Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 06:46 WIB | Selasa, 28 Januari 2014

Indonesia-Brunei Kembali Bahas MoU TKI

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Indonesia dan pemerintah Brunei Darussalam melanjutkan kembali pembahasan pembaruan nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) mengenai penempatan tenaga kerja Indonesia yang bekerja disektor formal maupun informal (domestik).

"MoU dalam bidang penempatan dan perlindungan TKI perlu untuk segera terwujud, sehingga memberikan kepastian hukum, baik bagi pengguna maupun TKI itu sendiri," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) RI Muhaimin Iskandar.

Menakertrans mengemukakan itu dalam pertemuan dengan Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri Brunei Darussalam Excelency Pehin Udana Khotib Dato Paduka Seri Setia Ustaz Haji Awang Badaruddin Bin Pengarah Dato Paduka Haji Awang Othman di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Senin.

Dalam keterangan pers Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diterima di Jakarta, Senin (27/1), Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan pemerintah akan terus mendorong percepatan pembaruan MoU antara Indonesia dengan Brunei Darussalam dalam bidang penempatan dan perlindungan TKI itu.

"Secara umun kerangka acuan untuk perubahan memorandum of understanding (MoU) yang ditetapkan kedua negara pada 2008 telah disepakati. Oleh karena itu kita berharap pembaruan MoU ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini," kata Muhaimin.

Nota kesepahaman tersebut akan mirip dengan nota kesepahaman dengan negara-negara lain yang memuat tentang pengaturan waktu istirahat penata laksana rumah tangga (PLRT), pengaturan libur sehari dalam seminggu serta hak pegang paspor.

Beberapa hal yang ditekankan Pemerintah Indonesia dalam draf MoU itu adalah besaran gaji minimum TKI, adanya hari libur tiap minggu, adanya jam istirahat atau pembatasan jam kerja, paspor yang boleh dipegang atau dibawa oleh TKI, adanya akses komunikasi dengan perwakilan RI maupun keluarga TKI, adanya uraian tugas TKI yang jelas dan cara penyelesaian perselisihan.

Perubahan peraturan di Brunei Darussalam juga menuntut penyesuaian oleh PPTKIS yaitu kewajiban penggunaan agen dalam perekrutan PLRT, di mana sebelumnya perekrutan itu dilakukan secara perorangan.

"Saat ini Brunei sudah ada aturan untuk penggunaan agen dalam merekrut PLRT, sebelumnya belum ada sehingga dulu dilakukan secara perorangan. Ini yang harus disinkronkan dengan aturan PPTKIS di Indonesia," ujar Muhaimin.

Secara umum, Muhaimin mengatakan pemerintah Indonesia sedang melakukan pembenahan terhadap penempatan TKI sektor domestik dan mempersiapkan suatu mekanisme penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik yang lebih baik di negara penempatan, termasuk Brunei Darussalam.

Namun untuk Brunei Darussalam, Muhaimin menilai pada umumnya TKI tidak mengalami banyak masalah karena budaya yang relatif sama serta didukung dengan pemerintah setempat yang sangat peduli dan mau bekerja sama dengan KBRI dalam hal penganan kasus TKI.

"Namun, yang perlu dievaluasi saat ini adalah besaran tarif agen penempatan dan penyusunan biaya pemberangkatan," ujar Muhaimin.

Pembaruan nota kesepakatan bersama (MoU) mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor formal dan informal itu telah sampai pada tahapan penyelenggaraan "joint meeting" antara perwakilan pemerintah RI dengan pemerintah Brunei.

Joint Meeting tersebut dimaksudkan untuk melakukan pertukaran informasi dan pandangan terkait mengenai peraturan perundangan kedua negara dan implementasinya.

Join Meeting tersebut juga membahas materi yang akan dimuat dalam draf MoU, di mana pemerintah Indonesia mengusulkan untuk dimasukkan dalam MoU mengenai besaran gaji minimum TKI, adanya hari libur tiap minggunya, adanya jam istirahat atau pembatasan jam kerja, paspor yang boleh dipegang atau dibawa oleh TKI, adanya akses komunikasi dengan perwakilan RI maupun keluarga TKI, adanya uraian tugas TKI yang jelas dan cara penyelesaian perselisihan.

"Diharapkan kedepan dengan adanya pertemuan ini akan semakin meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara sehingga target `zero domestic worker` 2017 tercapai di mana penempatan TKI diarahkan sesuai jabatan seperti juru masak, `housekeeper`, `caretaker` dan `babysitter`," papar dia.

Saat ini ada 67.913 TKI yang bekerja Brunei Darussalam dengan sekitar 45 persen TKI bekerja di sektor formal seperti disektor industri, perkebunan dan anak buah kapal dan 55 persen adalah pekerja di sektor informal seperti penata laksana rumah tangga dan sopir.

Selain itu, ribuan peluang kerja di Brunei Darussalam untuk sektor formal juga masih terbuka di antaranya untuk bidang perminyakan, bidang infrastruktur, informasi dan teknologi serta kesehatan dan bidang kehutanan. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home