Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 19:03 WIB | Jumat, 14 Februari 2014

KEHATI: Kelambatan Birokrasi Sangat Merugikan Satwa di Kebun Binatang Surabaya

Logo KEHATI.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Keterlambatan birokrasi dalam penyerahan izin pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) sangat merugikan hidup satwa langka. Sudah hampir tiga minggu berlalu sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan mandat pengelolaan KBS kepada Pemerintah Kota Surabaya, namun surat resmi dari Kementerian Kehutanan terlambat datang. Dalam jangka waktu tersebut, sudah tiga hewan yang meregang nyawa di KBS, yaitu kijang betina, komodo, dan harimau putih.

Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) menyesalkan sikap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan yang tidak bersikap responsif dan cepat dalam penyerahan izin pengelolaan KBS ini. Padahal sudah muncul tawaran dari tiga negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan China kepada Walikota Surabaya untuk membantu mengelola kebun binatang itu.

“Kebun binatang memiliki peran yang sangat strategis dalam penyelamatan keanekaragaman hayati, dan oleh karenanya pengelolaan kebun binatang harus sinergi dengan konsep konservasi keanekaragaman hayati melalui pendidikan (education) dan penyadartahuan (awareness) pada publik. Dengan membiarkan pengelolaan KBS terbengkalai, maka hal tersebut menunjukkan ketidakseriusan Indonesia dalam penyelamatan keanekaragaman hayati ” kata Direktur Program Yayasan KEHATI Arnold Sitompul di kantornya pada Kamis (13/2).

Persoalan tarik menarik izin di KBS sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 2010 silam, Kementerian Kehutanan pernah mencabut izin pengelolaan KBS karena kondisi memprihatinkan dari kebun binatang yang pernah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara itu. Saat itu, Selain pengelolaan kandang yang tidak memadai sehingga mengakibatkan terjangkitnya satwa terhadap penyakit, pengelolaan pakan serta perawatan satwa juga menjadi alasan pencabutan izin.

Polemik manusia ini justru meninggalkan penderitaan pada satwa-satwa yang menghuni KBS. Data dari media massa, disebutkan bahwa pada tahun 2011 hingga bulan September ada sekitar 245 ekor satwa yang mati, lalu di tahun 2010 mencapai 269 ekor, sedangkan di tahun 2009 sebanyak 319 ekor satwa mati, dan di tahun 2008 sebanyak 364 ekor yang meregang nyawa di KBS. Kemudian dikabarkan pula pada Januari hingga September 2012 sudah ada 130 satwa yang mati, dan jumlahnya cenderung meningkat di bulan-bulan berikutnya. Konflik internal dan bobroknya sistem pengelolaan di KBS terus menerus menelan korban satwa, pada tahun 2013 dalam kurun Oktober hingga Desember sudah ada 30 satwa yang mati.

Lalu publik kembali dihebohkan dengan kematian Michael, singa jantan asal Afrika yang baru berumur 1,5 tahun pada awal Januari 2014. Sontak berita kematian yang dianggap janggal ini kembali menggugah para pecinta satwa untuk mendorong pengelola KBS untuk berbuat lebih baik. Hingga pada akhirnya Pemerintah Kota Surabaya melalui Walikotanya, Tri Rismaharini mendapatkan mandat dari Presiden untuk mengelola kebun binatang yang usianya sudah hampir 100 tahun itu. Namun, lagi-lagi birokrasi membuat proses menjadi sangat lambat. Hasilnya beberapa satwa lain kembali menghembuskan nyawanya.

“Kita seharusnya mau bertindak cepat untuk menyelamatkan KBS dengan melakukan restorasi management yang komprehensif ” kata Arnold.

Peran strategis kebun binatang

Kebun binatang, selain memiliki peran strategis dalam pendidikan dan penyadartahuan, juga merupakan wadah untuk menyelamatan satwa yang hampir punah untuk dikembalikan ke alam dengan program penangkaran atau captive breeding.

Hal ini pernah terjadi misalnya pada saat populasi Jalak Bali di alam yang hampir punah, kerjasama American Association of Zoological Park and Aquaria (AAZPA) dengan pemerintah Indonesia pernah mengembalikan beberapa pasang Burung Jalak Bali untuk dikembalikan ke alam, dan cukup sukses mengembalikan kondisi populasi alam. Kebun Binatang Surabaya ikut berperan aktif dalam program Bali Starling Project ini. Contoh lain yang tak kalah penting adalah pada saat Cincinnati Zoo mengirimkan kembali Badak Sumatera berjenis kelamin jantan (Andalas) ke Sumatran Rhino Sanctuary di Taman Nasional Way Kambas tahun 2001, untuk mensukseskan program captive breeding Badak Sumatera yang populasinya di alam sudah semakin langka. Hasil perkawinan Andalas dan Ratu (betina) berhasil melahirkan seekor anak badak jantan di tahun 2012. “Ini salah satu bukti nyata bahwa kebun binatang memiliki peran strategis dalam penyelamatan satwa langka,” ungkap Arnold.

Oleh karenanya kebun binatang memiliki peran konservasi yang sangat strategis ,dengan menjadikannya tempat pemulihan kondisi populasi hewan-hewan langka melalui captive breeding program, tempat rescue center satwa yang harus direlokasi dari alam karena konflik dengan manusia, tempat penelitian untuk meningkatkan daya hidup satwa-satwa langka, dan menjadi tempat edukasi dan awareness bagi masyarakat. Beberapa kebun binatang di dunia telah menunjukkan kesuksesan dalam hal ini.

Kebun Bintang Surabaya memiliki peran strategis untung mengemban fungsi tersebut. “Gerak cepat dari pemerintah pusat tentunya akan menyelamatkan lebih banyak satwa di kebun binatang tersebut,” tegas Arnold. (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home