Freeport Wajib Patuhi Aturan Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan PT Freeport Indonesia harus mematuhi aturan di Indonesia jika ingin mendapatkan perpanjangan kontrak, seperti divestasi 51 persen dan pembangunan smelter harus dipenuhi.
"Freeport sudah selesai. Saya kemarin ketemu dengan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, dia tanya saya mengenai Freeport. Saya jelaskan masalah Freeport itu kontraknya selesai," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Kemaritiman di Jakarta, Kamis (4/5).
Dalam penjelasannya kepada Mendag AS itu, Luhut menganalogikan kontrak Freeport selayaknya kontrak sewa rumah.
Jika ingin kontrak berlanjut, maka segala ketentuan dari pemilik rumah harus dipenuhi jika penyewa ingin melanjutkan kontrak sewa.
"Analoginya, kamu sewa rumah saya 20-50 tahun lalu selesai kontraknya. Kalau saya enggak mau kasih kamu boleh enggak? Kalau saya mau kasih anak cucu saya boleh tidak? Tapi Indonesia tidak begitu. Kami masih mau beri perpanjangan kepada Freeport, tapi Freeport harus memenuhi ketentuan kita," jelas dia.
Mantan Menko Polhukam itu mengatakan perusahaan tambang asal AS itu harus setuju dengan ketentuan Pemerintah Indonesia.
"Enggak setuju, enggak kita kasih. Ingat, kita ini negara berdaulat," tegas dia.
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (izin usaha pertambangan) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) serta membuat pernyataan kesediaan membangun "smelter" dalam jangka waktu 5 tahun.
Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.
Sementara itu CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang membawahi PT Freeport Indonesia mengatakan jalur arbitrase internasional tidak akan ditempuh selama pemerintah Indonesia, yakni Kementerian ESDM dan PT Freeport Indonesia mencapai kesepakatan bersama yang menguntungkan kedua pihak.
"Kami tidak pernah menginginkan arbitrase. Selama kita menuju resolusi yang dapat diterima bersama, tidak akan ada arbitrase," kata Adkerson pada konferensi pers usai perundingan tahap kedua di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (4/5).
Adkerson mengatakan perundingan tahap kedua yang membicarakan program jangka panjang dengan Kementerian ESDM yang dihadiri oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dilakukan dengan niat baik dan berharap tercapai solusi yang menguntungkan kedua pihak.
Bagi Freeport, kepastian beroperasi menjadi catatan penting agar perusahaan memiliki kepercayaan untuk menginvestasikan dalam jumlah besar dan mengembangkan sumber daya tambang bawah tanah yang bernilai sekitar 15 miliar dolar AS.
"Kami akan menghadapi masalah tersebut dengan cara yang dapat diterima oleh Pemerintah dan masyarakat Indonesia, serta pemegang saham Freeport. Kami memiliki komitmen jangka panjang untuk Suku Amungme dan komunitas lainnya di Mimika," kata dia.
Adkerson menambahkan Freeport yang menyumbang 90 persen perekonomian Kabupaten Mimika, berkomitmen ingin memperbaiki kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat suku Amungme dan Kamoro.
Adkerson sebelumnya menyampaikan rencana menempuh jalur arbitrase internasional jika dalam 120 hari terhitung sejak 18 Februari 2017, tidak tercapai kesepakatan bersama antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
Menteri ESDM Ignasius Jonan bersikeras dalam perundingan selanjutnya ada empat hal yang harus dibahas dengan Freeport, yakni berkaitan dengan ketentuan-ketentuan fiskal, seperti perpajakan pusat maupun daerah.
Hal kedua mengenai divestasi, kemudian ketiga tentang kelangsungan operasi Freeport setelah masa Kontrak Karya berakhir pada 2021 dan keempat mengenai pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). (antaranews.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...