Loading...
SAINS
Penulis: Prasasta Widiadi 17:18 WIB | Rabu, 25 Juni 2014

IHWG: Saat Berbuka Puasa Perlu Banyak Minum Air

dr. Pradono Handojo (kiri), Health Marketing Director Danone AQUA , dr. Saptawati (tengah), dan bintang tamu, Ferdi Hasan (kanan), pada acara sosialisasi pentingnya minum air saat bulan Ramadhan. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bulan Ramadan merupakan salah satu bulan yang menjadi ibadah wajib bagi umat Islam di segenap penjuru dunia, salah satu tindakan nyata bulan suci ini yakni wajib menjalankan ibadah puasa. Masyarakat di Indonesia saat ini diharapakan jangan lupa untuk senantiasa menambah jumlah asupan cairan di dalam tubuh saat berbuka puasa, karena yang sering dijumpai adalah lebih mementingkan asupan makanan.

Nasihat ini dipaparkan oleh Dr.dr. Saptawati Bardosono, M.Sc, Ketua Indonesian Hydration Working Group (IHWG), pada Rabu (25/6) di Ritz-Carlton Pacific, Jakarta pada media briefing sosialisasi pentingnya minum air bagi yang menjalankan ibadah puasa kepada sejumlah media cetak, dan elektronik.

“Kalau bisa saat bulan puasa minum air sebanyak yang kita mampu, karena tubuh kita harus terhidrasi dengan baik sekali,” kata Saptawati kepada segenap jurnalis yang hadir.

IHWG merupakan pusat hidrasi pertama di Indonesia pada tahun 2012 yang bernaung di bawah Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Saptawati menjelaskan bahwa terhidrasi adalah proses masuknya cairan pengganti ke dalam tubuh yang keluar dari aktivitas kita sehari-hari. Bagi mereka yang sedang menjalankan ibadah puasa saat tubuh dehidrasi, seseorang tidak dapat langsung minum saat itu juga karena belum waktu berbuka, maka momen yang tepat yakni saat berbuka puasa.

Sehingga IHWG dan Aqua membuat rumusan minimalis jumlah air mineral yang dikonsumsi seseorang yang menjalankan ibadah puasa yakni 2 + 4 + 2. Rumusan ini artinya seseorang minimal mengkonsumsi dua gelas air mineral saat berbuka puasa, empat gelas minimal saat makan malam, dan dua gelas minimal saat sahur.  

“Kalau bisa jangan makan berlebihan,” lanjut pengajar Metodologi Riset dan Biostatistika di FKUI ini. “Kita harus perhatikan juga asupan protein dan karbohidrat, jadi saat buka dan sahur harus pintar-pintar menakar berapa banyak lauk yang dikonsumsi,” lanjut Saptawati.   

Saat berbuka puasa jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang terbuat dari bahan dasar santan, dan berlemak tinggi karena hanya mengenyangkan sesaat tetapi kurang menambah energi, penting juga saat ini.

Menurut pemberitaan satuharapan.com pada Minggu (1/6) menyebut bahwa Organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) akan berbeda lagi dalam mengawali Ramadhan 1435 Hijriah, karena Muhammadiyah sudah menetapkan pada Sabtu (28/6) , sedangkan NU memperkirakan pada Minggu (29/6).

Saptawati menasihati para jurnalis yang hadir agar tetap beraktivitas seperti biasa, akan tetapi tetapi intensitasnya jangan dipaksakan.

“Walau belum ada penelitian mengenai pengaturan air minum saat berpuasa, secara umum dianjurkan tetap minum air putih minimal sebanyak dua liter, atau sebelas gelas per hari. Selama berpuasa, tubuh manusia mengalami perubahan pola kunsumsi karena pembatasan waktu makan dan minum. Jika tak diwaspadai, tubuh bisa kekurangan asupan air dan nutrisi penting,” lanjut Saptawati.  

Penjelasan dan Manfaat Puasa dari Segi Kesehatan

“Saya akan jelaskan bahwa tubuh kita sesungguhnya sangat dinamis, terutama bagi penduduk kota besar seperti kita ini. Jadi saat ada perubahan pola makan (bagi yang menunaikan ibadah puasa), maka akan terjadi ketidakseimbangan metabolisme dalam tubuh. Karena kita menjalankan ibadah puasa, yakni tidak makan dan minum, tetapi melakukan aktivitas seperti biasa,” kata Saptawati.

Walau gerakan tubuh terasa lambat, lanjut Saptawati, akan tetapi puasa memberi faedah yakni menstabilkan kesehatan bagi pasien penderita beberapa penyakit tertentu seperti darah tinggi dan gangguan jantung. Saptawati mengatakan hal ini terjadi karena laju aliran darah dan denyut jantung yang saat hari-hari biasa akan tidak beraturan, maka bagi yang menjalankan ibadah puasa akan stabil kembali.

“Energi itu harus didapat dari karbohidrat, dan saat puasa energi ini hilang sehingga diambil dari lapisan lemak dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (berat badan) akan menyusut perlahan-lahan,” lanjut Saptawati.

Atas dasar inilah, kata Saptawati, sejumlah dokter di beberapa rumah sakit yang dia jumpai menganjurkan puasa sebagai salah satu terapi penyembuhan bagi mereka yang memiliki penyakit khusus. Bahkan puasa tidak hanya saat bulan Ramadan saja, dan tidak hanya bagi umat Islam saja tetapi bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan kesehatan tubuh.   

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home