Loading...
FOTO
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 22:11 WIB | Minggu, 07 Desember 2014

Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender

Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Tari Senggol-senggolan (Banyumas). Perpaduan antara tari Jaipong dan Lengger Banyumas dalam Tari Senggol-senggolan. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Beskalan Putri Malangan sebagai tarian Selamat datang.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Double Swords Dances yang ditarikan oleh penari dari Tiongkok.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Akira Matsui maestro tari drama klasik NOH dari Jepang menarikan Kazuraki.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Tarian Gayathi Vanamali oleh Vedantam Venkata (India).
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Tari Ronggeng Gengges yang menggambarkan kehidupan ritual dalam komunikasi antara Sang Hyang dengan alam semesta.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Gandrung Marsam (gandrung lanang) yang tarikan oleh Sanggar Tari Sayu Gringsing Banyuwangi.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Tari Legong Bapang dari Desa Saba-Gianyar Bali.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Didik Nini Thowok menarikan karyanya Ardhanareesvara dalam dua muka.
Cross Gender Dances, Eksistensi Penari Lintas Jender
Seluruh penari pementasan Cross Gender Dances (CGD) 2014 berfoto bersama.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bertempat di Bangsal Kepatihan Komplek Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Jum'at (5/12) digelar pementasan Cross Gender Dances (CGD) 2014 sebagai rangkaian acara International Dance Performances and Seminar yang mengangkat tema Reborn.

Acara yang diprakarsai oleh maestro tari Didik Nini Thowok berlangsung selama tiga hari (4-6/12) mementaskan berbagai seni pertunjukan dan tari dari berbagai sanggar baik dalam negeri maupun luar negeri, sementara dalam acara seminar menghadirkan budayawan diantaranya Ahmad Tohari penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk.

Ada yang unik dalam pementasan CGD dimana penari memerankan karakter yang berkebalikan dengan jenis kelaminnya.

Perkembangan cross gender dalam khasanah dunia kesenian baik di Nusantara maupun di dunia sudah tumbuh sejak ratusan tahun. Di Indonesia kita bisa melihat ludruk Jawa Timur dimana seluruh pemainnya adalah laki-laki. Seluruh karakter dalam ludruk dimainkan oleh laki-laki, baik itu peran laki-laki maupun perempuan. Di Makassar ada Bissu, sementara pertunjukan drama klasik NOH hingga saat ini masih berkembang di Jepang. Dalam salah satu film animasi Mulan, diceritakan seorang wanita dari dataran Tiongkok, berpakaian seperti pria untuk menggantikan ayahnya memenuhi kewajiban untuk membela negara dengan berperang.

Dalam CGD 2014 dipentaskan sepuluh tarian, diantaranya Golek Lambang Sari (Yogyakarta), tarian Senggol-senggolan (Banyumas), Beskalan Putri (Malang), Double Swords Dances (Chinese opera), tarian Gayathi Vanamali (India), tari Jaipong Ronggeng Gengges (Jawa Barat), Gandrung Marsam (Banyuwangi), tari Legong Bapang Saba (Bali), ditutup dengan penampilan Didik Nini Thowok yang membawakan tari Ardhanareesvara

Sebagai puncak acara, Didi Nini Thowok mempersembahkan karya Bedhaya Hagoromo (Jubah Terbang) yang memadukan dua unsur budaya: Jawa dan Jepang. Bedhaya Hagoromo merupakan persembahan Didik Nini Thowok untuk dunia seni tari menandai kiprahnya selama 40 tahun berkarya tari. Pementasan tari yang berkolaborasi dengan drama klasik NOH (Jepang) sekaligus persembahan Didik Nini Thowok kepada Sri Sultan Hamengkubuwana X. Ciri khas dari garapan tari ini adalah pemilihan penari pendukung yang seluruhnya laki, yang kemudian menarikan tarian perempuan (cross gender) sehingga disebut sebagai bedhaya kakung.

Fenomena penari cross gender lebih pada kecintaannya pada profesi yang dijalaninya. Totalitas dalam berkesenian, inilah alasan utama sehingga bisa memunculkan kreativitas tanpa ada batasan jender. Tidak jarang, pementasannya memunculkan berbagai komedi hingga parodi sehingga pementasan menjadi tidak monoton. Kecintaan pada dunia tari inilah yang sering memunculkan profesionalitas dalam berkarya.

Realitasnya, penari cross gender telah memberikan warna baru dalam perkembangan dunia seni tari. Dalam perspektif lain, pilihan menjadi penari cross gender sebagai sebuah siasat bertahan dalam persaingan dan bertahan hidup; ketika di panggung penari cross gender memerankan seorang penari perempuan dengan segala atribut perempuannya, misalnya memakai sanggul, kebaya, dan make-up tetapi di luar panggung penari cross gender adalah laki-laki. Strategi bertahan hidup penari  cross gender adalah membedakan dunia panggung dan dunia luar panggung.

CGD International Dance Performances and Festival seolah menjadi penegasan akan eksistensi pelaku cross gender sebagai warga dunia yang setara dengan lainnya, dengan sumbangsihnya dalam berbagai aspek kehidupan. Seni tari dan pertunjukan  salah satunya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home