Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 16:15 WIB | Kamis, 08 Maret 2018

Holocaust AS Cabut Penghargaan HAM bagi Daw Aung San Suu Kyi

Ilustrasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan State Counsellor Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi (Daw Suu) di sela kunjungannya ke Filipina, hari Sabtu (29/4/2017). (Foto: BPMI Setpres)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Museum Memorial Holocaust Amerika Serikat telah mencabut penghargaan HAM terkemuka yang sebelumnya dianugerahkan kepada Daw Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil di Myanmar yang juga pemenang Nobel Perdamaian, karena tidak menghentikan atau mengakui pembersihan etnis Muslim-Rohingya di Myanmar.

Museum di Washington DC ini menganugerahkan Elie Wiesel Award kepada Suu Kyi pada tahun 2012, tetapi mencabut anugerah itu pada Selasa lalu (6/3).

Dalam pernyataan tertulisnya museum itu mengatakan di bawah kepemimpinannya, Liga Nasional Untuk Demokrasi menolak bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mendorong pidato bernada kebencian terhadap Muslim-Rohingya, dan secara aktif mencegah wartawan mengungkap “skala kejahatan” di negara bagian Rakhine.

Pernyataan itu mengatakan “ketika serangan militer terhadap Rohingya terungkap pada tahun 2016 dan 2017, kami berharap Anda – sebagai seseorang yang kami dan banyak pihak lainnya menghargai komitmen Anda atas martabat manusia dan hak asasi universal – akan melakukan sesuatu untuk mengutuk atau menghentikan kampanye brutal militer dan untuk mengedepankan solidaritas terhadap warga Muslim-Rohingya.”

Museum itu mengatakan serangan militer dan tindakan penindasan lainnya terhadap warga Muslim-Rohingya telah “semakin memburuk” dalam lima tahun terakhir dan menuntut agar Suu Kyi menggunakan “wewenang moralnya untuk mengatasi situasi ini.”

Museum itu meminta Suu Kyi menggunakan “kedudukan uniknya” untuk bekerjasama dengan Dewan HAM PBB dan Situasi HAM Myanmar “untuk menyampaikan kebenaran tentang kekejaman yang telah dilakukan di negara bagian Rakhine dan menuntut pertanggungjawaban yang akuntabel bagi pelaku kejahatan itu.”

Hampir 700 ribu warga Muslim-Rohingya melarikan diri dari Myanmar menuju ke Bangladesh sejak Agustus 2017 lalu, pasca penumpasan brutal oleh pasukan keamaanan Myanmar; yang oleh PBB disebut setara dengan pembersihan etnis. Aktivis-aktivis HAM dan saksi mata Rohingya menuduh pasukan keamanan melakukan pembunuhan, perkosaan dan pembakaran.

Myanmar telah sejak lama memposisikan Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberikan kewarganegaraan dan hak-hak mendasar bagi mereka. (VOA)

 

 

Editor : Melki Pangaribuan


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home