Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 11:05 WIB | Jumat, 24 April 2015

Kemesraan Jokowi- Xi Jinping Dinodai Ulah Premanisme Imigrasi Bandara

Presiden Joko Widodo dan Presiden Tiongkok Xi Jinping mengenakan kemeja batik yang mirip pada 22 April lalu di Istana Negara, sehingga menjadi berita yang ramai oleh media di dalam dan luar negeri (Foto:globalindonesiavoices.com)

BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Kemesraan yang ditunjukkan oleh Presiden Joko Widodo dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping selama Konferensi Asia Afrika, semakin tak bisa disembunyikan sebagai gambaran kian dekatnya hubungan kedua negara yang mereka pimpin. Selama penyelenggaraan Peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung, Jokowi dan Xi Jinping selalu menempati tempat duduk yang berdekatan. Bahkan dalam gala dinner yang diadakan di Istana Negara pada 22 April lalu, keduanya mengenakan pakaian batik dengan warna yang sama, yang membuat media menjadikannya berita utama.

Namun kemesraan itu ternoda oleh ulah petugas imigrasi di Bandara Soekarno Hatta dan Ngurah Rai yang melakukan aksi premanisme terhadap turis dari negara Tirai Bambu tersebut. Ulah premanisme yang terjadi beberapa waktu lalu itu, menjadi heboh karena turis itu menyampaikan keluhan ke Kedubes Indonesia di Tiongkok, yang kemudian mengungkapkannya kepada media.

Sebagaimana dilaporkan oleh Antara, beberapa turis Tiongkok mengaku dimintai pungutan liar oleh petugas imigrasi, saat tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta dan Bandara Internasional Ngurah Rai.

Keluhan atas insiden itu disampaikan Xu Yongjing, wakil sebuah agen perjalanan Shanghai Airlines Travel (SAT), pada awal April 2015 melalui layanan surat elektronik kepada perwakilan RI di Tiongkok.

Dalam salinan yang diterima Antara di Beijing, Kamis (23/4), disebutkan mereka dalam perjalanan menuju Bali dengan singgah di Jakarta.

"Saat meng-apply visa kepala tur memungut 35 dolar AS per orang, yang rata-rata satu rombongan terdiri atas 20 orang. Namun, oleh petugas imigrasi diminta 50 dolar AS per orang. Akan lebih besar lagi kutipannya, kalau petugas meminta secara personal kepada masing-masing turis," ungkap salinan tersebut.

Penanggungjawab rombongan mengaku paham jika di sebagian besar negara ASEAN harus memberikan tip. "Namun jika dipungut hingga 100 Yuan (Rp200 ribu) atau 20 dolar AS, itu sudah keterlaluan. Kadang petugas sudah menuliskan besaran uang yang harus dibayar di secarik kertas, dan setiap dari kami yang tiba di counter imigrasi, terpaksa harus membayarnya," ungkapnya lagi.

Tak hanya itu, petugas imigrasi dan bea cukai, baik di Cengkareng maupun Ngurah Rai meminta sejumlah uang kepada para turis sebesar 50 hingga 200 dolar AS, apabila kedapatan memotret atau mengambil gambar di bandara.

"Kami memahami aturan, bahwa tidak diperbolehkan mengambil gambar atau video di dalam bandara, dan wajar jika petugas merampas telepon genggam atau kamera saku yang dipergunakan turis. Namun, tidak serta merta mereka juga harus membayar pungutan sebesar 50 hingga 200 dolar AS," kata pernyataan tersebut.

Kejadian lain saat seorang turis Tiongkok dari Bali menuju Jakarta, membeli empat pak rokok di gerai bebas pajak. Tetapi oleh petugas bea cukai diharuskan membayar 200 dolar AS dan 200 Yuan.

Turis melaporkan kejadian itu kepada pimpinan tur, tetapi baik pimpinan tur dan si turis dibawa ke sebuah ruang imigrasi/bea cukai dan setelah diancam, terpaksa turis membayar pungutan ilegal yang diminta.

Akibat dari insiden yang dialami para turis yang ditangani SAT, pihaknya menolak untuk membawa kembali pelancong dari Tiongkok ke Indonesia.

Atas pengaduan tersebut, Wakil Duta Besar RI di Beijing PLE Priatna mengatakan pihaknya sangat menyayangkan insiden tersebut dan meminta semua pihak yang bertanggung jawab untuk menangani masalah tersebut secara proposional dan profesional.

"Kita telah sepakat untuk menjaring turis Tiongkok sebanyak-banyaknya, namun jika perlakuan kita kepada mereka atau kepada turis negara manapun menimbulkan ketidaknyamanan, itu kan sangat disesalkan," ujarnya.

Priatna juga meminta kepada pihak pelapor dan siapapun yang merasa dirugikan untuk lebih rinci menyampaikan kejadian yang dialami, seperti tempat dan waktu kejadian, identitas petugas atau profil petugas bisa digambarkan lebih rinci, sehingga penelusuran oleh aparat Indonesia juga lebih proposional serta profesional.

"Jangan sekadar melapor, tanpa didukung data-data yang rinci. Karena itu akan menyulitkan kami juga untuk mengambil tindakan tegas kepada petugas kami di bandara baik Bandara Soekarno Hatta di Jakarta maupun Ngurah Rai di Denpasar. Bantu kami untuk lebih baik juga, dengan melaporkan segala hal secara rinci. Jangan apa yang disampaikan juga sekadar alat untuk persaingan bisnis," kata Priatna.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home