Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 11:27 WIB | Rabu, 04 Maret 2015

E-Budgeting Ahok Cegah Begal Anggaran

SATUHARAPAN.COM – Konflik di pemerintahan daerah DKI Jakarta mencerminkan betapa buruknya sistem penyusunan dan pelaksanaan anggaran. Hal ini bisa menjadi modus awal penyimpangan anggaran dan korupsi yang kronis, serta buruknya pemerintahan.

Dalam kasus Jakarta, muncul adanya ‘’anggaran siluman.’’ Salah satu yang banyak diungkap adalah pembelian UPS untuk sejumlah sekolah dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga pasar, serta tidak terukur dengan kebutuhan riil dan prioritas pembangunan.

Belakangan muncul juga ada mata anggaran pada APBD 2015 sebesar Rp 30 miliar untuk pengadaan tiga buku tentang Ahok (sebutan lain untuk Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama) pada Dinas Pendidikan.

Anehnya pengajuan dana buku yang masing-masing sebesar Rp 10 miliar itu tidak datang dari Ahok atau Pemda DKI Jakarta. Munculnya mata anggaran ini benar-benar bak siluman. Terbukti tidak ada dalam e-budgeting yang diajukan Pemda, tetapi ada dalam draft yang diajukan DPRD.

Gambaran yang lebih konkret bahwa pada APBD 2014, seperti banyak diberitakan awal tahun lalu ditemukan ada 18.000 mata anggaran ganda di antara 72.000 mata anggaran. Angka yang luar biasa, dan menyangkut dana sebesar Rp 1,8 triliun.

Temuan ini berasal dari laporan lembaga swadaya masyarakat, akademisi dan forum diskusi, serta dari dinas. Pihak otoritas anggaran telah menandai itu dan mengunci sehingga tidak bisa dicairkan.

Kasus APBD 2014 itu kemungkinan bagian dari data yang dilaporkan Ahok kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Dan Ahok sendiri mengungkapkan dia senang dalam situasi sekarang, karena konflik dengan DPRD telah mengangkat isu anggaran ini sehingga diketahui secara luas oleh masyarakat.

Kaget dengan E-Budgeting

Kita masih ingat tentang kasus korupsi projek sekolah olah raga ‘’Hambalang’’ yang juga muncul karena mata anggaran muncul secara aneh di DPR RI. Nilai projek itu sebesar Rp 1,2 triliun, padahal  awal hanya Rp 125 miliar. Proses pembengkakan nilai itu terjadi didalam penyusunan dan pembahasan anggaran.

Penyusunan anggaran adalah fase rawan dimulainya korupsi. Para pihak yang terlibat membahas dan menyusun memasukkan berbagai kepentingan pribadi dan kelompok untuk mendapatkan keuntungan dari adanya mata anggaran tertentu. Korupsi di Indonesia begitu masif, karena dimulai dari perencanaan anggaran.

Hal ini memang tidak sepenuhnya karena kelemahan sistem, tetapi masalah kriminal dan moralitas. Mental birokrasi yang tidak sebagi pelayan masyarakat, dan parlemen tidak mencerminkan wakil rakyat, bahkan cenderung sebagai ‘’petugas partai’’ atau mewakili diri sendiri.

E-budgeting yang dilakukan Ahok untuk APBD Jakarta adalah serangan yang telak terhadap jaringan begaln anggaran. Maka wajar jika ada pihak yang terpukul dan naik pitam. Hal itu baik juga, karena membuat rakyat tahu siapa di balik korupsi anggaran ini.

Sistem ini mengatur siapa yang bisa mengakses dan mendeteksi masuknya mata anggaran, termasuk yang siluman atau mata anggaran ganda. Juga mengunci mata anggaran yang sudah digunakan. Sistem ini tidak lagi menggunakan program exel yang bisa diutak-atik dan dicetak secara sembarangan oleh pihak yang tidak memiliki otoritas. E-budgeting juga mendukung transparansi dengan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk ikut mengawasi penggunaan anggaran.

Ahok dan sebelumnya, Joko Widodo sebagai Gubernur Jakarta, menerapkan transparansi dalam pengadaan barang, lelang, bahkan lelang jabatan. Hal itu juga telah secara telak memukul para begal dana pemerintahan, dan jaringan kolusi serta nepotisme di pemerintahan. Reaksi penolakan juga terjadi, tetapi rakyat menyambhut dengan senang.

Kali ini, begal anggaran tampaknya nyaris mati kutu oleh penerapan sistem ini. Kemarahan di kalangan DPRD terjadi karena mereka kaget Pemda telah menggunakan untuk APBD 2015. Mereka mau hal itu disosialisasikan dulu. Artinya, waktu mempelajari dan mencari celah lain, dan digunakan tahun depan. Jadi, ini seperti reaksi kaget, karena bisa membuka berbagai penyimpangan.

Kontrol dan Keseimbangan

Konflik ini telah dimulai dan harus dibiarkan berproses untuk menuntaskan. Untuk sebuah transformasi, kita harus berani mengangkat konflik. Meskipun menyakitkan dan ada risikonya, proses ini harus dilalui untuk kita memulai hal baru yang baik dan bermartabat.

Konflik di pemerintahan Jakarta ini harus mampu mengungkap apa yang benar dan apa yang salah. Jangan dibekukan atau dipeti-eskan. Juga biarlah prosesnya mengungap siapa yang jahat dan siapa yang baik, sehingga menjadi bahan pertimbangan pada proses pemilihan pejabat publik.

Hal itu merupakan langkah awal transformasi dan membangun sistem baru. Hasil yang kita harapkan adalah pemerintahan yang dikelola dengan sitem chek and balances yang benar, dan kinerja setiap lembaga terukur dan akuntabel.

Penggunaan sistem e-budgeting di Jakarta ini bisa menjadi pil mujarab mencegah korupsi anggaran. Pada tahap awal akan ada perlawanan dari pihak yang selama ini sebenarnya musuh rakyat dan musuh negara. Konflik ini memang harus ada, sebagai sisi ‘’pahit’’ dari pil yang juga berefek menyembuhkan.

Konflik di Jakarta ini jangan menjadi trauma dan menciutkan nyali bagi pemerintah, pusat maupun daerah lain.  Ancaman memang tidak main-main, Ahok pernah akan dihabisi, dan sekarang diancam dipecat atau dipidanakan. Kekuatan anti korupsi harus berani menjadikan e-budgeting ini sebagai serangan sistematis pada korupsi.

Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa setelah Jakarta, e-budgeting digunakan di seluruh Indonesia. Kita tunggu hal itu direalisasikan, setidaknya tahun depan. Gubernur, Wali Kota dan Bupati  yang ingin melepaskan tekanan para penjarah anggaran harus memulai sistem ini, atau terjebak dalam jaringan korupsi anggaran yang akan mengantar mereka ke penjara.

Kekuatan masyarakat sipili di berbagai daerah juga harus bersiap. Sebab, para penjarah anggaran akan segera memberikan perlawanan. Namun kita berharap KPK, Kepolisian dan Kejaksaan menjadi pendukung utama penerapan e-budgeting ini dalam upaya mencegah korupsi dan mendeteksi dengan lebih nyata upaya korupsi anggaran. Sebab, sebagian besar korupsi menargetkan anggaran pemerintah.

Penerapan anggaran yang transpran dan terukur akan menjadi awal pertempuran nasional melawan koruptor. Ahok telah memulainya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home