Loading...
INDONESIA
Penulis: Tunggul Tauladan 18:15 WIB | Kamis, 12 Juni 2014

Gerakan Perubahan Lewat Dunia Digital

Gerakan Perubahan Lewat Dunia Digital
Alissa Wahid hadir sebagai keynote speaker dalam acara DINAMO (Digital National Movement) pada Kamis (12/2) di Purna Budaya, UGM, Yogyakarta (Foto-foto: Tunggul Tauladan)
Gerakan Perubahan Lewat Dunia Digital
Vindra penggagas radio qwerty "Pamityang2an".
Gerakan Perubahan Lewat Dunia Digital
Andrew Anti Tank, seniman street art yang hadir sebagai salah satu inspirator.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dunia digital sangat memungkinkan untuk mendorong suatu perubahan. Pasalnya, dunia digital kini telah menjadi gaya hidup, bahkan kebutuhan, bagi sebagian orang Indonesia. Khusus kaum muda, berbagai sosial media, seperti twitter dan facebook, kini telah semakin akrab dan menjadi bagian tak terpisahkan di kehidupan keseharian.

Melihat semakin akrabnya jumlah pengguna sosial media, khususnya anak muda, maka perlu stimulan dan ajakan yang terarah sehingga ekpresi yang muncul di sosial media tak sekadar self expretion semata tapi sesuatu yang berbobot untuk membuat suatu perubahan di Indonesia. Atas dasar tersebut, maka pada Kamis (12/6) siang digelar acara Dinamo (Digital National Movement) bertajuk “Gerakan Digital untuk Indonesia”.

Acara yang dihelat di Gedung Purna Budaya, UGM Yogyakarta ini menampilkan beberapa inspirator untuk menstimulan gairah anak muda sebagai aktor perubahan. Tampil sebagai inspirator adalah Iwan Setyawan (CEO Provetik dan penulis novel 9 Summers, 10 Autums), Novindra Dhirata (penggagas radio qwerty “Pamityang2an”), Agung Kurniawan (seniman), dan Andrew Anti Tank (seniman street art). Tak ketinggalan, Alissa Wahid selaku perwakilan dari komunitas Gusdurian juga tampil dalam acara ini sebagai keynote speaker.

Alissa Wahid mengawali pembicaraan akan potensi anak muda sebagai aktor perubahan. Pernyataan Alissa ini tak sekadar isapan jempol semata, tetapi telah terwujud sehingga tercatat dalam sejarah Indonesia. Sebagai contoh, Alissa mengambil peristiwa Rengasdengklok tahun 1945 sebagai gerakan nyata dari anak muda untuk mewujudkan Indonesia merdeka.

“Kita bisa melihat peristiwa Rengasdengklok sebagai bukti bahwa anak muda mampu membuat perubahan. Jika tidak ada peristiwa Rengasdengklok, maka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi pada 17 Agustus 1945,” demikian ujar Alissa.

Di masa sekarang ini, ketika dunia digital telah menjadi gaya hidup, maka perubahan tersebut bisa dilakukan lewat media yang satu ini. Pasalnya, internet memungkinkan bagi setiap orang tanpa memandang tempat, status sosial, dan lain sebagainya, dapat menjalin komunikasi dan membentuk sebuah gerakan massal.

“Internet memungkinkan terjadinya perubahan karena kita bisa menjalin komunikasi lewat internet. Lewat komunikasi inilah, maka kita bisa memunculkan gerakan sosial,” tutur putri sulung almarhum Abdurrahman Wahid ini.

Inspirator pertama, Iwan Setyawan lebih menyoroti perubahan perilaku anak muda pada masa lampau, sekira tahun 1990-an, dengan masa sekarang. Ketika tahun 1990-an, sebelum internet menjamur seperti saat ini, terdapat batas yang jelas antara anak desa dan kota, bahkan antara anak muda Indonesia dengan anak muda di beberapa negara lain. Namun, sejak internet masuk sebagai gaya hidup, bahkan kebutuhan, maka kini tidak ada lagi perbedaan antara anak desa-anak kota, bahkan anak muda Indonesia dengan anak muda di negara lainnya.

“Dulu tahun 1993, anak muda di Batu, Malang, Jawa Timur, tidak mengerti apa-apa. Tapi sekarang, gara-gara sosial media, anak-anak muda di Batu, Malang tak berbeda dengan anak-anak muda di Jakarta, Tokyo, Eropa, Amerika, dan lain sebagainya. Kini, anak-anak muda Batu, Malang sama-sama cerdas karena adanya sosial media, sama-sama bisa bikin perubahan,” ujar pria asli Batu, Malang, Jawa Timur ini.

Atas dasar itulah, maka Iwan mengajak kaum muda untuk berbuat sesuatu lewat sosial media. Iwan berpendapat bahwa sosial media tak sekadar media untuk menumpahkan self expretion semata, namun juga sangat memungkinkan untuk membuat sesuatu yang bersejarah dan berbobot, sehingga mewujudkan suatu perubahan.

“Sosial media tidak hanya digunakan sebagai media self expretion, tapi gunakan sosmed untuk menghasilkan sesuatu yang cerdas, berbobot, menginspirasi, sesuatu yang bisa bikin menggerakkan. Saya berpesan kepada anak muda, bikinlah sejarah, bikin gerakan yang berarti. Create history, create beautiful memory,” ujar penulis novel 9 Summers, 10 Autums ini.

Novindra Dhirata penggagas lahirnya radio qwerty “Pamityang2an” menyoroti kelebihan sosial media yang dinilai tanpa sekat ruang-waktu dan tanpa batas. Bagi pria yang akrab disapa Vindra ini, internet merupakan media yang sangat sesuai karena setiap orang bisa bebas mengekspresikan ide dan gagasan dengan biaya murah, bahkan gratis.

“Lewat internet, kita bisa berekspresi tanpa batas. Perubahan-perubahan di Indonesia juga bisa kita lakukan lewat internet. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh orang-orang untuk menuangkan gagasan di internet sehingga bermanfaat bagi orang lain. Mereka lebih memilih berbuat sesuatu daripada sekadar mencibir orang lain. Komunitas nebengers, film pendek tentang Tony Blank di youtube adalah contoh ide dari orang-orang yang ingin berbuat sesuatu,” ujar pria yang menggagas sebuah radio yang merupakan perkawinan dari twitter dan radio ini.

Dari sisi seniman, Agung Kurniawan lebih menyoroti adanya perpaduan antara para aktivis online dengan offline. Bagi Iwan, perubahan yang sesungguhnya akan bisa terjadi jika para aktivis online juga turun ke lapangan untuk bahu-membahu dengan aktivis offline.

“Perubahan tak mungkin bisa dilakukan hanya dengan mengklik tombol ‘sent’ atau ‘enter’ semata. Tapi perubahan yang sebenarnya baru bisa terjadi di lapangan. Karena menurut saya, perubahan itu membutuhkan keringat, karena perubahan itu adanya di jalan-jalan, di gedung parleman, dan lain sebagainya,” ungkap Agung.

Andrew Anti Tank sebagai inspirator pamungkas mengajak anak muda untuk bisa menuangkan dan menyebarkan ide lewat berbagai media, sepeti seni, sosial media, dan lain sebagainya. Bagi anak muda asli Medan ini, internet memungkinkan baginya untuk lebih luas dalam menyebarkan ide.

“Menyebarkan ide adalah hal yang terpenting. Oleh karena itu, karya-karya saya yang berupa street art, saya share di website sehingga bisa dinikmati oleh banyak orang. Saya berharap, ketika orang melihat karya-karya tersebut, maka akan memancing mereka untuk menghasilkan karya pula. Saya bermimpi bahwa dengan internet ini, orang-orang akan meluangkan waktu mereka, baik setelah bangun tidur atau menjelang tidur untuk membuat sesuatu. Karya dari mereka ini akan dishare lewat internet sehingga bisa menginspirasi orang lain. Karya seni hanya salah salah satu bagian saja dari suatu perubahan yang bisa dilakukan lewat dunia digital,” pungkas Andrew.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home