Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 06:57 WIB | Senin, 07 Desember 2015

Kemenag Susun Draft Kebijakan Penyuluh Agama

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abd. Rahman Masud. (Foto: kemenag.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyuluh agama adalah salah satu aktor terdepan pelaksanaan layanan Kementerian Agama, namun jabatan Penyuluh agama selama ini seperti mualaf – kurang terurus.

Untuk itu, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama berinisiatif untuk menyusun usulan perubahan kebijakan tentang penyuluh agama.

“Kegiatan penyusunan draf usulan perubahan kebijakan tentang penyuluh ini sangat penting,” kata Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abd. Rahman Masud saat memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan Penyusunan Draf Naskah Akademik Kebijakan tentang Penyuluh Agama, Jakarta, hari Sabtu (5/12).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan ini dihadiri para Kepala Seksi dari Ditjen Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas Hindu, Bimas Buddha, Pengurus Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) DKI Jakarta, Pokjaluh lima wilayah  DKI Jakarta, akademisi dari Fakultas Hukum dan Fakultas Komunikasi dan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta peneliti Peneliti dari Balitbang dan Diklat Kemenag.

Menurut Rahman, para penyuluh agama selama ini melaksanaan tugas mengikuti ketentuan yang ada dalam Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenkowasbangpan) Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/ 1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka kreditnya. Berdasarkan penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI tahun 2013 terkait keberhasilan implementasi kebijakan Kepmenkowasbangpan 54/1999 tersebut, diketahui bahwa masih terdapat ketidak esuaian antara peraturan dengan praktik kegiatan penyuluhan di lapangan.

Ketidaksesuaian itu antara lain, tenaga penyuluh masih belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah objek penyuluhan, target penyuluhan umumnya masih sebatas majelis taklim dan kelompok pengajian saja, dan metode penyuluhan selama ini masih menggunakan metode konvensional yaitu tatap muka. Selain itu, Puslitbang juga mencatat minimnya program pengembangan kapasitas penyuluh, dan ketiadaan biaya operasional dalam melaksanakan kerja-kerja kepenyuluhan.

“Rekrutmen penyuluh agama masih belum memenuhi ketentuan yang ada, perencanaan dalam bentuk identifikasi dan analisis permasalahan, serta pemetaan objek penyuluhan belum banyak dilakukan,” kata dia.

Dari hasil penelitian tersebut, lanjut Rahman, Balibang dan Diklat memandang perlu untuk membuat draf naskah akademik perubahan Kepmenkowasbangpan No 54/1999 di atas. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan draf naskah akademik ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan, dan pendekatan sosiologis-empiris.

Pendekatan tersebut dilakukan dengan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan jabatan fungsional penyuluh Agama. Pengkajian juga dilakukan dengan cara membandingkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait jabatan fungsional penyuluh di luar rumpun atau bidang agama, seperti penyuluh pertanian, penyuluh kesehatan, dan penyuluh sosial.

“Diharapkan dengan adanya naskah bakademik dan draf penyempurnaan kebijakan tentang penyuluh tersebut akan dapat menjadi pedoman baru untuk meningkatkan efektivitas penyuluh agama di masa yang akan datang,” kata dia. (kemenag.go.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home