Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 13:47 WIB | Senin, 10 Maret 2014

Dipo Alam: Pemerintah Belum Ada Rencana Ratifikasi Pengendalian Tembakau

Dipo Alam: Pemerintah Belum Ada Rencana Ratifikasi Pengendalian Tembakau
Dipo Alam. (Foto: seskab.go.id)
Dipo Alam: Pemerintah Belum Ada Rencana Ratifikasi Pengendalian Tembakau

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dipo Alam, Sekretaris Kabinet (Seskab) menyatakan bahwa untuk saat ini pemerintah dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum ada rencana untuk menyetujui meratifikasi (proses adopsi perjanjian internasional yang bersifat nasional melalui persetujuan dari setiap entitas kecil di dalam bagiannya, red) Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau framework convention on tobacco control (FCTC) yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hingga kini, draft Peraturan Presiden (Perpres) untuk ratifikasi itu belum diterima oleh Sekretariat Kabinet.

"Jadi saya hendak luruskan, belum ada dan tidak ada yang mengatakan bahwa presiden telah menyetujui untuk ratifikasi FCTC itu," kata  Seskab kepada wartawan seusai mendampingi Presiden SBY menerima Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Javad Zarif di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (7/3).

Menurutnya, sampai saat ini Presiden SBY masih mempertimbangkan banyak hal terkait dampak dari meratifikasi FCTF itu, karena dampaknya akan banyak mematikan usaha rokok kretek tembakau di Indonesia.

Jika Indonesia meratifikasi FCTC, Dipo Alam menjelaskan bahwa negara akan kehilangan sekitar Rp. 110 triliun pendapatan cukai rokok dan Rp. 150 triliun dari pendapatan pajak dan pajak daerah.

Selain itu, jutaan pekerja rokok dan petani tembakau dan cengkih juga akan terkena dampaknya. Jadi, menurut Dipo, pemerintah tidak akan gegabah untuk ratifikasi tersebut.

Melalui penegasan ini, Dipo Alam berharap agar para petani tembakau dan cengkih tidak khawatir. "Petani tembakau atau cengkeh tidak perlu tergesa-gesa khawatir lalu demo-demo. Saya kira Presiden tidak akan gegabah dalam ratifikasi. Akan dilihat semua aspek. Kepentingan ekonomi maupun sosial masyarakat saya kira," tuturnya.

Seskab juga berpendapat bahwa ratifikasi FCTC juga bisa merugikan Indonesia karena memberikan kesempatan bagi rokok putih milik pemodal besar, termasuk asing. Sementara rokok kretek produk Indonesia akan mati. Jika dilihat dari segi kesehatan, rokok putih juga membahayakan kesehatan.

Menurutnya, saat ini masih banyak masalah kesehatan yang lebih berbahaya dibandingkan dampak rokok yang harus ditangani. "Kan banyak masalah kesehatan yang lebih membunuh saya kira, andai kata contoh seperti penyakit sekarang stroke, saya kira itu juga banyak," tandas Seskab.

Ratifikasi FCTC

Sebanyak 175 negara anggota WHO telah meratifikasi FCTC pada 2003 lalu. Namun, hingga saat ini Indonesia dan 10 negara lainnya belum menandatangani ratifikasi tersebut. Negara yang telah menandatangani ratifikasi sebelum tanggal 29 Juni 2004 disebut telah meratifikasi FCTC. Sedangkan negara yang menyetujui setelah batas waktu yang ditentukan disebut telah melakukan aksesi FCTC. Aksesi mempunyai hak yang sama dengan ratifikasi. (seskab.go.id)

 

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home