Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 22:37 WIB | Minggu, 10 Mei 2015

Jalan Terjal Persiapan Pilkada Serentak 2015

Ketua KPU Husni Kamil Manik saat memberi kata sambutan didampingi oleh juru bicara untuk penyandang disabilitas dalam acara hari jadi PPUA Penca ke-13 tahun yang digelar di gedung KPU Jakarta. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pagelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan serentak dilaksanakan untuk pertama kalinya di pengujung tahun 2015 ini. Hal tersebut sesuai dengan amanat ‎UU No 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Di mana UU tersebut mewajibkan daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir mulai Januari 2015 hingga Juni 2016, proses pemilihannya berlangsung serentak pada Desember 2015.‎ Tujuannya, demi menciptakan efektivitas, khususnya dalam segi finansial dan waktu.

UU No 8/2015 menjelaskan pelaksanaan pemungutan suara pilkada dilakukan serentak untuk beberapa daerah selama enam gelombang, yakni tahun 2015, 2017, 2018, 2020, 2022, 2023, sebelum akhirnya pilkada serentak secara nasional bersamaan digelar di tahun 2027.

Selama ini, pelaksanaan pemilihan kepala daerah berlangsung berserakan. Dalam sebulan saja, sebuah daerah bisa menggelar tiga kali pilkada, mulai dari memilih gubernur, bupati, hingga wali kota.

Oleh karena itu, pemerintah bersama dengan DPR berupaya membuat sebuah sistem yang lebih efektif dan efisien, yakni dengan menyelenggarakan pilkada serentak.

Namun, sisa waktu yang singkat sejak UU tersebut disahkan hingga ketentuan waktu pelaksanaannya menyebabkan pihak terkait, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kedodoran dalam mempersiapkan regulasi.

Terkait persiapan peraturan tentang pilkada, KPU baru menyelesaikan kewajibannya dalam menyusun peraturan tersebut saat tahapan pilkada sudah dimulai.

Rangkaian pelaksanaan pilkada serentak dimulai pada 17 April lalu, ditandai dengan tahapan pembentukan panitia penyelenggara adhoc di tingkat kelurahan dan kecamatan, yakni Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Saat itu, masih banyak ketidakpastian dalam hal regulasi. Dari 10 draf peraturan tentang pilkada, KPU baru menyelesaikan tiga di antaranya.

KPU pun telah menunaikan tugasnya dalam menetapkan peraturan pada akhir April lalu. Hal itu disebabkan adanya ketidaksesuaian pemahaman antara KPU dan DPR (Komisi II) terkait syarat pencalonan.

Alotnya Pencalonan

Terkait syarat pencalonan, keruwetan penyusunan peraturan KPU disebabkan oleh adanya dua partai politik yang berkonflik di internal mereka, PPP dan Partai Golkar, hingga ke lembaga peradilan.

Satu peraturan terakhir yang ditetapkan KPU adalah terkait syarat pencalonan, yakni ditetapkan pada tenggat waktu penetapan peraturan, 30 April lalu.

Menyangkut hal tersebut, KPU memutuskan untuk tidak menerima usulan calon kepala daerah usungan partai politik yang administrasi kepengurusannya sedang berkonflik di pengadilan.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan jajaran KPU di daerah hanya bisa menerima pendaftaran calon kepala daerah dari partai yang kepengurusannya tercatat secara resmi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Pengaturan sudah kami buat dan tetapkan, intinya, partai politik yang dapat kami terima pendaftaran calonnya adalah yang sesuai dengan SK Kemenkumham," tutur Hadar.

Namun, untuk partai politik yang SK kepengurusannya sedang menjalani sidang sengketa di pengadilan, maka KPU tidak akan menerima pendaftaran calonnya sampai proses peradilan mengeluarkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Kalau SK tersebut disengketakan, maka akan tetap mengacu pada SK Kemenkumham jika belum ada putusan pengadilan yang inkracht, kecuali pada kasus yang sudah ada putusan untuk menunda pemberlakuan SK maka harus menunggu putusan inkracht," jelas Hadar.

Dengan adanya persoalan di dalam lingkaran internal partai tersebut, secara tidak langsung hal itu mempengaruhi KPU dalam bekerja menyusun peraturan dan mempersiapkan tahapan awal pilkada yaitu pembentukan panitia penyelenggara adhoc di daerah.

Anggaran Belum Siap

Belum lagi terkait kesiapan anggaran di daerah hingga saat ini, tahapan pilkada dimulai, belum juga sepenuhnya disepakati untuk dicairkan.

Hingga saat ini, tujuh bulan menjelang pemungutan suara pilkada serentak gelombang pertama, masih terdapat 70 persen daerah yang belum ada kesepakatan untuk menganggarkan dana pilkada.

Kesepakatan tersebut dapat dicapai hanya jika pemerintah daerah dan KPU setempat telah menandatangani nota perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk menganggarkan dana pilkada mendahului perubahan anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD).

Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan hingga saat ini tercatat baru 70 daerah, dari total 269 yang akan menggelar pilkada 2015, melaporkan NPHD mereka.

Hal itu bertentangan dengan pernyataan Direktur Jenderal Keuangan Daerah Reydonnizar Moenek yang mengaku kesiapan dana di daerah pilkada sudah 100 persen, berikut juga dengan penandatangan NPHD-nya.

Padahal, kejelasan mengenai anggaran tersebut menjadi hal utama bagi keberlangsungan dan kelancaran pelaksanaan pilkada serentak tahun ini.

Jika saja kepastian mengenai anggaran tersebut muncul sebelum tahapan pilkada diluncurkan secara resmi, KPU bisa saja menunda pelaksanaan pilkada daerah yang tidak siap tersebut ke gelombang berikutnya.

"Ada daerah yang sudah mendapat persetujuan anggaran untuk pilkada, tetapi jumlahnya kurang dari yang seperti diajukan KPU daerah. Jika kekurangan itu menyebabkan kebutuhan biaya minimum pilkada tidak terpenuhi, ya tidak bisa dijalankan, artinya ditunda pelaksanaan pilkadanya," ujar Arief Budiman.

Dia menjelaskan, dari 269 daerah yang akan menggelar pilkada, sebagian besar di antaranya tidak mendapatkan persetujuan anggaran dari pemda sesuai dengan usulan KPU setempat.

Hal itu menyebabkan KPU tidak dapat mengambil risiko untuk melanjutkan tahapan pilkada di daerah yang kekurangan dana.

KPU bisa saja melakukan analisa dan perhitungan keuangan dari dana yang disetujui untuk dianggarkan pemda dan DPRD bagi pelaksanaan pilkada serentak 2015.

"Dari situ nanti kami akan menganalisa, menghitung apakah kekurangan itu memungkinkan bagi KPU daerah untuk melanjutkan tahapan pilkada atau tidak. Kalau tidak mencukupi untuk seluruh kegiatan tahapan, ya pilkadanya tidak bisa dijalankan sekarang, bisa saja mundur ke 2017," jelas Arief.

Namun, di tengah tahapan pelaksanaan pilkada ini sudah terlambat bagi KPU untuk menentukan daerah mana saja yang dapat ditunda pelaksanaan pilkadanya karena kekurangan dana.

Dari segala keterbatasan dan ketergesa-gesaan agar pilkada serentak tetap dilakukan di 2015, pelaksanaan pilkada efektif dan efisien seolah menjadi sekadar harapan yang minim untuk diwujudkan. (Ant)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home