Loading...
DUNIA
Penulis: Bayu Probo 15:43 WIB | Jumat, 13 September 2013

Kekerasan Meningkat, Darurat Mesir Diperpanjang Dua Bulan

Tentara Mesir berpatroli dekata perbatasan Rafah di Sinai Utara. Tentara menyerang kelompok bersenjata. (Foto: Stringer/AFP)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Mesir memperpanjang keadaan darurat selama dua bulan pada Kamis karena situasi keamanan masih buruk. Presiden Adly Mansour mengatakannya dalam sebuah pernyataan.

Negara Arab terpadat penduduknya telah dicengkeram kekacauan politik sejak tentara menggulingkan Presiden Mohammed Morsi, pada 3 Juli. Seminggu lalu menteri dalam negeri selamat dari upaya pembunuhan di Kairo.

Pemerintah awalnya mengumumkan keadaan negara darurat satu bulan pada 14 Agustus. Dan, pengumuman Kamis itu memperpanjangnya, meliputi seluruh negeri, hingga pertengahan November.

Pasukan keamanan Mesir telah menindak Ikhwanul Muslimin, menghancurkan aksi protes di Kairo, menewaskan ratusan anggota dan memenjarakan pemimpin tertinggi gerakan itu.

Pemerintah yang didukung militer telah menuduh para Ikhwanul Muslimin menghasut untuk melakukan kekerasan dan pemerintah telah memberlakukan jam malam senja hingga fajar.

Serangan militan terhadap pasukan keamanan di Semenanjung Sinai telah meningkat sejak Morsi digulingkan. Pada Kamis (12/9), seorang bersenjata menembak dan melukai dua polisi dalam mobil di ibukota, kata kantor berita negara.

Serangan Bom Bunuh Diri di Sinai Mesir, Enam Tewas

Pada Kamis (12/9) lalu, setidaknya enam tentara telah tewas dalam serangan bom bunuh diri ganda di Semenanjung Sinai Mesir, kata pihak berwenang.

Selain itu, 10 tentara dan tujuh warga sipil terluka oleh ledakan di luar markas intelijen militer di Rafah dan di pos pemeriksaan di dekatnya. Seorang juru bicara militer menyalahkan “unsur-unsur teroris Islam” dalam aksi kekerasan ini.

Militer telah melancarkan serangan di Sinai untuk menangkal peningkatan serangan sejak penggulingan Presiden Mohammed Morsi pada Juli lalu.

Kekhawatiran akan keamanan makin menjadi minggu lalu dengan upaya pembunuhan yang gagal pada menteri dalam negeri di Kairo. Kelompok yang terinspirasi al-Qaeda berbasis di Sinai mengatakan berada di balik pengeboman yang ditargetkan pada Mohammed Ibrahim ini.

Pada Selasa (10/9), pasukan yang didukung oleh helikopter tempur menyerbu tempat persembunyian gerilyawan di desa al-Mahdiya dan Naga Shabana, selatan Rafah, menewaskan sembilan orang, menangkap 10 orang lain dan merebut senjata dan amunisi, kata para pejabat militer.

Setidaknya 29 militan kini dilaporkan telah tewas sejak operasi militer dimulai di Sinai utara, Sabtu.

Tindakan Keras

Pengebom bunuh diri pertama mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi ke lantai dua markas intelijen militer di wilayah Ali Imam Rafah pada hari Rabu pagi, mengubur sejumlah tentara di bawah puing-puing.

Ledakan kuat menghancurkan jendela bangunan di dekatnya dan dikirim segumpal asap membubung ke angkasa. Tak lama kemudian, pengebom bunuh diri lain meledakkan mobil berisi bahan peledak di samping sebuah pos pemeriksaan militer. Ada juga laporan bahwa granat berpeluncur roket ditembakkan.

Perbatasan terdekat persimpangan dengan Jalur Gaza ditutup segera setelah serangan sebagai tentara mencari daerah untuk tersangka, kantor berita pemerintah melaporkan.

Tentara telah menuduh Morsi yang terlalu lunak terhadap kegiatan militan di Sinai. Morsi membebaskan tokoh-tokoh garis keras Islam dari penjara dan memveto operasi militer.

Presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis telah diberhentikan oleh militer pada 3 Juli setelah protes jalanan massal terhadap dirinya.

Pelengserannya membuat masyarakat Mesir terpolarisasi dan menjerumuskan negara itu ke dalam suatu periode baru pertumpahan darah dan ketidakpastian politik.

Dua kamp pro-Morsi di Kairo yang dibubarkan pasukan keamanan pada 14 Agustus, menewaskan ratusan pendukungnya. Puluhan personel keamanan juga tewas dalam hari paling berdarah Mesir sejak pemberontakan pro-demokrasi dua tahun lalu yang menumbangkan Husni Mubarak.

Para pengamat mengatakan tindakan keras tentara pada Morsi dan Ikhwanul Muslimin menambahkan dorongan untuk militan di gurun utara.

Pengerahan militer di Semenanjung Sinai tunduk pada perjanjian damai tahun 1979 antara Israel dan Mesir. Sebuah perjanjian di antara dua tetangga telah tercapai. Dan, pasukan Mesir didukung oleh tambahan brigade mekanik, beberapa tambahan bahan bakar, unit komando, dan helikopter Apache. (Reuters/BBC)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home