Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 21:16 WIB | Jumat, 17 April 2020

Jamuju, Flora Identitas Purwakarta Menanti Perhatian

Jamuju (Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laubenf.)). (Foto: Useful Tropical Plants)

SATUHARAPAN.COM – Jamuju selama ini mungkin sekadar dikenal sebagai nama salah satu ruas jalan di Kota Bandung. Bisa jadi tidak banyak yang mengenal jamuju sebagai nama tumbuhan.

Membuka-buka berbagai situs web, Laman Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Purwakarta, Sistem Informasi Lingkungan Kabupaten Purwakarta, memberikan penjelasan menarik.

Kayu jamuju sangat dikenal mempunyai serat yang indah dan halus, sehingga sangat bagus untuk bahan pembuatan mebel, rangka papan, dan peralatan pertukangan. Kadang-kadang, pohon jamuju dapat pula dimanfaatkan sebagai tanaman hias.

Pohon jamuju dapat ditemukan di daerah Kabupaten Purwakarta terutama di daerah-daerah dataran tinggi yang berhutan. Penduduk biasanya mengambil dan menebang pohon jamuju di alam, memanfaatkannya untuk  membuat perkakas. Namun, hingga saat ini belum ada upaya pembudidayaannya. 

Alasan itu pula yang mendorong Kabupaten Purwakarta menetapkannya sebagai flora identitas, untuk menyadarkan warga atas upaya pelestariannya, dan seterusnya meningkatkan pengembangannya.

Laman tersebut menyebutkan jamuju merupakan tumbuhan asli Indonesia. Namun, daerah persebarannya cukup luas, yaitu mulai dari China bagian selatan, Indochina, Sri Lanka, Thailand, Malesia, sampai Fiji dan Vanuatu. Malesia atau Malesiana adalah suatu batasan kawasan geografi persebaran tumbuhan yang daerahnya meliputi wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Papua Nugini, dan Timur Leste. Wilayah-wilayah tersebut disatukan sebagai suatu kawasan biogeografi karena memiliki kesamaan keanekaragaman tumbuhan yang spesifik.

Pertelaan Botani

Jamuju yang mempunyai nama ilmiah Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laubenf.), adalah spesies konifer yang termasuk famili Podocarpaceae. Prosea, mengutip dari prota4u.org, menyebutkan Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laubenf.) memiliki nama sinonim  Podocarpus imbricatus Blume (1827), Podocarpus cupressina R.Br. ex Mirbel (1925), Podocarpus javanicus auct. non (Burm.f.) Merr.

Tumbuhan ini dikenal juga dengan berbagai nama lokal. Di Indonesia, selain jamuju (nama umum), tumbuhan ini juga dikenal dengan nama kayu embun (Sumatera, Sulawesi), cemba-cemba (Sulawesi).

Di Filipina, tumbuhan ini disebut igem. Nama lokal lainnya, sha-mo-pin (Burma atau Myanmar), podo chucher atap (Malaysia, semenanjung), hing2 'khièo, pêk dêng, lông leng (Laos), phaya-makhampom dong (Thailand, wilayah timur), phayamai, sarun (Thailand, wilayah selatan, tenggara), thong nang (Vietnam).

Laman Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Purwakarta menyebutkan pohon jamuju berumah dua, tinggi mencapai 50 m. Garis tengah batang 75 cm, bahkan laman Prosea menyebutkan diameter bisa mencapai 200 cm. Kulit batang kasar dan berlentisel, berwarna cokelat tua atau kehitaman, kulit bagian dalam pink sampai cokelat kemerahan.

Daunnya tersusun spiral, lanset, dan menyerupai sisik-sisik yang saling menutupi. Daun mudanya menyebar dan menyerupai kulit. Reseptakel merah apabila masak.

Biji soliter, sekitar 6 mm, berdaging, dengan involukrum dari daun yang memanjang runcing pada bagian pangkal, awalnya berwarna orange kemudian jadi merah atau ungu dan  akhirnya berubah cokelat.

Pohon jamuju di alam tumbuh dominan pada lapisan kanopi atas di hutan-hutan primer pada ketinggian 700 – 2.500 (3.400) m di atas permukaan laut.

Kegunaan dan Permasalahan

Dacrycarpus imbricatus, mengutip dari Prosea, adalah sumber terpenting dari kayu podocarpus. Di Filipina, kayunya digunakan terutama untuk peralatan, tiang kapal, peti teh, dan ukiran. Di Thailand, kayu jamuju digunakan untuk pekerjaan furnitur dan kabinet.

Useful Tropical Plants melalui tropical.theferns.info, menyebutkan kayu jamuju tahan serangan rayap dan serangga, serta mudah diolah. Selain sebagai bahan bangunan, perkakas rumah tangga, kotak, dan kayu konstruksi, juga untuk plywood.

Ada empat varietas Dacrycarpus imbricatus yang dikenal, yakni var. imbricatus, var. patulus de Laubenf. (sinonim: Podocarpus kawaii Hayata, Dacrycarpus kawaii (Hayata) Gaussen), var. robustus de Laubenf. (sinonim Podocarpus papuanus Ridley, Dacrycarpus papuanus (Ridley) Gaussen), dan var. curvulus (Miq.) de Laubenf. (sinonim: Podocarpus cupressina R.Br. ex Mirbel var. curvula Miq., Podocarpus imbricatus Blume var. curvula (Miq.) Wasscher).

Keempat varietas itu dibedakan atas dasar daun yang ramping atau kuat dan menyebar. Kepadatan kayu podocarpus adalah 380-770 kg/m3 pada kadar air 15 persen. Kadar air kayu 15 – 20 persen adalah kadar air kering udara yang aman untuk penggunaan pada bangunan untuk Indonesia, menurut laman ukurkadarair.com (Budianto, 1996).

Sayangnya, hingga kini jamuju belum dibudidayakan. Tumbuhan memperbanyak diri dengan biji. Padahal lama perkecambahan, mengutip tropical.theferns.info adalah 2 – 13 minggu.

Di Indonesia, penelitian tentang kegunaan pohon ini sebetulnya sudah dilakukan sejak lama. PH Soewarsono, misalnya, pada tahun 1965 mempublikasikan studinya “Identifikasi Kayu-kayu Konifer Indonesia yang Penting-penting (Identification of Important Indonesian Conifer Woods), yang dimuat di Rimba Indonesia 10: 175–193.

Pada 1989, N Kapisa dan AS Kosasih, mempublikasikan studinya, “Percobaan penanaman Rhodoleia teysmanii Miq., Podocarpus imbricatus Bl., Exbucklandia populnea R.W. Brown di Aek Nauli (A planting trial of Rhodoleia teysmanii Miq., Podocarpus imbricatus Bl., Exbucklandria populnea R.W. Brown in Aek Nauli), di Buletin Penelitian Kehutanan Pematang Siantar 5(2): 191–121.

Mengutip Wikipedia, status konservasi jamuju ditandai dengan IUCN 2.3, yang berarti “risiko rendah”.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home