Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 07:40 WIB | Jumat, 19 Juli 2013

Eksploitasi Mamalia Laut dalam Industri Hiburan

Pemboikotan konsumen terhadap acara hiburan menggunakan hewan mamalia, yang diabadikan oleh lembaga pelestarian Oceanic (foto: projectnoah)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Jutaan orang di dunia pasti pernah berkunjung dan menonton acara hiburan yang menampilkan mamalia laut seperti lumba-lumba, anjing laut, singa laut, paus. Biasanya orang berpikir ini adalah wujud kecintaan kita terhadap satwa laut, binatang yang mengagumkan dengan kecerdasannya dan memiliki kemampuan sosial terhadap manusia. Pada saat itu orang mengira mereka diperlakukan dengan baik dan penuh kasih sayang.

Menggunakan mamalia laut pinnipeds (anjing laut, singa laut, walrus) dan cetacean (paus, lumba-lumba) dalam industri hiburan merupakan salah satu bentuk eksploitasi satwa untuk mencari keuntungan dan memuaskan diri dengan kelucuan, dan membayarkan sejumlah uang untuk acara tersebut.

Berdasarkan catatan sejarah, anjing laut pertama kali ditangkap pada awal 1608 dan monk seal (monachus monachus) pertama kali ditangkap dan dipertontonkan pada 1760. Orang mulai menangkap cetacean pada 1860an.

Mamalia laut tersebut saat ini ditemukan di taman akuarium di seluruh dunia, dengan banyak kegiatan yang dijadwalkan seperti jam makan, agar pengunjung bisa melihat hewan tersebut keluar dari air. Bagaimanapun juga, seringkali agar orang bisa melihat mereka berenang, berinteraksi dan beristirahat meskipun bukan dalam kondisi alam yang sebenarnya.

Ditangkap dan Dilatih

Paus dan lumba-lumba ditangkap dari alam liar ke taman laut. Sejumlah besar lumba-lumba ditangkap dan dibantai oleh nelayan di Taji, Jepang. Hal ini berlanjut ke Rusia yang melakukan penangkapan selama 5 – 6 tahun terakhir untuk diperjualbelikan kepada taman akuarium dan kebun binatang.

Pada akhir 2013, taman akuarium Georgia menunggu keputusan Badan Perikanan dan Kelautan Nasional Amerika terhadap permintaan mengimpor penangkapan 18 ekor paus beluga dari Rusia. Industri hiburan lainnya juga menangkap dan membeli mamalia laut untuk pertunjukkan yang membahayakan kelangsungan hidup populasi hewan tersebut.

Hewan tersebut seringkali diberikan kondisi laut buatan untuk menghilangkan kejenuhan akibat tempat yang terbatas. Kejenuhan yang diderita akibat tidak adanya kondisi normal habitat aslinya, misalnya air pasang, ombak, cuaca yang berubah-ubah.

Hal ini akan membuat mereka jauh dari kelompok sosial dan keluarganya, serta stres dan trauma karena penangkapan bisa membuat mereka tidak dapat bertahan hidup. Beberapa cetacean diketahui mengalami pneumonia karena air masuk paru-paru melalui lubang sembur mereka. Beberapa tenggelam karena mencoba melarikan diri saat ditangkap. Hewan betina yang sedang hamil akan secara spontan keguguran.

Di alam liar, lumba-lumba bisa hidup sampai 50 tahun, paus beluga 35-50 tahun, namun hewan yang ditangkap tersebut bisa mati sebelum mencapai usia 20 tahun.

Metode pelatihan hewan yang digunakan untuk menampilkan “hiburan” bisa dibilang kasar, meliputi penundaan pemberian makan dan isolasi. Mantan pelatih lumba-lumba di Amerika menjelaskan, “Mereka meletakannya di kandang dan mengabaikan mereka. Ini seperti penyiksaan psikologis.” Lebih dari itu, kondisi air kolam yang biasanya mengandung klorin, bisa membahayakan kesehatan hewan tersebut, terlebih penglihatannya.

Menghentikan Eksploitasi Mamalia Laut

"Meskipun terasa sulit, tapi kita bisa memulainya dengan berhenti mengunjungi acara pertunjutan hewan mamalia laut tersebut," ungkap Maria de Bruyn, seorang antropolog sekaligus fotografer yang menuliskan kepeduliannya terhadap eksploitasi hewan mamalia laut dalam Project Noah.

Orang juga bisa senang melihat paus bertahan hidup di alam liarnya, meskipun tidak lagi bisa mengunjungi mereka di pertunjukkan hiburan. Di Inggris telah dilakukan pemboikotan konsumen untuk penutupan Dolphinaria. Brazil, Costa Rica, dan Kroasia juga sudah melarang pertunjukkan hewan tersebut.

Cara lain adalah memberi tahu teman dan keluargatentang karena alasan konservasi dan kelangsungan hidup spesies satwa tersebut. “Anda bisa memulainya dengan berbicara mengenai penangkapan hewan mamalia tersebut di sekolah-sekolah, kepada lembaga konservasi lokal dan lembaga swadaya masyarakat, sampai kepada media lokal,” kata dia menambahkan.

“Contohnya Kementrian Kehutanan dan Lingkungan India, Jayanthi Natarajan, saat ini menetapkan pelarangan nasional penangkapan dan dengan dukungan masyarakat membuatnya mampu menerapkan aturan tersebut,” ungkap Bruyn.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home