendala pasokan tembaga setelah pemogokan di tambang Freeport di Peru dan BHP Billiton Ltd. Escondida di Chili.

Hal ini juga akan membawa dorongan untuk ekonomi di Papua melalui peningkatan penerimaan pemerintah dan terbukanya lapangan kerja.

“Langkah ini merupakan langkah positif untuk proses tersebut,” kata Adkerson dalam wawancara.

“Tidak ada yang berkepentingan untuk menghentikan ekspor Freeport," kata dia.

Freeport telah terlibat dalam negosiasi yang pelik dengan pemerintah. Freeport mencoba memperpanjang Kontrak Karya yang akan berakhir pada 2021.

Namun, pada bulan Januari konflik terjadi karena pemerintah RI menegaskan bahwa perusahaan pertambangan asing, termasuk Freeport, harus mengubah izinnya dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bila ingin mempertahankan hak untuk melakukan ekspor logam semi-olahan, termasuk konsentrat.

Sebagai bagian dari perubahan izin itu, Freeport juga harus membangun smelter, dan melakukan divestasi 51 persen sahamnya.

Freeport menolak keras tuntutan itu, bersumpah untuk mempertahankan KK kecuali mendapat persetujuan stabilitas jangka panjang baru yang menawarkan kerangka hukum dan fiskal yang sama dengan yang diperolehnya pada KK.

Pada bulan Januari, pemerintah menghentikan hak Freeport melakukan ekspor konsentrat yang direspon oleh Freeport dengan mengurangi produksi dan memberhentikan pekerja.

Pada bulan Februari, Freeport membuat pemberitahuan yang mengatakan pihaknya memiliki hak untuk memulai arbitrase 120 hari jika tidak dapat mencapai kesepakatan.

Dalam wawancara, Adkerson mengatakan sampai saat ini pemberitahuan untuk melakukan arbritrase masih berlaku, namun hal itu tidak akan terjadi jika perundingan berjalan dengan baik.

Grasberg saat ini beroperasi sekitar 40 persen untuk memasok smelter di Gresik.

Adkerson mengatakan dia optimis kedua belah pihak akan mencapai kesepakatan jangka panjang yang akan mempertahankan elemen-elemen penting KK.

“Kami akan membicarakannya dengan itikad baik dan saya percaya pemerintah akan begitu juga,” katanya.

“Jadi kemungkinan adalah bahwa akan ada solusi.”

Pada hari Kamis, Indonesia menyatakan akan terus mempertahankan posisinya untuk meminta Freeport mengubah KK menjadi IUPK, membangun smelter dan melakukan divestasi saham 51 persen. Ini menurut pernyataan dari Hadi Djuraid, staf khusus Menteri ESDM yang diposting di situs sekretaris kabinet.

Freeport dan pemerintah akan memulai pembicaraan pada isu-isu jangka panjang minggu depan, katanya.

Sementara itu Adkerson menolak untuk mendiskusikan tujuan Freeport terkait dengan  perjanjian stabilitas. Namun, Adkerson merujuk pada Memorandum of Understanding 2014, di mana ia setuju untuk meningkatkan royalti, membangun smelter dan melakukan divestasi sebanyak 30 persen.

Dia mengatakan walaupun para pemegang saham bersikap sangat mendukung perundingan, mereka masih berusaha untuk dapat memahami mengapa pemerintah RI tidak menghormati kontrak.

“Mereka jelas tidak ingin kami menyerahkan hak jangka panjang kami hanya untuk keperluan jangka pendek untuk ekspor,” kata dia, merujuk kepada pemegang saham.

Salah satu pemegang saham Freeport adalah Carl Icahn, investor dan penasihat khusus Presiden AS Donald Trump untuk masalah regulasi. Namun Adkerson mengatakan Freeport melaporkan persoalan ini langsung kepada pemerintah AS, bukan melalui Icahn.

“Kami berharap pemerintah AS akan sangat mendukung posisi kami,” kata Adkerson.

Ia juga berharap, mitra mereka sebagai pemegang saham, Rio Tinto, juga akan mengajak pemerintah Inggris dan Australia, karena kedua negara itu memiliki kepentingan yang signifikan dalam masalah ini.

Jika pembicaraan gagal untuk menghasilkan pengaturan yang saling menguntungkan, pilihan terbaik Freeport bisa menjadi penjualan penuh Grasberg, menurut Jefferies LLC analis Chris LaFemina.

Jika itu terjadi kemungkinan yang akan membelinya adalah pemerintah Indonesia, mungkin dengan pihak ketiga atau sebagai bagian dari konsorsium,

Berdasarkan penilaian pemerintah Indonesia yang dibuat tahun lalu, LaFemina memperkirakan nilai sekarang bersih untuk aset Freeport ada di level US$ 5,91 miliar.

Bandingkan dengan nilai sekarang (Net Present Value, NPV) yang sebesar US$ 9,8 miliar jika risiko politik dikeluarkan dan perusahaan diizinkan beroperasi di bawah Kontrak Karya saat ini hingga tahun 2041, kata analis Jefferies.

Pada bulan Januari 2016, Freeport menaksir aset perusahaannya di Indonesia, tidak termasuk kepemilikan Rio Tinto, ada di level US$ 16 miliar, kata Adkerson.

“Gagasan untuk mencoba menjual bisnis ini di tengah level ketidakpastian seperti sekarang ini yang melingkupinya, akan sulit,” kata Adkerson.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home