Loading...
SAINS
Penulis: Bayu Probo 18:04 WIB | Selasa, 24 Maret 2015

Dirjen Listrik: Indonesia Harus Pertimbangkan Energi Nuklir

Pembangkit listrik tenaga nuklir Susquehanna Steam Electric Station di Pennsylvania, Amerika Serikat. (Foto: wikipedia.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan bahwa energi nuklir harus mulai dipertimbangkan sebagai sumber energi penyokong peningkatan rasio elektrifikasi Indonesia.

“Nuklir harus mulai dipertimbangkan sebagai sumber energi yang murah dan dapat dipasok dalam jumlah besar,” tuturnya saat membuka acara “Indonesia Power Project Finance 2015 Conference” di Jakarta, Selasa (24/3).

Ia mengatakan bahwa pada tahun 2015 ini sumber energi listrik terbesar masih berasal dari batu bara dengan persentase 52,80 persen, diikuti dengan gas 24 persen, dan BBM 11,45 persen.

Pemerintah sendiri menargetkan pada 2019 mendatang penggunaan BBM untuk pembangkit listrik sudah harus di bawah 2 persen, batu bara 60 persen, dan gas 25 persen.

“Tapi dalam jangka panjang yaitu tahun 2025, penggunaan batu bara dibatasi hanya 60 persen supaya emisi (CO2) tetap terkendali, gas dibatasi 17 persen karena harga yang relatif mahal, BBM 1 persen, dan sisanya menggunakan energi baru terbarukan (EBT),” ujar Jarman.

Namun, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan pada EBT mengingat jumlahnya yang tidak akan memenuhi untuk target kenaikan elektrifikasi sebesar 99 persen pada 2020 mendatang sehingga diperlukan sumber energi lain salah satunya adalah energi nuklir.

Kementerian ESDM mencatat bahwa tahun 2015 ini rasio elektrifikasi Tanah Air hanya sebesar 84,35 persen. Artinya, 15,6 persen atau sekitar 10 juta kepala keluarga (KK) di Indonesia belum mendapat akses listrik.

“Data terakhir yang kami peroleh pada awal Maret lalu, dari 22 sistem besar di Indonesia, yang normal (cadangan listriknya di atas 20 persen) hanya 6 sistem,” tutur Jarman.

Sedangkan 11 sistem lain, katanya, dalam kondisi siaga (cadangannya di bawah 20 persen) dan 5 lainnya dalam kondisi defisit (pasokan yang ada kurang dari permintaan).

“Kondisi defisit inilah yang menyebabkan lima daerah di Indonesia yaitu NTT, NTB, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Belitung mengalami pemadaman sebagian,” tuturnya.

Untuk menopang pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 6,7 persen per tahun dan dalam rangka mengatasi krisis penyediaan tenaga listrik, pemerintah telah mencanangkan program pembangunan pembangkit 35.000 MW di luar proyek pembangkit yang saat ini sedang tahap konstruksi dengan total kapasitas mencapai 7.968 MW.

Dengan demikian, penambahan pembangkit hingga tahun 2019 diharapkan mencapai 42,9 GW di mana akan dibangun oleh PT PLN (Persero) sebesar 42 persen (18 GW) dan dibangun swasta melalui mekanisme “Independent Power Producers” (IPP) sebesar 58 persen (24,9 GW). (Ant)

Baca juga:


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home