Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 12:31 WIB | Kamis, 07 Mei 2015

Ekonom: Kisruh KPK-Polri Picu Rupiah Tembus Rp 13.000

Inilah pemimpin baru KPK, dari kiri Adnan P. Praja, Indriyanto S, Taufiqurrahman Ruki, Johan Budi, dan Zulkarnain, seusai pelantikan di Istana Negara, Jumat (20/2). (Foto: Dok.satuharapan.com/setkab.go.id).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Anthonius Tony Prasetiantono mengatakan  rupiah saat ini melemah hingga ke level Rp 13.000  karena adanya faktor sentimen politik dan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo, yang sinarnya dianggap meredup. Salah satunya adalah  karena kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polisi Republik Indonesia (Polri).

“Menurut saya, kasus KPK dan Polri bukan kasus biasa. Karena di situlah akan ketahuan kita punya pemimpin yang kuat atau tidak. Kita punya Presiden yang ditakuti polisi atau tidak. Ketika jawabannya tidak, runtuh sudah kepercayaan kita. Inilah yang menjelaskan kenapa rupiah sampai Rp 13.000,” kata Tony dalam Seminar Economic and Business Outlook 2015: Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Tak Terhindarkan di Raffles Hotel Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (6/5).

“Banyak ekonom mengatakan kalau rupiah seharusnya menurut REER (Real Effective Exchange Rate) itu mestinya mencapai Rp 12.500 seperti di APBN. Itu menurut REER. Tapi kenapa Rp 13.000? Jawabannya bukan pada fundamental ekonomi tetapi pada sentimen.”

Sebagai gambaran,lanjut dia, melemahnya rupiah ini juga pernah terjadi pada zaman rezim Soeharto. Kala itu rupiah pernah mencapai Rp 17.000 yang merupakan level terendah rupiah sepanjang sejarah ekonomi Indonesia. Faktor sentimen yang terjadi pada saat itu adalah ketika IMF (International Monetary Fund) datang ke Indonesia dan melakukan penandatanganan Letter of Inten (LOI) oleh Soeharto senilai USD 43 miliar dengan beberapa syarat di antaranya adalah dengan melikuidasi 16 bank. Sejak IMF menggulirkan beberapa syarat yang ketat untuk memulihkan perekonomian Indonesia pada saat itu, justru di situlah titik balik akhir pemerintahan Soeharto.

Tony mengatakan, jika dihubungkan dengan situasi saat ini, titik balik dari Jokowi adalah dia tidak bisa menangani masalah KPK dan Polri sampai saat ini dengan baik dan meyakinkan sehingga menimbulkan keraguan di masyarakat umum.

 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home