Gerindra Menilai Ateis Tidak Boleh Hidup di Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo berpendapat, agama merupakan jati diri seseorang dan masyarakat Indonesia tidak boleh hidup tanpa agama. Di Indonesia, menurut dia, tidak boleh ada orang yang tidak beragama atau kaum ateis.
"Apapun agamanya selama diakui undang-undang silahkan, tetapi Anda tidak boleh tanpa agama di Indonesia,” kata Edhy, di Kompleks DPR Senayan, Jakarta, hari ini (7/11).
Pernyataan itu ia sampaikan terkait dengan gagasan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, yang kini ramai diperbincangkan yaitu pengosongan kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP atau KTP-el). Menurut Edhy, hal itu merupakan pelanggaran terhadap sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Ya, (penghilangan kolom agama, Red) itu pelanggaran pada sila pertama Pancasila,” kata Edhy.
Sosok yang merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengaku tidak setuju dengan usul Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo itu. Menurut dia, kita berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana berbagai suku dan kepercayaan tumbuh. “Jadi kenapa tidak ditulis aja agamanya kepercayaan?” kata dia.
“Atau ditulis saja kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa,” Edhy menambahkan.
Dia berpandangan, agama merupakan jati diri seseorang dan masyarakat Indonesia tidak boleh hidup tanpa agama. “Di negara kita tidak boleh ada orang yang tak beragama. Apapun agamanya selama diakuin undang-undang silahkan, tapi Anda tidak boleh tanpa agama di Indonesia,” tutur Edhy.
Pengadaan kolom agama dalam KTP-el, lanjut dia, beguna untuk beberapa kasus. Misalnya, dalam penanganan seorang pasien di rumah sakit, agar mengetahui makanan apa yang bisa diberikan pada pasien tersebut.
Jadi, Ketua Komisi IV DPR itu berkesimpulan, jika sesorang tidak mengakui Tuhan, maka dia tidak boleh hidup di Indonesia.
Bisa Berdampak Upaya Liberalisasi
Ditemui di tempat terpisah, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Saleh Daulay juga mengatakan pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang mengizinkan penghilangan kolom agama dalam KTP-el bertentangan dengan semangat Pancasila.
"Pernyataan itu tidak memiliki dasar hukum. Bahkan, bila hal itu diterapkan akan bertentangan dengan semangat sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945," kata dia.
Saleh Daulay berpendapat salah satu bukti bahwa seseorang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah melalui agamanya. Jadi, penghilangan kolom agama dalam KTP-el sama saja memperbolehkan warga negara untuk tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Indonesia memang bukan negara agama. Namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara. Kalau identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya," ujar sosok yang merupakan Politikus PAN itu.
Dia khawatir penghapusan identitas agama dalam KTP-el akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan. Itu artinya mereka yang tidak beragama akan dengan mudah mengembangkan ajaran-ajarannya.
Sehingga tidak tertutup kemungkinan, suatu hari nanti Indonesia tidak lagi mempedulikan aspek religiusitas dan spiritualitas warga negara.
"Kalau itu terjadi Indonesia tidak akan ada perbedaan dengan negara-negara lain. Apa Indonesia harus mengikuti semua apa yang datang dari Barat?" Saleh Daulay mempertanyakan.
Saleh menegaskan penghapusan identitas agama sama saja mencederai kesepakatan para pendiri bangsa yang merumuskan dasar negara. Padahal, perdebatan tentang hal itu masih dengan mudah dibaca dalam sejarah perumusan dasar negara.
Karena itu pihaknya berharap jangan sampai hanya karena pemikiran dan pendapat seseorang, lalu sebagian sejarah perjalanan bangsa ini dihapuskan begitu saja.
"Kalau ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP-el, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut. Jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja" tutur dia.
Editor : Eben Ezer Siadari
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...