Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 16:28 WIB | Sabtu, 05 Mei 2018

Komisi Informasi Gelar Forum Diskusi Media di Bandung

Kiri-Kanan: Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Anne Friday Safaria sebagai moderator, Tenaga Ahli Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu, Komisioner Komisi Informasi Pusat Wafa Patria Umma, Pemimpin Redaksi Kumparan Arifin Asydhad ketiganya sebagai pembicara Forum Diskusi Media Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dalam Mendorong Kerja Jurnalistik di GH Universal Hotel Bandung, 2-4 Mei 2018. (Foto: Melki Pangaribuan)

BANDUNG, SATUHARAPAN.COM – Komisi Informasi Pusat menyelenggarakan Forum Diskusi Media bertajuk “Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dalam Mendorong Kerja Jurnalistik” di GH Universal Hotel Bandung, 2-4 Mei 2018.

Hadir sebagai moderator Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Anne Friday Safaria, dan para pembicara dari Tenaga Ahli Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu, Pemimpin Redaksi Kumparan Arifin Asydhad dan Komisioner Komisi Informasi Pusat Wafa Patria Umma.

Dalam kesempatan itu Ismail Cawidu menyampaikan bahan presentasi berjudul “Keterbukaan Informasi Menangkal Hoax.” Menurut dia, jika suatu informasi atau berita menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan, provokasi, sumbernya tidak jelas, dan tidak ada yang bisa dimintai tanggungjawab, maka itu adalah hoax.

“Minimal kita memiliki pengetahuan tentang ciri-ciri dari hoax itu,” katanya.

Dia menambahkan betapa hoax menjadi sebuah fenomena yang sangat merugikan publik. Peran keterbukaan informasi publik harus diisi oleh badan-badan publik dengan mengumumkan informasi dan data secara berkala maka diharapkan tidak akan ada lagi berbagai macam hoax, seperti misalnya perbedaan data mengenai jumlah tenaga kerja asing (TKA).

“Media harus mendorong badan publik menyampaikan informasinya sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” katanya.

Bebas Intervensi Politik

Sementara itu Arifin Asydhad menyampaikan pemaparan dengan tema “Peran Media dalam Keterbukaan Informasi Pemilu”. Menurut dia, keterbukaan informasi oleh badan publik sangat penting demi mewujudkan pemilu bersih, jujur dan adil.

Dia mencontohkan, keterbukaan informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mesti bebas dari intervensi politik.

“Pembahasan RUU Parpol dan RUU Pemilu, pendataan dan vetifikasi parpol, penetapan data pemilih, daftar caleg atau calon DPD, Capres-Cawapres, proses pemungutan suara, data hasil perhitungan suara KPU, pengamanan pemilu, sengketa pemilu. Semua hal itu perlu transparan dan keterbukaan informasi,” katanya.

“Selain itu DPR, RUU Parpol, RUU Pemilu, ada lobi-lobi politik yang tidak terbuka. Itu mesti terbuka,” dia menambahkan.

Dia menilai media dan Komisi Informasi mesti sama-sama memperjuangkan keterbukaan informasi.

“Pers sebagai pilar keempat mengemban idealisme sebagai medium dan saluran informasi publik dan sekaligus kontrol sosial. Sedangkan KIP menjamin hak atas informasi bagi masyarakat. KIP mem-backup dari sisi pemenuhan informasi publik,” katanya.

Menjamin Hak Warga Negara

Kemudian Ketua Bidang Advokasi Sosialisasi Edukasi Komisi Informasi Pusat Wafa Patria Umma menyampaikan bahan materi dengan tema “UU KIP dalam Mendorong Kerja Jurnalistik”. Menurutnya peran media untuk menjembatani badan publik dengan masyarakat.

“Jadi tujuan pertama Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik. Jadi mendahulukan kepentingan masyarakat,” katanya.

Dia mengatakan, relasi UU KIP dan Undang-Undang Pers lahir sebagai jaminan hak asasi warga negara. Menurutnya UU Pers dan UU KIP lahir sebagai jaminan hak mencari dan memperoleh informasi bagi kebebasan Pers dan Hak Publik.

“UU Pers dan UU KIP memiliki visi besar yang sama, yaitu mewujudkan keterbukaan informasi dan memperkuat demokrasi. Artinya bahwa sebenarnya Undang-Undang Pers ini mempunyai peran mengimplementasikan Undang-Undang KIP,” katanya.

Menurut data Komisi Informasi sejak lahirnya Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diatur dalam Undang Undang Nomor 11 tahun 2008, sampai saat ini sudah ada 205 kasus menjerat warganet dan pengguna layanan digital di Indonesia.

“Ini data tahun 2016-2017. Sebenarnya sudah banyak masyarakat yang terkena kasus tapi hoax masih tetap ada,” katanya.

 

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home