Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 15:42 WIB | Senin, 09 Februari 2015

Hari Pers dan Hari Tanpa Berita

SATUHARAPAN.COM – ‘’Hari Tanpa Berita’’ atau ‘’A Day Without News’’ telah dijadikan fokus kampanye oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam dua tahun terakhir sebagai respons atas meningkatnya tekanan terhadap insan pers, bahkan kekerasan dan pembunuhan.

Fokus ini berkaitan dengan hak publik untuk memperoleh informasi dengan benar dan bebas, dan diyakini fondasi utama untuk mewujudkannya adalah dengan pers yang independen, yang melayani publik dengan informasi yang benar.

Pembungkaman terhadap pers disebutnya sebagai ‘’a day without news’’ artinya pembungkaman terhadap pers adalah kehilangan berita bagi publik untuk memperoleh informasi dengan kebenaran. Sebab, dampak pembungkaman bukan terbatas pada jurnalis terkait, tetapi juga menjadi teror pada jurnalis secara umum.

Pembungkaman ini bukan hanya dalam bentuk pembunuhan, penculikan dan kekerasan terhadap insan pers. Pembungkaman terhadap pers telah menyusup melalui lembaga pers sendiri. Hal ituy terjadi terkait kepentingan pemilik, kepentingan para pemimpinnya, juga kepentingan pribadi jurnalis. Dalam sistem pembungkaman melalui menejemen yang melemahkan independensi jurnalis.

Abai Kepentingan Publik

Pembungkaman ini dalam cara yang halus sampai yang kasar, pertama-tama menohok secara langsung kepentingan publik. Perlindungan hukum pada jurnalis adalah untuk menjaga agar kepentingan publik menjadi fokus bagi media, dan tidak ditundukkan oleh kepentingan lain, bahkan tidak boleh saling meniadakan dengan kepentingan bisnis.

Media massa, terutama yang menggunakan properti publik, seperti media televisi dan radio yang menggunakan frekuensi publi, sudah semestinya memposisikan kepentingan publik jauh lebih utama ketimbang media lain.

Namun sekarang ini muncul suara miring terhadap pers dan media massa, di mana kepentingan publik diabaikan. Ada suara yang menyebutkan bahwa televisi, radio, majalah, surat kabar, dan situs berita online digunakan untuk kepentingan pemilik dalam politik praktis dan bisnis, bahkan untuk menyerang pesaing.

Akibatnya, kepentingan publik bukan hanya diabaikan, bahkan publik disuguhi informasi yang menyesatkan, yang juga bisa diartikan sebagai kebohongan. Tentang ini komentar di media sosial sampai menuding ada media massa ‘’menipu’’ publik. Sejumlah kasus melibatkan media massa pada kampanye pemilihan presiden 2014 lalu adalah kenyataan yang vulgar dalam pers Indonesia.

Kalau kita menyebut pera penyerobot ruang publik, seperti trotoar untuk parkir atau dilewati sepeda motor, sebagai tidak beradat, tidak tahu hukum. Hal itu terjadi karena dirasakan sebagai pemandangan peradaban yang memalukan. Pers yang abai pada kepentingan publik bisa dianalogikan sebagai penyerobot seperti itu, tetapi dengan dampak yang lebih besar dan luas.

Untuk Rakyat

Insan pers di Indonesia hari ini, Senin (9/2) memperingati Hari Pers Nasional dengan membawa tema ‘’Kemerdekaan Pers dari Rakyat untuk Rakyat’’. Tema ini sebenarnya secara langsung berbicara tentang kepentingan publik dalam kerja jurnalistik dan media massa. Namun apakah hal ini akan mampu menjawab situasi ‘’hari tanpa berita’’ yang dihadapi di Indonesia.

Kasus kekerasan pada pers di Indonesia sebenarnya tidak pernah sepi, meskipun tidak separah di Tiongkok dan Iran, seperti diungkapkan Repoters Without Border, sebagai negara paling banyak memenjarakan wartawan. Atau Suriah, negara paling berbahaya bagi jurnalis. Namun ‘’pembungkaman’’ pers Indonesia oleh kepentingan yang menegasikan kepentingan publik sangat nyata dirasakan, dan makin masif.

Peringatan Pers Nasional hari ini dalam konteks Indonesia yang tengah mengalamai situasi ‘’hari tanpa berita.’’ Tema yang dipilih untuk tahun ini semestinya menempatkan masalah ini menjadi fokus.

Masalahnya, apakah pers Indonesia menyadari bahwa situasi kita juga masuk kategori ‘’a day without news’’ atau kita hanya akan tersadarkan ketika ada jurnalis yang dibunuh seperti pada ‘’kasus Udin’’. Hal ini adalah sebuah pertanyaan, sebelum pers harus berbicara tentang cara mengatasinya.

Namun hal yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa situasi sekarang dipandang sebagai hal wajar, dan jurnalis ‘’nyaman’’ dengan situsi ini.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home