Loading...
EKONOMI
Penulis: Kris Hidayat 07:54 WIB | Kamis, 16 Oktober 2014

Indonesia akan Menuju Revolusi Pertanian Kedua

Prof Dr Dwi Andreas Santosa di hadapan petani dalam Dialog Nasional Kedaulatan Benih Untuk Membangun Kedaulatan Pangan, Bogor (14/10). (Foto: Kris Hidayat)

BOGOR, SATUHARAPAN.COM - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan setelah revolusi hijau pada tahun 1983, kini Indonesia akan menuju revolusi pertanian kedua. Revolusi pertanian kedua akan terjadi bila petani yang sementara ini sudah sedemikian maju menjadi subyek pembangunan pertanian.

Menurut Dwi Andreas, petani menjadi subyek pertanian berarti kedaulatan petani ditingkatkan kembali dalam hal kedaulatan benih dan untuk mengembangkan teknologi pertanian.

"Kreativitas pembangunan pertanian harus dibangun dari petani itu sendiri, jangan dibangun dari pemerintah atau di luar petani," kata Dwi Andreas Santosa kepada satuharapan.com, di sela-sela Dialog Nasional Petani Benih AB2TI di Bogor, Rabu (15/10). 

Dia menjelaskan dibandingkan dengan kondisi pertanian pada masa revolusi hijau pada tahun 1960-an, kondisi petani sekarang jauh berbeda. Sehingga proses seperti dulu, dimana petani harus dibimbing, dilatih, dipasok, petani dianjurkan menanam varitas monokultur dan bila perlu menggunakan kekuatan pemerintah untuk melakukan itu semua, hal ini sudah tidak bisa lagi.  

Mengenai inovasi pertanian menurutnya pada era sekarang, bila saja hendak memperkenalkan hal yang baru kepada petani, kini hampir tidak ada hal baru yang tidak diketahui oleh petani.

"Konsep pembangunan pertanian harus dirombak total, bukan pemerintah yang menjadi subyek dan melakukan intervensi kepada petani untuk mengatur petani harus menanam apa, mengatur benih dan segala macam, ini harus dirombak sama sekali," kata Dwi Andreas yang juga salah satu anggota Tim Transisi Jokowi JK.

Dengan membandingkan perkembangan pertanian di negara lain, Dwi Andreas menjelaskan di banyak negara, peranan pemerintah semakin mengecil, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan yang diusulkan dari bawah yang diusulkan oleh petani melalui organisasi petani (Farmer Union). Petanilah yang memutuskan mereka butuh apa, mereka merencanakan pertaniannya sendiri sedangkan pemerintah hanya menyediakan informasi yang benar.

"Hampir sebagian besar kebijakan pertanian di negara maju berasal dari bawah, petani di negara maju sangat pandai. Pemerintah hanya tinggal memberikan informasi, informasi kemudian dicerna, lalu dari informasi ini para petani melakukan advokasi kebijakan untuk pemerintah. Setelah itu pemerintah menurunkan kebijakan," demikian kata Dwi Andreas menjelaskan mekanisme kebijakan petani.

Dengan demikian, organisasi asosiasi petani kemudian memiliki posisi yang semakin penting. "Ke depan asosiasi-asosiasi yang serius memperjuangkan petani, harus betul-betul difasilitasi pemerintah, harus betul-betul dilibatkan dalam perumusan kebijakan di Republik Indonesia ini," kata dia. 

Dalam pengalaman AB2TI, menurut Dwi Andreas, yang diperlukan adalah dukungan bagi kegiatan organisasi tanpa diganggu oleh pemerintah. Gangguan ini bisa berupa peraturan yang tidak sesuai dengan nafas organisasi petani itu sendiri.

Sebagai contoh UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Undang-undang ini memasung kreativitas organisasi-organisasi independen, karena dengan tegas membatasi organisasi petani. Organisasi yang diakui dan menjadi mitra pemerintah hanyalah organisasi gabungan kelompok tani, organisasi komoditas dan dewan komoditas.

"Ini sangat membatasi, lalu bagaimana dengan organisasi di luar itu yang selama ini membantu petani," kata Dwi Andreas menjelaskan banyak organisasi pertanian yang tidak diakui oleh pemerintah, seperti Serikat Petani, AB2TI, IPPHTI dan berbagai organisasi lain yang bergerak di pertanian.  

"Ini adalah kelemahan terbesar dalam Undang-undang seperti ini," kata Dwi Andreas menambahkan bahwa UU ini sedang diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh beberapa organisasi petani.

Dwi Andreas memperkirakan Indonesia akan swasembada beras pada tahun 2016 bila produktivitas padi dapat ditingkatkan dari sekarang yang 5.1 ton GKG/ha menjadi 5,3 ton GKG/ha. 

Sedangkan untuk dapat menuju kemandirian dan revolusi pertanian tahap kedua beberapa hal harus disiapkan seperti program 1000 desa berdaulat benih pada tahun 2015 dan 25.000 desa berdaulat benih dalam 5 tahun ke depan. AB2TI menurut Andreas saat ini berhasil membentuk 10.000 petani pemulia tanaman.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home