Erdogan Minta Putin Keluar dari Suriah
ISTANBUL, SATUHARAPAN.COM - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan pada Sabtu (29/2) bahwa dia meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyingkir dari Suriah dan tidak ikut campur dalam upaya memperoleh kesepakatan antara Turki dan Suriah.
Setelah 33 anggota pasukan militer Turki terbunuh dalam serangan udara yang dilakukan oleh pasukan pemerintah Suriah pada Kamis (27/2), Turki menyebut akan mengizinkan para migran yang ditampung negara itu untuk bebas menuju Eropa.
Menurut Erdogan, sekitar 18.000 migran telah melewati perbatasan. Meskipun tanpa menyertakan bukti, dia menyebut bahwa jumlah itu akan bertambah banyak.
Sementara itu, hari ini pula, Yunani menyatakan keputusan pemerintah untuk melindungi wilayah perbatasan setelah para migran mencoba untuk menyeberang dari Turki ke negara itu.
"Pemerintah akan melakukan apa pun demi melindungi perbatasan kami," kata juru bicara pemerintahan, Stelios Petsas, menambahkan bahwa dalam 24 jam terakhir, otoritas Yunani telah menggagalkan upaya masuk sekitar 4.000 migran.
"Dan ini tidak ada urusan dengan Idlib," ujar dia.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Jumat (28/2) menggambarkan peningkatan tensi pertempuran di Idlib hingga menewaskan sejumlah prajurit Turki sebagai "salah satu momen paling mengkhawatirkan" pada perang Suriah.
Pernyataan itu disampaikan Guterres seiring dengan keputusan suara mayoritas dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB yang melakukan pertemuan setelah insiden itu meminta gencatan senjata dilakukan.
Di hadapan dewan, Guterres juga menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin "sebelum situasi berada di luar kendali". Dia menambahkan, "Rakyat sipil membayar harga yang sangat mahal. Dan jeratan itu semakin erat, seiring dengan garda depan pasukan militer yang mencapai area dengan populasi tinggi."
Sebanyak 33 tentara Turki terbunuh oleh prajurit pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia dalam serangan mematikan yang dialami militer Turki sejak terakhir pada 30 tahun lalu.
Pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad, dengan bantuan kekuatan di udara dari Rusia, bertempur untuk merebut kembali wilayah terbesar terakhir di Suriah yang diduduki oleh pemberontak dalam perang yang berjalan selama sembilan tahun itu.
Turki mengirimkan ribuan prajurit serta persenjataan berat ke wilayah Idlib untuk memberi bantuan kepada pasukan pemberontak.
"Kami meminta Federasi Rusia untuk segera mendaratkan pesawat tempur, meminta semua pasukan Suriah serta mendukungnya dari Rusia untuk mundur ke garis gencatan senjata yang pertama kali ditentukan pada 2018," kata Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB, Kelly Craft, di hadapan dewan.
Sementara Turki dan Rusia memberikan keterangan yang saling bertolak belakang mengenai apa yang terjadi di hadapan Dewan Keamanan PBB.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyebut prajurit Turki membagikan koordinat kepada Rusia, yang kemudian Rusia meneruskan kepada pasukan pemerintah Suriah, untuk menghindari konflik di darat. Dia menambahkan, pesawat tempur Rusia tidak beroperasi di area sekitar tewasnya prajurit Turki.
"Koordinat yang disampaikan kemarin tidak menyebutkan area di mana tepatnya posisi tentara Turki terbunuh. Segera setelah insiden terjadi, pihak Rusia mengambil langkah untuk menghentikan pertempuran dan memastikan evakuasi yang aman bagi korban tewas dan luka," ujar Nebenzia.
Sementara Duta Besar Turki untuk PBB Feridun Sinirlioglu mempermasalahkan keterangan Nebenzia dengan menyebut bahwa "penelusuran radar" menunjukkan pemerintah Suriah dan pesawat Rusia tengah terbang ketika serangan tersebut terjadi.
"Kami berkoordinasi terlebih dahulu melalui pernyataan tertulis yang disampaikan kepada pasukan Rusia tentang lokasi kami, namun serangan udara tetap dilangsungkan meskipun kami telah memberi peringatan tepat setelah serangan pertama," kata Sinirloglu.
Sinirloglu menambahkan bahwa pasukan Turki sendirian di area itu dan "kesimpulan logis dari insiden ini adalah mereka sengaja menyerang." Dia juga menyebut Turki tidak ingin perang namun tidak akan ragu menggunakan kekuatannya jika ada ancaman keamanan. (Reuters)
BI Klarifikasi Uang Rp10.000 Emisi 2005 Masih Berlaku untuk ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) mengatakan, uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005 m...