Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 15:43 WIB | Senin, 25 Agustus 2014

Ketua Bawaslu: Pemilu di Indonesia Bikin Jenuh

• Masyarakat Indonesia jenuh dengan pemilu
• Kewenangan yang diberikan pada Bawaslu setengah hati
• Terlalu banyak lembaga peradilan yang mengatur tentang pemilu
• Jalur birokrasi mempengaruhi pemilu harus dipotong
Tiga narasumber dalam dalam diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum Publik dengan tema "Rekomendasi Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu", di Hotel RedTop, Jakarta, Senin (25/8). yakni Muhammad (Ketua Bawaslu RI), Juri Ardiantoro (Komisioner KPU RI), dan Didik Supriyanto (Perwakilan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi/PERLUDEM). (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Salah satu penyebab turunnya partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, baik legislatif maupun presiden adalah kejenuhan terhadap peyelenggaraan pemilu tersebut. Dengan sistem yang kini tengah berlangsung, pemilu di Indonesia terjadi setiap tiga hari sekali.

Hal tersebut diucapkan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI), Muhammad dalam diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum Publik dengan tema "Rekomendasi Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu", di Hotel RedTop, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (25/8).

“Tingkat kepedulian masyarakat pada pemilu tahun ini semakin turun. Salah satu penyebabnya, kita terlalu sering melaksanakan pemilu. Dengan sistem pemilihan kepala daerah langsung, setiap tiga hari ada pemilu di Indonesia, bergantian dari pemilihan gubernur, lalu ke wali kota atau bupati, bahkan di beberapa desa juga telah menyelenggarakan pemilihan kepala desa langsung, yang tidak kalah semarak dan mahalnya,” ucap Muhammad.

“Masyarakat kita jenuh melaksanakan pemilu. Ada baiknya untuk jadi pertimbangan ke depannya, agar pemilu di beberapa tingkat tidak lagi dipilih oleh masyarakat,” Muhammad menambahkan.

Diberi Setengah Hati

Dalam diskusi publik itu, Muhammad juga menilai kewenangan yang diberikan kepada Bawaslu masih setengah hati kendati sebagai salah satu penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi jalannya pesta demokrasi di Indonesia.

"Kami melihat upaya penguatan lembaga ini masih setengah hati, dilepas ekor tapi kepala dipegang, tidak optimal untuk mengawasi," kata Muhammad.

Lemahnya kewenangan itu terlebih karena terlibatnya lembaga lain sebagai penyidik, seperti pihak kepolisian dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mengusut laporan-laporan yang berkaitan dengan pemilu.

"Ketika ada (laporan) administrasi etik, dan lain-lain itu harusnya masuk ke Bawaslu dulu untuk dikaji berdasarkan aturan yang ada dan memberi rekomendasi, sebelum ke DKPP atau ke kepolisian. Kalau pagi-pagi sudah ditolak, dipotong penyidik, maka kasus pemilu akan cepat berhenti," ungkap dia.

Persoalan yang sudah sempat disampaikannya ke Komisi II DPR-RI itu menjadi isu penting yang harus diselesaikan. Tak lain, lanjutnya, agar Bawaslu memiliki fungsi yang jelas dalam menjalankan tugasnya.

Regulasi Tumpang Tindih

Ketua Bawaslu RI itu juga berharap agar sistem regulasi terhadap pemilu di Indonesia tidak tumpang tindih. Oleh karena itu ia ingin agar ke depannya Indonesia hanya memiliki satu lembaga peradilan pemilu saja.

“Regulasi, kita tumpang tindih. Terlalu banyak lembaga peradilan yang mengatur pemilu, seperti Mahkamah Konstitusi bahas sengketa hasil pemilu, DKPP diberi kewenangan etik pemilu, Kepolisian bahas pidana pemilu, Bawaslu untuk sengketa pemilu, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kedepannya, hanya satu lembaga yang benar-benar bisa menyelesaikan masalah pemilu, atau satu election of court.

“Hal ini membuat regulasi menghadirkan multi tafsir terhadap beraneka ragamnya lembaga yang ikut serta memutus masalah pemilu. Ke depannya, kita hanya punya satu lembaga saja, lembag itu mampu menyelesaikan semua masalah pemilu. Ini akan mempermudah pengaturan dan penindakan penegasan hukum pemilu,” Muhammad menambahkan.

APBN-kan Anggaran

Berikutnya, menurut Muhammad, yang perlu diatur perihal pemilu di Indonesia adalah pemotongan pengaruh birokrasi pada pemilu. Sehingga, kasus-kasus seperti penahanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh kepala daerah setempat tidak terjadi lagi.

“Kasus Pilkada Lampung, ini sampai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kehabisan akal. Ada satu Komisioner KPU Lampung yang tidak disenangi Gubernur Lampung saat itu (Sjachroedin, Red), sehingga anggaran pemilu ditahan. Berkali-kali di nego mendagri tidak bisa. Oleh karena itu, sudah sejak lama kami usulkan pada Mendagri agar anggaran Pilkada dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tidak dititipkan pada daerah,” tutur dia.

“Agar tidak ada hegemoni  atau pengaruh negatif dari kepala daerah pada penyelenggara dan terwujud birokrasi yang benar-benar bersih,” tutup Ketua Bawaslu RI itu.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home