Loading...
HAM
Penulis: Prasasta Widiadi 15:51 WIB | Kamis, 05 Mei 2016

KontraS Minta Kapolri Tindak Pelaku Pembubaran Film Pulau Buru

Suasana pembubaran acara peringatan World Press Freedom Day 2016 di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Selasa (3/5) malam. (Foto: akun Facebook Solidaritas Perjuangan Demokrasi)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam tindakan Kabag. Ops Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi dan anggota Polresta Yogyakarta lainnya, yang secara aktif memaksa untuk dihentikannya acara pemutaran film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.

Dalam catatan KontraS, peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Yogyakarta sebagaimana terjadi di atas bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, anggota Polisi di wilayah Polda Yogyakarta juga telah beberapa kali membubarkan acara-acara lain dengan dalih mengikuti keinginan kelompok intoleran, seperti saat pembubaran acara LadyFast 2016 dan penyerangan Ponpes Al-Fatah di Yogyakarta.

“KontraS mendesak Kapolri untuk mengevaluasi kemampuan dan kepemimpinan Kapolda Daerah Istimewa Yogya dalam melindungi dan menjamin hak kebebasan berkumpul, memperoleh informasi, dan menyebarkan informasi,” kata Koordinator KontraS, Haris Azhar melalui rilis yang diterima satuharapan.com, hari Kamis (5/5).  

“Kapolri harus menindak Kabag Ops (Kepala Bagian Operasi) Polresta (Kepolisian Resor Kota) Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi, yang telah melakukan pelanggaran prosedur dan pembatasan hak asasi manusia saat melakukan pembubaran acara pemutaran film di kantor AJI Yogyakarta,” kata Haris.

Selain itu, KontraS mengacam berbagai kelompok intoleran yang melakukan intimidasi dan penggunaan kekerasan terhadap hak kebebasan berkumpul dan berekspresi masyarakat.

KontraS menemukan beberapa fakta, antara lain yang dilakukan aparat kepolisian,  yakni melanggar hak kebebasan berekspresi dan  berkumpul yang dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

“Selain itu juga aparat melakukan pelanggaran hak memperoleh dan menyebarkan informasi. Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,” ungkap Haris.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Ahmad Nurhasim mengemukakan pihaknya mengecam  Kepolisian Resor Kota Yogyakarta yang membubarkan acara perayaan World Press Freedom Day 2016.

Menurut AJI Jakarta, pembubaran tersebut menunjukkan Kepolisian tidak memahami Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Kepolisian. Padahal, kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat dijamin oleh Undang-Undang.

“Polisi tidak menegakkan hukum tapi justru tunduk kepada kelompok intoleran dan antikebebasan. Tindakan polisi tidak bisa dibiarkan. Polisi gagal menciptakan rasa aman di Yogyakarta,” kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim di Jakarta, hari Rabu (4/5). 

Nurhasim menilai kepolisian  tunduk dan patuh pada sikap arogan serta intimidatif sekelompok organisasi masyarakarat yang antikebebasan.

“Seharusnya polisi dapat menjamin hak konstitusi warga negara untuk memperoleh informasi dan hak untuk menyebarluaskan informasi atau berekspresi,” kata Nurhasim.

Pembubaran Pemutaran Film Pulau Buru Tanah Air Beta di Yogyakarta

Pembubaran paksa yang dilakukan pihak kepolisian dan massa Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI Polri (FKPPI) DIY terhadap kegiatan  pemutaran film “Pulau Buru Tanah Air Beta” terjadi pada hari Selasa (3/5) di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.

Film "Pulau Buru Tanah Air Beta" adalah film dokumenter dan merupakan produk jurnalistik, menceritakan fakta sejarah bagaimana dulu Pulau Buru dipergunakan sebagai tempat pembuangan para tahanan politik.

Film ini dibuat untuk membuka mata generasi muda tentang apa yang pernah terjadi di negara ini, dan agar mereka bisa belajar darinya. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home