Loading...
SAINS
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:30 WIB | Rabu, 06 November 2013

Depresi Menyebabkan Kecacatan

Depresi penyebab kecacatan kedua terbesar setelah sakit punggung. (foto: bbc.co.uk)

QUEENSLAND, SATUHARAPAN.COM – Menurut laporan penelitian dalam jurnal PLOS Medicine, depresi merupakan penyebab kedua paling umum dari kecacatan di seluruh dunia setelah sakit punggung. Para ahli melaporkan bahwa penyakit ini harus diperlakukan sebagai prioritas kesehatan masyarakat global.

Penelitian tersebut membandingkan depresi secara klinis dengan lebih dari 200 penyakit lain dan cedera sebagai penyebab kecatatan. Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, secara global hanya sebagian kecil pasien memiliki akses terhadap pengobatan.

Depresi memang  menjadi peringkat nomor dua sebagai penyebab kecacatan global, tetapi tingkatnya bervariasi di berbagai negara dan wilayah. Sebagai contoh, tingkat depresi yang tertinggi di Afghanistan dan terendah di Jepang. Di Inggris, depresi menjadi peringkat ketiga sebagai penyebab kecacatan.

 “Depresi adalah masalah yang besar dan kita perlu lebih serius memperhatikannya daripada saat ini,” kata Dr. Alize Ferrari dari University Queensland School of Population Health yang memimpin penelitian tersebut.

“Ada pekerjaan yang masih banyak yang harus dilakukan perihal kesadaran penyakit dan juga yang berhasil disembuhkan dengan melakukan perawatan secara intensif.”

“Beban tersebut berbeda di setiap negara, sehingga penyakit tersebut cenderung lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan cenderung lebih rendah di negara-negara berpenghasilan tinggi.”

Para pembuat kebijakan telah membuat upaya untuk membawa permasalahan pada penyakit depresi ke permukaan, tapi ada lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, ia menambahkan.

“Ada banyak stigma yang kita tahu bahwa depresi berkaitan dengan kesehatan mental,” jelasnya.

“Apa yang dikenal oleh satu orang sebagai kecacatan mungkin berbeda dengan orang lain dan berbeda pula di negara lain. Ada banyak implikasi budaya dan interpretasi yang datang di tempat tersebut, yang pada akhirnya membuat semua orang menyadari pentingnya meningkatkan kesadaran besarnya masalah dan juga tanda-tandadan cara mendeteksi penyakit tersebut.”

Data pada 2010, menyusul penelitian serupa pada 1990 dan 2000 melihat bahwa depresi menjadi beban global.

Mengomentari penelitian ini, Dr Daniel Chisholm, seorang ekonom kesehatan di departemen kesehatan mental dan penyalahgunaan zat di WHO mengatakan bahwa depresi adalah kondisi yang sangat lumpuh.

“Ini merupakan tantangan dan masalah yang besar bagi kesehatan masyarakat yang harus diperhitungkan tetapi tidak cukup hanya dilakukan saja. Di seluruh duniahaya sebagian kecil orang mendapatkan pengobatan ataupun diagnosis,” kata dia.

WHO baru-baru ini meluncurkan rencana aksi kesehatan mental secara global untuk meningkatkan kesadaran di kalangan pembuat kebijakan. (bbc.co.uk)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home