Gembili, Berpotensi Besar Langka di Pasar
SATUHARAPAN.COM – Tidak banyak lagi orang, terutama dari generasi sekarang, yang mengenal tanaman gembili. Gembili, saat ini, “hanya” mengingatkan pada tokoh dalam komik strip "Panji Koming" karya Dwi Koendoro di Kompas Minggu, "Ni Dyah Woro Gembili", yang bertubuh subur.
Walaupun masih ditanam di pedesaan, hampir tidak pernah lagi gembili dijumpai di pasar, termasuk pasar tradisional. Padahal, seperti dikutip dari Wikipedia, gembili dianggap sebagai tumbuhan berpotensi besar di masa depan.
Gembili yang diolah menjadi tepung, sama dengan ganyong, menurut hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, seperti dimuat dalam yogya.litbang.pertanian.go.id, dapat mensubstitusi tepung terigu hingga 100 persen dalam memproduksi aneka olahan makanan ringan. Tepung gembili sudah lolos uji ketika diolah menjadi aneka olahan makanan, contohnya kue kukus, kue kering, pangsit, cake, donat, dan bakpao.
Berbagai macam teknologi pengolahan umbi gembili, juga ganyong, telah diintroduksikan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. Pada tahun 2012, berbagai macam teknologi pengolahan umbi gembili diperkenalkan pada sepuluh kelompok wanita tani Sleman atas fasilitas Disperindagkop Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gembili, tumbuhan dari suku gadung-gadungan (Dioscoreaceae), memiliki nama ilmiah Dioscorea esculenta, L. Tumbuhan ini juga dikenal melalui nama sinonimnya, yakni Oncus esculentus, Lour., Dioscorea fasciculata, Roxb., dan Dioscorea sativa, Auct.
Gembili tumbuh merambat dengan daun berwarna hijau dan batang berduri di sekitar umbi. Mengutip dari echomesteadgardening.com, tumbuhan ini dapat mencapai tinggi 12 meter.
Umbi tumbuhan ini siap dipanen 7-8 bulan setelah penanaman. Umbinya tidak terlalu besar, berdiameter 4 cm, dengan panjang 4 – 10 cm. Beratnya 100 – 200 gr, ukuran yang hampir sama dengan ubi jalar. Umbi-umbi ini biasanya bergerombol, antara 5 sampai 20 umbi, di bawah permukaan tanah.
Umbi gembili memiliki bentuk bulat sampai lonjong, namun ada juga yang bercabang dan lebar. Permukaannya licin. Daging gembili berwarna putih bersih sampai putih keruh. Kulit gembili berwarna krem sampai cokelat muda. Dengan tebal kulit rata-rata 0,04 cm, kulit gembili yang tipis mudah dilepaskan.
Manfaat dan Upaya Pengembangannya
Jurnal Online Agroteknologi menyebutkan tanaman ini berasal dari Indochina. Tumbuhan yang dalam bahasa Inggris disebut lesser yam ini, tumbuh dengan baik di daerah tropis, terutama di Asia, di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Masa penanaman paling baik adalah pada bulan-bulan memasuki musim kemarau.
M Flach dan F Rumawas (1996) menyebutkan gembili berasal dari Thailand dan Indochina (Vietnam), yang menyebar ke seluruh daerah tropis sesudah tahun 1500 M. Saat ini, budidaya tanaman gembili terpusat di Asia Tenggara (khususnya Papua Nugini), Osenia, Madagaskar, Kepulauan Karibia, dan Tiongkok.
Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah hutan yang menjadi habitat babi hutan. Jenis tumbuhan ini bebas gangguan binatang, karena umbinya terlindungi duri.
Umbi gembili dimakan dengan terlebih dulu direbus atau dikukus. Teksturnya kenyal, serupa dengan umbi gembolo, namun berukuran lebih kecil.
Wikipedia, menyebutkan tanaman ini juga disebut chinese yam. Karena kecenderungannya menjadi tumbuhan langka, para ahli budidaya tanaman pun menamainya hungry yam. Ahli lain ada yang menyebutnya asiatic yam.
Berdasarkan penyebarannya, gembili memiliki aneka nama. Di Vietnam, tumbuhan ini dinamakan khoai tu atau cu tu, dan biasa dimanfaatkan sebagai bahan makanan mulai dari sup sampai dengan puding. Dalam bahasa Tagalog, tumbuhan ini disebut tuge.
Di Kerala, India, gembili dibudidayakan secara luas. Di Malayalam, orang menyebutnya nana kizhangu, cheruvalli kizhangu, atau cheru kizhangu.
Di Indonesia, tumbuhan ini juga dikenal dengan nama uwi kentang, uwi asia, atau uwi cina. Nama lainnya adalah ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), dan kombili (Ambon).
Gembili, mengutip dari Wikipedia, dianggap sebagai tumbuhan berpotensi besar pada masa depan. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk melestarikan keragaman hayati dan pengolahan umbinya. Di antaranya telah dilakukan penelitian akan kemungkinannya menjadi etanol.
Editor : Sotyati
RI Evakuasi 40 WNI dari Lebanon via Darat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengevakuasi 40 Warga ...