Loading...
HAM
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:56 WIB | Rabu, 18 Maret 2015

Hukum Pengakuan Hak Masyarakat Adat Masih Minim

Ilustrasi: sejumlah warga masyarakat adat dari pelbagai kampung adat di Jawa Barat mengikuti acara Festival Budaya Masyarakat Adat Tatar Sunda (FBMATS) di Kawasan Ekowisata dan Budaya Alam Santosa, Kab Bandung. (Foto: Antara/Agus Bebeng)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan akar permasalahan pelanggaran hak asasi terhadap masyarakat adat adalah karena masih minimnya hukum pengakuan terhadap hak masyarakat adat itu sendiri.

"Dalam inkuiri nasional kami menemukan penyebab utamanya adalah tidak diakuinya hak-hak masyarakat adat akan wilayah adatnya," kata Sandra Moniaga dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (18/3).

Untuk itu, kata dia, penting bagi negara guna memahami temuan inkuiri, atau penelaahan nasional ini secara mendalam, serta memotret indikasi pelanggaran HAM yang terjadi dan mencoba merumuskan rekomendasi.

Beberapa undang-undang, telah mengakui keberadaan masyarakat adat, tetapi pengakuan dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat dinilai masih minim dan tidak konsisten.

"Kami menggali akar masalah dari pelanggaran HAM, baik soal tanah yang muncul dari temuan itu, daftar hak asasi yang kami duga dilanggar dari hak ekonomi sosial budaya sampai hak politik, sampai ke hak masyarakat adat yg lebih spesifik," katanya.

Ia juga menyesalkan sikap otoritas yang kerap lebih memihak perusahaan dibanding masyarakat adat, karena memiliki izin resmi sehingga dianggap mesti dilindungi.

Selain itu, kondisi tersebut menjadi laten, karena tidak ada satu pun lembaga di tingkat menteri untuk menyelesaikan konflik, padahal ketiadaan lembaga setingkat menteri itu juga menjadi masalah.

Untuk itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi antara lain pembaruan peraturan perundangan, yaitu agar Presiden Joko Widodo dapat menyiapkan Peraturan Presiden, untuk komisi independen guna menangani masalah tersebut.

"Ini sudah dimuat dalam Nawa Cita tapi belum ada dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional)," katanya.

Selain itu, moratorium izin pengusahaan hutan perlu dilanjutkan, dan pihak korporasi atau perusahaan harus memiliki perspektif HAM dan CSR (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan).(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home