Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 18:47 WIB | Selasa, 27 Oktober 2015

Hukuman Kebiri Tak Jamin Efek Jera Pelaku Kekerasan Seksual

Azriana (kiri), Ketua Komnas Perempuan, bersama Yuniyanti Chuzaifah (tengah) Wakil Ketua Komnas Perempuan, dan Nahe'i (kanan) dari Gugus Kerja Pekerja Migran saat menyampaikan sikap pernyataan Komnas Perempuan tentang pembatalan hukuman mati Mary Jane, di Jakarta, hari Rabu (29/4). (Foto: Dok.satuharapan.co/Martha Lusiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan muncul gagasan Hukuman Kebiri bagi Pelaku Perkosaan, di kalangan Pemerintah dan Institusi Penegak Hukum (Polri dan Kejaksaan Agung) yang juga didukung oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan dalam pandangan Komnas Perempuan, hukuman kebiri dapat dikategorikan dalam bentuk hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.

“Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Konvensi Anti Penyiksaan) sejak tahun 1998, melalui UU No. 5 Tahun 1998. Seharusnya kebijakan yang diambil pemerintah sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan,” kata Azriana dalam siran pers yang diterima satuharapan.com, hari Selasa (27/10).

Hasil pemantauan Komnas Perempuan, kata Azriana sejak tahun 1998 menunjukkan tindak perkosaan telah mengalami perkembangan bentuk, tidak lagi hanya dilakukan melalui penetrasi alat kelamin pelaku kepada korban, tetapi juga dengan cara-cara lainnya.

“Dalam konteks konflik bersenjata, perkosaan bahkan tidak selalu dilakukan karena dorongan hasrat seksual, tetapi sebagai strategi penundukkan lawan, terkait konsep perempuan/anak perempuan sebagai simbol kesucian keluarga/komunitas,” kata dia.

Menurut Azriana sebagai kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya, perkosaan terjadi akibat adanya relasi kuasa yang timpang, dimana pelaku memiliki kekuasaan sementara korban berada dalam posisi yang lemah.

“Perkosaan merupakan cara penundukan dan penguasaan, bukan semata soal nafsu seksual. Menghentikan perkosaan dengan menyasar hasrat seksual atau alat kelamin semata (pengebirian), bukanlah penyikapan yang tepat. Hukuman kebiri, hanya akan menyederhanakan tindak perkosaan dan juga menegasikan kompleksitasnya pengalaman korban,” kata dia.

Dengan demikian , kata Azriana  untuk menyikapi tingginya angka perkosaan serta semakin berkembangnya jenis kekerasan seksual baik terhadap perempuan bahkan diikuti dengan tindak kekerasan lainnya, pemerintah seharusnya melakukan penanganan yang komprehensif, sistemik dan terpadu seperti  pencegahan (merubah pandangan masyarakat, memodifikasi perilaku, dan melindungi kelompok rentan), perlindungan (memastikan tersedianya layanan bagi korban dan tidak terulangnya kekerasan),  penuntutan dan Penyidikan (memastikan semua pelaku diajukan ke pengadilan untuk dikenai dakwaan dan tuntutan), penghukuman (memastikan setiap pelaku dijatuhi hukuman agar tidak mengulangi perbuatannya), pemulihan (termasuk memastikan restitusi dan kompensasi bagi korban).

Untuk itu Komnas Perempuan mendorong, pertama kata Azriana pemerintah dan Parlemen memastikan tersedianya regulasi yang dapat melindungi perempuan dan anak dari seluruh jenis kekerasan seksual, termasuk dalam hal ini memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengapusan Kekerasan Seksual masuk dalam daftar Prolegnas Tambahan 2015 – 2019, sebagai lex specialist untuk mencegah kekerasan seksual dan menjamin terpenuhinya hak-hak korban.

“Peraturan perundang-undangan terkait kekerasan seksual yang ada saat ini memiliki banyak keterbatasan dan tidak mampu memberikan keadilan bagi perempuan korban,” kata dia.

Kedua  lanjut Azriana  aparat Penegak Hukum menerapkan ancaman hukuman maksimal bagi pelaku perkosaan, dan menjamin tidak adanya upaya mediasi dalam penyelesaian kasus-kasus perkosaan, terutama perkosaan terhadap anak.

“Ketiga para pemuka masyarakat meningkatkan upaya sosialisasi/pendidikan kesetaraan gender kepada masyarakat baik di dalam keluarga maupun komunitas dengan menekankan pentingnya penghargaan terhadap hak asasi perempuan,” kata dia.

Keempat kata Azriana  pemerintah daerah memperkuat mekanisme/inisiatif lokal terkait pencegahan dan penanganan perempuan dan anak korban kekerasan seksual.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home