Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 10:18 WIB | Rabu, 08 April 2015

Jumlah Wisatawan Muslim Indonesia ke Yerusalem Meningkat Pesat

Otoritas Palestina justru mendorong wisatawan Muslim datang ke Yerusalem, yang dianggap akan membantu bisnis yang dijakankan oleh orang Arab di kota itu.
Turis Muslim di Yerusalem meningkat kendati ada penentangan yang sudah lama dari para pemimpin agama untuk mengunjungi Israel yang dianggap sebagai negara Yahudi. (Foto: Reuters/Ammar Awad)

YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM - Pariwisata Israel belum sepenuhnya pulih sejak meletusnya perang Gaza pada 2014. Secara keseluruhan, kunjungan ke titik-titik wisata di Yerusalem menurun. Namun ada  satu kelompok demografi yang tampaknya tak terpengaruh: wisatawan Muslim dari negara-negara sedang berkembang.

Menurut International Business Times dalam laporannya (7/4), jumlah pengunjung Muslim dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim beberapa tahun terakhir naik pesat, seperti dari Indonesia dan Turki. Mereka berbondong-bondong mengunjungi tempat-tempat suci Islam di Yerusalem, meskipun sejak lama sudah ada penentangan bagi kaum Muslim mengunjungi negara Yahudi.

Turis Muslim memang masih merupakan minoritas dari semua pengunjung asing ke Israel tetapi jumlah mereka telah tumbuh secara signifikan selama beberapa tahun terakhir. Setidaknya 10.000 wisatawan dari negara-negara Muslim telah memasuki Israel hanya dalam dua bulan pertama tahun ini, menurut laporan dalam surat kabar Israel, Haaretz, yang dipublikasikan Selasa (7/5).

Pada tahun 2014, Israel menyambut 26.700 wisatawan dari Indonesia, hampir tiga kali lipat meningkat dari 9.800 yang berkunjung pada tahun 2000. Puluhan ribu wisatawan juga tiba dari Turki dan Yordania yang, tidak seperti Indonesia, mengakui Israel secara diplomatis. Beberapa ribu lebih berasal dari negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel seperti Malaysia dan Maroko.

Kenaikan ini muncul di saat pariwisata Israel merosot, bahkan selama musim semi yang biasanya sibuk selama saat umat Kristen dan Yahudi melakukan ziarah. Direktur Hotels Association Yerusalem mengatakan kepada Haaretz bahwa pemesanan hotel di kota kuno itu turun 20 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Uniknya, agen perjalanan yang mengatur wisata ke Yerusalem untuk kelompok wisata Muslim, melaporkan sebaliknya. Pemesanan oleh wisatawan Muslim, terutama dari Indonesia dan Malaysia, telah melonjak selama dua bulan terakhir, kata Murad Najib, seorang karyawan di sebuah perusahaan agen perjakanan ke Yerusalem di Amman. Bepergian ke Yerusalem dilihat oleh banyak wisatawan ini sebagai ziarah dan bagian dari kewajiban agama untuk mengunjungi tiga kota suci Islam, kata Najib.

Masjid Al Aqsa, yang terletak di kompleks yang oleh orang Yahudi dikenal sebagai Temple Mount, dihormati oleh umat Islam, yang percaya bahwa situs tersebut adalah tempat Nabi Muhammad naik ke surga. Masjid ini dianggap sebagai tempat suci ketiga dalam Islam setelah kota Mekkah dan Madinah di Arab Saudi.

Melihat seluruh tiga kota suci dalam satu perjalanan, dinilai sangat menarik oleh wisatawan Muslim yang bepergian dari negara-negara di Timur Jauh, kata Najib. Rute paling umum untuk wisatawan ini ke sana adalah terbang ke Yordania dan melanjutkan ke Israel dari Jembatan Allenby yang melintasi kedua negara. Dari sana, banyak orang akan melanjutkan ke Arab Saudi melalui Yordania setelah memastikan bahwa inspektur perbatasan tidak menandai paspor mereka dengan cap Israel untuk menghindari masalah memasuki negara-negara Arab.

Bepergian ke Yerusalem, yang telah berada di bawah kendali Israel sejak perang Arab-Israel 1967, telah lama kurang disukai oleh otoritas keagamaan dan politik di dunia Arab. Ulama terkemuka seperti Yusuf al-Qaradawi melarang praktik ini, dengan alasan bahwa hal itu berarti mengakui pendudukan Israel di kota itu. Pandangan ini telah ditentang oleh Otoritas Palestina  yang justru mendorong wisatawan Muslim yang lebih besar ke Yerusalem, yang dianggap akan membantu bisnis yang dijakankan oleh orang Arab di kota itu selain berfungsi sebagai simbol solidaritas dengan Palestina.

Argumen yang baru ini telah pula didukung oleh Organisasi Kerjasama Islam (OIC), blok terbesar negara-negara Islam dunia. Mereka bahkan menyatakan bahwa Yerusalem merupakan ibukota pariwisata Islam untuk tahun 2016. Langkah itu dipuji oleh Otoritas Palestina sebagai langkah menuju pengakhiran penguasaan Israel atas tempat suci Islam.

Iyad Madani, sekretaris jenderal organisasi beranggotakan 57 negara itu, telah  mengunjungi  masjid Al Aqsa yang terkenal pada bulan Januari lalu dan mendesak umat Islam untuk mengikutinya, untuk memperkuat klaim Palestina atas tempat-tempat suci di Yerusalem.

 "Datang ke masjid adalah hak saya sama seperti juga hak  setiap Muslim," kata Madani, dalam komentar yang dilaporkan oleh Associated Press. "Ini adalah hak kita untuk datang ke sini dan berdoa di sini. Tidak ada otoritas pendudukan yang dapat mengambil hak ini dari kami."

Tapi bagi banyak para wisatawan yang bepergian dari negara-negara Muslim, kesempatan untuk melihat situs keagamaan yang penting jauh lebih signifikan daripada agenda politik, kata Najib. "Kami tidak benar-benar mendapatkan pertanyaan tentang pendudukan Israel," katanya. "Secara umum, orang ingin mendengar tentang sejarah ... dan cerita keagamaan lebih dari apa pun."


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home