Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 12:20 WIB | Sabtu, 07 Maret 2015

Komnas Perempuan Soroti Buruh Rentan Diskriminasi

Komite Perempuan yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di bundaran Tugu Selamat Datang Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, tahun lalu (Foto: Dok Satuharapan.com/Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kekerasan terhadap perempuan seakan telah menjadi duri yang tertanam dalam "tubuh" masyarakat. Meski banyak perempuan menjadi korban kekerasan dan memilih jalan bungkam, namun fenomena kekerasan ini telah "menampar" keberadaan perempuan sebagai makhluk yang sepatutnya disejajarkan.

Dalam berbagai lini kehidupan, keberadaan perempuan terancam. Dalam ketenagakerjaan misalnya, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat kekerasan terhadap buruh migran dan pekerja rumah tangga perempuan masih rentan diskriminasi. Mereka pun menjadi bagian dari persoalan jaringan perdagangan manusia.

“Kasus Polisi Rudi Soik yang membongkar jaringan perdagangan perempuan misalnya, awalnya membuka optimisme Komnas Perempuan, tapi lagi-lagi orang seperti ini mengalami diskriminasi. Rudi justru malah ditangkap,” ujar Komisioner Anti Kekerasan terhadap Perempuan Mariana Amiruddin di Kantor Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat,

Pekerja rumah tangga, menurut Amiruddin banyak dijadikan budak.

Tenaga migran pun diperas dan ditelantarkan di negeri orang sehingga tidak bisa pulang kembali ke kampung halamannya.

Potret buruknya realitas buruh perempuan Indonesia ini sebelumnya juga tergambar dalam film Kisah Tiga Titik yang telah rilis beberapa waktu lalu, tepatnya pada Hari Buruh 1 Mei 2013.

Produser sekaligus pemeran utama, Lola Amaria, mengaku sengaja mengangkat isu feminisme, utamanya pada diskriminasi buruh, untuk menyindir agar buruh perempuan lebih "dimanusiakan".

Film itu mengisahkan tentang tiga orang pekerja perempuan yang mempunyai satu kesamaan nama, yaitu Titik. Mereka adalah Titik Sulastri, janda beranak dua yang bekerja sebagai buruh kontrakan berupah rendah di sebuah pabrik garmen. Titik Dewanti Sari, perawan tua pemegang posisi bergengsi di sebuah perusahaan raksasa yang penuh skandal. Titik Kartika atau Titik Tomboy, anak preman yang bekerja sebagai buruh pabrik rumahan yang tidak takut mati demi keadilan. Tak hanya berbagi nama, ketiga Titik sama-sama terjebak dalam sebuah situasi yang membuat hidup mereka menjadi berubah 180 derajat.

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home