Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki 20:48 WIB | Senin, 29 April 2024

Komnas Perempuan Akui Masih Ada Stigma Feminis

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam webinar Temu Nasional bertajuk "Menguatkan Lembaga Penyedia Layanan untuk Memastikan Implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS Berkeadilan Gender dan Inklusif", di Jakarta, Senin (29/4/2024). (ANTARA)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang masih adanya stigma terhadap pemikiran feminis sehingga membuat lembaga pengada layanan cenderung menghindari penggunaan istilah feminis dalam mengembangkan layanannya.

"Sering sekali pengada layanan merasa kurang nyaman untuk menggunakan istilah pendekatan feminisme dalam mengembangkan layanannya," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam webinar Temu Nasional bertajuk "Menguatkan Lembaga Penyedia Layanan untuk Memastikan Implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS Berkeadilan Gender dan Inklusif", di Jakarta, Senin (29/4).

Pihaknya mencontohkan istilah feminis yang dihindari pengada layanan, seperti konseling feminis.

"Misalnya saja konseling feminis. Padahal di dalam konsep tersebut termaktub prinsip-prinsip penting untuk melakukan koreksi terhadap relasi kuasa yang timpang seperti menumbuhkan kesadaran kritis, pemberdayaan, dan juga solidaritas," kata Andy Yentriyani.

Menurut dia, feminis merupakan 'ibu' dari konsep keadilan gender.

"Masih ada sebagian pihak yang apriori atau bahkan alergi dengan istilah perspektif gender, keadilan gender. Hal ini tampaknya masih berkait dengan stigma terhadap pemikiran feminisme sebagai ibu dari konsep keadilan gender," katanya.

Menurutnya, terdapat kekurangpahaman pada pemikiran feminisme sehingga berujung pada stigma terhadap feminisme.

"Ditambah dengan kampanye hitam terhadap feminisme termasuk penggunaannya untuk tujuan peneguhan kuasa dalam transisi politik di Indonesia menjadikan stigma anti feminisme terus mengakar," katanya.

Andy Yentriyani pun meminta semua pihak untuk mengedepankan konsep interseksionalitas dalam mengenali kerentanan dan kebutuhan perempuan yang menjadi korban kekerasan.

"Kemawasan perlu kita latih dan diawali dengan membebaskan diri dari ketakutan pada stigma feminis dan feminisme dan juga diartikulasikan dalam upaya penjangkauan terhadap mereka-mereka dalam stigma tetapi membutuhkan layanan," katanya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home