Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 21:17 WIB | Rabu, 18 Maret 2015

Di Sidang PBB, Indonesia Dianggap Tak Akui Hak Asasi Perempuan

Delegasi Indonesia peserta Sesi 59 Commission on the Status of Women (CSW 59) di Markas Besar PBB New York, yang terdiri dari utusan pemerintah dan aktivis perempuan. (Foto: womenandminority.blogspot.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise, dilaporkan salah bicara dalam acara Commission on the Status of Woman 59 (CSW 59), di Markas Besar PBB, New York. Hal ini meyebabkan kesan bahwa Indonesia menjadi kelompok yang menolak feminisme dan cenderung tidak mengakui hak asasi perempuan.

Dalam sidang PBB pada CSW 59 tersebut, Perlindungan HAM Perempuan dan Anak Perempuan menjadi topik utama yang dibicarakan. Sekjen PBB, Ban Ki-moon, mengatakan, tidak ada satu negara pun yang mampu mencapai kesetaraan gender. The Guardian juga melaporkan posisi Indonesia yang tidak pro-hak asasi perempuan.

Menanggapi hal tersebut, aktivis Sekretariat Nasional (Seknas) Perempuan Pendukung Jokowi, Sulistyani, menyatakan, Menteri Yohana membuat Indonesia tercoreng dalam kancah internasional, dalam rangka perjuangan perempuan. Padahal pada 1995, Indonesia merupakan negara pelopor feminisme.

"Akibat pernyataan Yohana yang salah, kita menjadi satu kelompok dengan Rusia, Iran, dan Irak yang menolak feminisme. Sayangnya ketika Yohana menyadari bahwa dia salah, dan minta diganti saja. Namun, sudah terlambat, karena naskah resmi sudah dibuat," ungkap Sulistyani.

Hal tersebut sudah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam pertemuan dengan relawan di Istana Negara, Selasa (17/3). “Salah bicara atau tidak memahami,” begitu kata Sulistyani.

Para aktivis mengaku kecewa atas ucapan Menteri Yohana. Oleh sebab itu, Gerakan Perempuan Peduli Indonesia untuk The Beijing Platform for Action (BPFA) membuat tulisan khusus untuk memberi pencerahan kepada Menteri Yohana di artikel CSW 59; Posisi Indonesia Disorot Dunia.

Saat para aktivis perempuan yang ikut dalam CSW-59 mempertanyakan hal tersebut, Yohana berdalih. Dia menyangka, bahan-bahan yang disiapkan dalam pidato resmi sudah terseleksi dengan baik dan sesuai dengan posisi Indonesia selama ini.

"Teman-teman heran, karena soal bahan yang disiapkan staf adalah urusan internal dia, bukan menjadi wilayah publik. Pokoknya, sangat disayangkan. Ketika dia sadar dia salah, sudah terlambat karena dokumen resmi telah dibuat," jelas Sulistyani.

Menurut Sulistyani, di kalangan aktivis perempuan, Menteri Yohana tergolong aneh. Hingga sekarang pun dia tidak memahami makna keadilan gender, sehingga sering salah bicara dan salah makna. "Bahkan, ketika Menteri Yohana mengundang para aktivis ke kantornya, dalam pembicaraan, dia selalu menggunakan kata “wanita”,  bukan “perempuan”. Karena banyak yang tertawa cekikikan, akhirnya ada peserta yang memberi tahu supaya Ibu Menteri jangan menggunakan kata “wanita”.

Rekomendasi untuk KPPPA

Dalam pengatar tulisan tersebut tertulis, “Laporan ini ditujukan untuk memberikan kabar terkini kepada Ibu Menteri Yohana terkait dengan perkembangan global tentang upaya dunia dalam upaya menegakkan HAM Perempuan, membangun kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.”

Tulisan tersebut juga memuat rekomendasi yang diberikan Gerakan Perempuan Peduli Indonesia untuk BPFA kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Pertama, KPPPA harus mengambil kepemimpinan atas Delegasi Republik Indonesia (Delri) CSW 59 agar mempersiapkan negosiasi metode kerja (working method) pada minggu kedua. 

Kedua, KPPA harus memfasilitasi dialog tentang proposal Indonesia untuk perbaikan metode kerja bersama seluruh Delri dan PTRI serta memastikan konsensus tentang posisi Indonesia yang lebih baik dalam negosiasi tersebut.

Ketiga, KPPPA harus memastika rapat koordinasi harian berjalan dan pembagian tugas (Delri) sesuai dengan kapasitas dan perhatian, sehingga dimungkinkan menyerap dan terlibat dalam diskusi.

Terakhir, Gerakan Perempuan Peduli Indonesia meminta KPPPA untuk mendesak Kemlu dan PTRI agar melakukan lobby kembali pada komite CSW jika delegasi Indonesia ingin berkontribusi pada diskusi pembahasan metode kerja. (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home