Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 13:39 WIB | Jumat, 20 Maret 2015

IMF Menyarankan Pemerintah RI Naikkan Pajak BBM

Managing Director IMF, Christine Lagarde dan Gubernur BI Agus Martowardojo dalam sebuah kesempatan ketika pemimpin IMF itu mengunjungi Indonesia (Foto: flickr.com)

BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM – Lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) dalam tinjauannya  atas perekonomian Indonesia, merekomendasikan kenaikan  pajak Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk meningkatkan penerimaan negara dalam upaya memperkecil  defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

Lembaga ini berpendapat kenaikan pajak dapat diterima oleh masyarakat mengingat harga BBM saat ini sudah turun.  Menaikkan pajak BBM menurut IMF, dapat menambah penerimaan negara sebesar 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Hal ini terungkap dalam tinjauan dan survei ekonomi terbaru IMF atas ekonomi Indonesia setebal 76 halaman yang diterima oleh satuharapan.com Kamis (19/3).

Sesuai dengan Article IV dari Article of Agreement IMF, lembaga ini diamanatkan paling tidak setiap tahun harus menyelenggarakan diskusi bilateral dengan masing-masing negara anggotanya. Sebuah tim dari IMF akan mengunjungi negara anggota, mengumpulkan informasi ekonomi dan keuangan, serta mendiskusikannya dengan pengambil kebijakan di bidang ekonomi di masing-masing negara. Sekembalinya ke kantor pusat, para staf IMF menusun laporan yang didasarkan pada hasil diskusi tersebut.

Untuk laporan ini, tim IMF mengunjungi Indonesia pada 3-17 Desember 2014, sedangkan laporannya rampung pada 9 Maret.

Berdasarkan UU No 28 tahun 2009, pemerintah mempunyai wewenang menetapkan besarnya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang besarnya maksimal 10 persen dari harga pokok. Selain PBBKB, BBM juga merupakan subjek dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Adanya PBBKB telah memungkinkan adanya perbedaan harga BBM di berbagai wilayah, karena yang menetapkan besaran PPBBKB adalah pemerintah.  Sebagian daerah, seperti Bali, menetapkan PBBKB sebesar 10 persen sementara daerah lain ada yang menetapkan hanya 5 persen. Perbedaan besaran PBBKB ini telah mendatangkan protes di beberapa daerah.

IMF memuji keberanian dan ketegasan pemerintah menghapus subsidi BBM pada November lalu yang memberi ruang bagi pemerintah mengalihkannya kepada belanja sosial dan infrastruktur.

Dalam laporannya, IMF menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang telah melakukan reformasi harga BBM, termasuk dalam hal pengenaan pajak BBM.

Selain Indonesia, India adalah negara yang mereformasi penetapan harga BBM dengan menghapus subsidi dan menerapkan pajak BBM. Tiongkok bahkan menaikkan pajak BBM dua kali dalam waktu singkat sehingga totalnya mencapai 40 persen. Sedangkan Thailand walaupun masih memberi subsidi BBM, telah pula mengenakan pajak bagi solar.

IMF menilai, pemerintah masih harus bekerja keras untuk menambah sumber-sumber penerimaan negara apabila ingin merealisasikan target dalam APBNP 2015, yang salah satunya adalah menekan defisit anggaran menjadi 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dari rencana awal pada RAPBN 2015 sebesar 2,2 persen.

Diakui, bahwa dihapusnya subsidi BBM telah memberikan ruang fiskal bagi pemerintah. Namun pada saat yang sama, penurunan harga minyak dunia juga berdampak pada menurunnya penerimaan pemerintah dari ekspor minyak dan gas. Oleh karena itu, pemerintah berencana menutup kekurangan tersebut dengan meningkatkan penerimaan pajak dari non migas. IMF menilai, pajak BBM adalah salah satu sumber penerimaan yang dapat ditingkatkan.

“Berdasarkan target pendapatan dan belanja yang lebih konservatif dan menurunnya penerimaan dari minyak dan gas, staf IMF mengindikasikan bahwa defisit anggaran pemerintah akan berkisar di 2,4 persen,” demikian laporan IMF.

Untuk mengamankan kinerja APBN 2015, IMF merekomendasikan kenaikan pajak BBM yang moderat, disamping juga menaikkan pajak-pajak lainnya. Selain pajak BBM, IMF juga merekomendasikan kenaikan pajak rokok dan pajak barang mewah.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home